@vitne.509: Hoá ra là bị vợ đẩy đi 🦊🐰 #ngaothuybang_aoruipeng_敖瑞鹏 #ngaothuybang #thamvukhiet #xuhuongtiktok #xh

鹏洁 🦢
鹏洁 🦢
Open In TikTok:
Region: VN
Thursday 04 December 2025 05:37:14 GMT
14621
1116
14
37

Music

Download

Comments

vitne.509
鹏洁 🦢 :
Cáo khôn Thỏ khờ khạo ha 🦊🐰
2025-12-04 08:45:50
6
phng.phng6055
Phương Phương :
là ah nắm tay chị dg k á🤣
2025-12-04 06:00:57
7
anhladucsang
🍅 :
Hộ vs
2025-12-07 03:52:10
0
.meoo49
Iuuu Thẩm Vũ Khiết :
Dễ thương nha má
2025-12-04 05:43:39
11
thu.minh6636
azerneka :
cute quá
2025-12-05 00:25:30
1
emily30.09
🍓 :
Đoạn đầu dễ thương dợ
2025-12-04 05:40:48
7
nguyen.kim.chi26
🦊 Iuuuu Bằng Khiết 🐰 :
Dễ thương
2025-12-04 05:42:13
5
dung.509
🪿 :
Đoạn đầu cute
2025-12-04 05:41:21
4
qunh.anh.nguyn.ng01
🦊 Bằng_Khiết 🐰 :
Sầm tổng thì cũng bị vợ đẩy đi thồi
2025-12-04 05:44:13
7
dung63407
🦊🐰 :
Cute quá
2025-12-04 05:47:54
7
To see more videos from user @vitne.509, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

POV—PART 2 Beberapa minggu berlalu, dan tanpa rencana, kamu kembali melihatnya. Kali ini di acara pertemuan bisnis yang diadakan di hotel pusat kota. Kamu datang mendampingi atasanmu, dan dari seberang ruangan, di antara kerumunan jas dan gaun formal, kamu mengenal sosok itu lagi. Jaden. Tidak ada mikrofon, tidak ada sorotan kamera. Hanya seorang pria yang berdiri di tengah rekan-rekannya, berbicara dengan tenang, sesekali tertawa kecil. Ia terlihat bahagia, lebih dewasa, dan jauh lebih tenang daripada yang kamu ingat. Kamu menatapnya cukup lama, bukan karena ingin, tapi karena hatimu menolak berpaling. Kamu tahu kamu tidak mengharapkan apa pun. Kamu hanya ingin mengingatnya sekali lagi—seperti seseorang yang menatap matahari tenggelam, tahu bahwa keindahannya tidak bisa dimiliki, tapi tetap bersyukur pernah melihatnya. Setelah malam itu, kamu berhenti mencari. Bukan karena sudah melupakan, tapi karena akhirnya kamu mengerti: beberapa orang memang hanya datang untuk menunjukkan seperti apa rasanya dicintai dengan tulus, sebelum akhirnya pergi, meninggalkan versi terbaik dari dirimu sendiri. Kamu keluar dari gedung hotel malam itu dengan langkah pelan. Angin malam menyentuh pipimu lembut, seperti menenangkan sisa perasaan yang belum sempat hilang. Di seberang jalan, kamu sempat melihatnya lagi. Jaden, menunduk menatap ponselnya sebelum masuk ke mobil hitam yang menjemputnya. Tidak ada sapaan, tidak ada tatapan bertemu. Hanya dua orang yang pernah saling menjadi rumah, kini berjalan di jalan yang berbeda. Namun kali ini, dada kamu terasa lebih ringan. Tidak sesakit dulu. Karena tanpa sadar, setiap kali kamu melihatnya, kamu sedang belajar melepaskan, perlahan, tenang, dan sungguh-sungguh. Kamu tidak tahu, dari arah sebaliknya, seseorang juga menatapmu dalam diam. Dengan tatapan yang sama, tatapan rindu yang tidak pernah padam. Beberapa bulan kemudian, kamu sedang membawa beberapa dokumen untuk diberikan kepada Bu Lida. Langkahmu terburu-buru, tidak memperhatikan siapa yang ada di dalam ruangan ketika kamu membuka pintu. Tapi begitu pintu terbuka, dunia terasa berhenti. Jaden duduk di sana. Kamu membeku di tempat, napasmu tercekat. Pandangan kalian bertemu, tepat, tanpa jarak. Tatapan yang dulu begitu familiar kini terasa asing tapi juga menenangkan di waktu bersamaan. Jaden tidak tampak terkejut. Justru ada sesuatu di sorot matanya yang tidak bisa kamu pahami: rindu, lega, sekaligus tenang. Ia tidak mengalihkan pandangannya, hingga kamu yang akhirnya menunduk dan mencoba menutup pintu kembali. “A-ah, maaf Bu, seharusnya saya ketuk dulu—” “Tidak apa-apa, Y/N. Masuk saja,” ucap Bu Lida dengan nada lembut. Kamu mengangguk cepat dan melangkah masuk, mencoba menenangkan diri. Bu Lida memberi isyarat agar kamu duduk di kursi seberang—tepat di depan Jaden. Kamu menunduk, berharap pertemuan ini bisa segera selesai. “Y/N, perkenalkan, ini anak saya, Jaden Park,” ujar Bu Lida dengan senyum tipis. Kamu terdiam. Dunia seolah berhenti sejenak. Dan sebelum kamu sempat berpikir lebih jauh, suara lembut yang dulu sangat kamu kenal itu kembali terdengar. “Salam kenal,” ucap Jaden pelan sambil mengulurkan tangan. Kamu ragu beberapa detik sebelum akhirnya mengangkat kepala. Tatapan kalian bertemu lagi. Ada ribuan kata yang tidak terucap di antara kalian, tapi cukup satu senyum kecil darinya untuk membuat dadamu sesak. Kamu membalas uluran tangannya, berusaha setenang mungkin. “Salam kenal, Pak Jaden. Saya Y/N,” ucapmu, mencoba terdengar profesional. Jaden tersenyum, senyum yang sama, senyum yang dulu kamu hafal. Hangat. Tangan kalian masih bertaut beberapa detik lebih lama dari seharusnya, sampai kamu menyadarinya dan segera menarik diri. “Kalau begitu, saya pamit dulu ya, Bu. Pak.” Kamu berdiri, sedikit membungkuk, dan melangkah keluar sebelum suasana semakin rumit. Begitu pintu tertutup, kamu baru sadar jantungmu berdegup lebih cepat dari biasanya. Sementara di dalam ruangan, Jaden masih memandangi pintu yang baru saja kamu tutup.  #pov #jay #fypageシ #enhypen #jayedit
POV—PART 2 Beberapa minggu berlalu, dan tanpa rencana, kamu kembali melihatnya. Kali ini di acara pertemuan bisnis yang diadakan di hotel pusat kota. Kamu datang mendampingi atasanmu, dan dari seberang ruangan, di antara kerumunan jas dan gaun formal, kamu mengenal sosok itu lagi. Jaden. Tidak ada mikrofon, tidak ada sorotan kamera. Hanya seorang pria yang berdiri di tengah rekan-rekannya, berbicara dengan tenang, sesekali tertawa kecil. Ia terlihat bahagia, lebih dewasa, dan jauh lebih tenang daripada yang kamu ingat. Kamu menatapnya cukup lama, bukan karena ingin, tapi karena hatimu menolak berpaling. Kamu tahu kamu tidak mengharapkan apa pun. Kamu hanya ingin mengingatnya sekali lagi—seperti seseorang yang menatap matahari tenggelam, tahu bahwa keindahannya tidak bisa dimiliki, tapi tetap bersyukur pernah melihatnya. Setelah malam itu, kamu berhenti mencari. Bukan karena sudah melupakan, tapi karena akhirnya kamu mengerti: beberapa orang memang hanya datang untuk menunjukkan seperti apa rasanya dicintai dengan tulus, sebelum akhirnya pergi, meninggalkan versi terbaik dari dirimu sendiri. Kamu keluar dari gedung hotel malam itu dengan langkah pelan. Angin malam menyentuh pipimu lembut, seperti menenangkan sisa perasaan yang belum sempat hilang. Di seberang jalan, kamu sempat melihatnya lagi. Jaden, menunduk menatap ponselnya sebelum masuk ke mobil hitam yang menjemputnya. Tidak ada sapaan, tidak ada tatapan bertemu. Hanya dua orang yang pernah saling menjadi rumah, kini berjalan di jalan yang berbeda. Namun kali ini, dada kamu terasa lebih ringan. Tidak sesakit dulu. Karena tanpa sadar, setiap kali kamu melihatnya, kamu sedang belajar melepaskan, perlahan, tenang, dan sungguh-sungguh. Kamu tidak tahu, dari arah sebaliknya, seseorang juga menatapmu dalam diam. Dengan tatapan yang sama, tatapan rindu yang tidak pernah padam. Beberapa bulan kemudian, kamu sedang membawa beberapa dokumen untuk diberikan kepada Bu Lida. Langkahmu terburu-buru, tidak memperhatikan siapa yang ada di dalam ruangan ketika kamu membuka pintu. Tapi begitu pintu terbuka, dunia terasa berhenti. Jaden duduk di sana. Kamu membeku di tempat, napasmu tercekat. Pandangan kalian bertemu, tepat, tanpa jarak. Tatapan yang dulu begitu familiar kini terasa asing tapi juga menenangkan di waktu bersamaan. Jaden tidak tampak terkejut. Justru ada sesuatu di sorot matanya yang tidak bisa kamu pahami: rindu, lega, sekaligus tenang. Ia tidak mengalihkan pandangannya, hingga kamu yang akhirnya menunduk dan mencoba menutup pintu kembali. “A-ah, maaf Bu, seharusnya saya ketuk dulu—” “Tidak apa-apa, Y/N. Masuk saja,” ucap Bu Lida dengan nada lembut. Kamu mengangguk cepat dan melangkah masuk, mencoba menenangkan diri. Bu Lida memberi isyarat agar kamu duduk di kursi seberang—tepat di depan Jaden. Kamu menunduk, berharap pertemuan ini bisa segera selesai. “Y/N, perkenalkan, ini anak saya, Jaden Park,” ujar Bu Lida dengan senyum tipis. Kamu terdiam. Dunia seolah berhenti sejenak. Dan sebelum kamu sempat berpikir lebih jauh, suara lembut yang dulu sangat kamu kenal itu kembali terdengar. “Salam kenal,” ucap Jaden pelan sambil mengulurkan tangan. Kamu ragu beberapa detik sebelum akhirnya mengangkat kepala. Tatapan kalian bertemu lagi. Ada ribuan kata yang tidak terucap di antara kalian, tapi cukup satu senyum kecil darinya untuk membuat dadamu sesak. Kamu membalas uluran tangannya, berusaha setenang mungkin. “Salam kenal, Pak Jaden. Saya Y/N,” ucapmu, mencoba terdengar profesional. Jaden tersenyum, senyum yang sama, senyum yang dulu kamu hafal. Hangat. Tangan kalian masih bertaut beberapa detik lebih lama dari seharusnya, sampai kamu menyadarinya dan segera menarik diri. “Kalau begitu, saya pamit dulu ya, Bu. Pak.” Kamu berdiri, sedikit membungkuk, dan melangkah keluar sebelum suasana semakin rumit. Begitu pintu tertutup, kamu baru sadar jantungmu berdegup lebih cepat dari biasanya. Sementara di dalam ruangan, Jaden masih memandangi pintu yang baru saja kamu tutup. #pov #jay #fypageシ #enhypen #jayedit

About