#pov Kelas hari itu riuh, terutama saat pelajaran Matematika yang selalu memanaskan suasana. Guru berdiri di depan papan, mengetuk meja dengan spidol. “Heeseung! Kamu maju. Kerjain nomor lima.” Seluruh kelas serempak menoleh. Heeseung—anak band, idola sekolah, dan sumber masalah—bangkit dengan malas sambil menggulung lengan kemejanya. Rambutnya berantakan, dasinya longgar, tatapannya datar. Namun semuanya berubah ketika ia melewati mejamu. Senyum kecil muncul, senyum yang hanya ia berikan saat melihatmu. “Lihat aku dari sini, ya.” Nada suaranya rendah, manja, sekaligus sok tenang. Kamu menghela napas. Ia maju ke papan, seluruh kelas menunggu… tetapi setelah lima belas menit, Heeseung hanya berdiri bengong, tangan di saku, seakan menunggu ilham turun dari langit. Guru mulai frustrasi. “Lee Heeseung! Kamu itu belajar atau tidak sih?! Sudah, Y/N—kamu maju bantu dia!” Kelas langsung bersorak geli. Kamu bangkit dan melangkah ke depan sambil menahan ekspresi datar. Heeseung melirik dari ekor mata dan kembali menampilkan senyum jahilnya. Setibanya kamu di sampingnya, ia sedikit menunduk dan berbisik pelan. “Aku sengaja nggak nulis apa-apa… biar kamu dipanggil ke sini.” Kamu mendelik. “Heeseung.” “Apa?” Ia pura-pura polos. “Kamu itu tolol atau pura-pura tolol?” Kamu mengambil spidol dari tangannya. “Geser. Aku jelasin.” Heeseung tidak bergeser, malah semakin mendekat hingga bahu kalian hampir bersentuhan. “Y/N…” suaranya manja. “Ngajarinnya pelan-pelan dong.” Kamu mendecak. “Heeseung, serius.” Ia menyenderkan dagu ke bahumu sebentar—cukup cepat, tetapi cukup untuk membuat jantungmu berdebar. “Aku serius kok,” gumamnya. “Serius mau kamu.” Kamu langsung kaku. Di belakang kalian, Jake, Jay, dan Riki cekikikan. Guru berdeham keras. “Y/N! Tolong ajari dia, bukan pacaran di depan kelas!” Heeseung tersenyum lebar. “Saya belum jadi pacarnya, Bu… tapi lagi proses.” Kamu menoleh tajam. “Ssst!” Heeseung mengangkat tangan. “Oke, oke.” Saat kamu menjelaskan langkah demi langkah, Heeseung pura-pura fokus, tetapi matanya sesekali mencuri pandang ke arahmu. Bibirnya menahan senyum setiap kali kamu mengomel. Heeseung bukan hanya idola sekolah. Ia masalah yang berusaha kamu jauhi, tetapi justru terus menempel tanpa rasa malu. Dan kamu benci mengakuinya—tapi dia selalu berhasil membuatmu kalah. ⸻ Suasana kelas siang itu panas. Para murid gelisah ketika guru Matematika masuk sambil membawa map tebal. “Nah, ini hasil ulangan kemarin,” katanya. “Kita bahas mulai dari nilai tertinggi sampai… ya, kalian tahu sendiri.” Kamu menyiapkan mental. Sesekali kamu percaya diri, tetapi dengan guru ini, soal matematika bisa menjatuhkan siapa pun. “Heeseung,” guru memanggil tanpa ekspresi. “Paling bawah.” Kelas langsung memekik. Jake, Riki, dan Jay memukul meja sambil tertawa keras. Heeseung hanya nyengir pasrah saat maju mengambil kertas. Namun, ketika melihat angkanya, ia terhenti. “Bu… ini… ini angka berapa? Delapan?” Matanya menyipit. Guru menjawab dingin, “Itu nol koma delapan. Bukan delapan puluh.” Kelas pecah dalam tawa. Kamu hampir merasa kasihan, tetapi ekspresi kaget Heeseung terlalu lucu. Ia kembali duduk di sampingmu, tubuhnya bungkuk seperti habis dihantam dunia. Kamu melirik ulangannya. “Lagian jawaban kamu ngawur semua gitu.” “Aku panik,” ia membela diri. “Kalau kamu duduk sebelah aku waktu itu pasti aku bisa fokus.” Kamu mendengus. “Heeseung, kamu itu memang—” “Tolol? Aku tau.” Ia menutup muka dengan kertas ulangan, lalu menggesernya sedikit sambil mengintipmu. “Kalau aku pintar… kamu mau nggak jadian sama aku?” Kamu langsung diam. “Kemarin kamu bilang aku harus buktiin sesuatu kalau mau jadi pacar kamu. Aku siap. Apa pun syaratnya.” Nada suaranya pelan tetapi mantap. Kamu menarik napas. “Oke. Ada dua.” Heeseung langsung tegak. “Pertama… Kamu harus dapat nilai di atas KKM untuk ulangan berikutnya.” Wajahnya langsung pucat. “KKM-nya 75 kan?” “Ya.” “Kalau KKM-nya 20 aku masih bisa tapi… 75, Y/N? Serius?” ((Lanjut di komen)) #heeseung #enhypen #enhypenpov #heeseungpov - @lee_hanami