@march_ten21: Apalagi omongan para tetangga hadeuhhh sudah seperti hidup yg paling bner dari siapapun hmm #TikTokPromote #thunderous #thunderousstraykids #straykids #straykidsstay #stay #kpoplyricssongs

songsongswl_😶‍🌫️
songsongswl_😶‍🌫️
Open In TikTok:
Region: ID
Wednesday 17 May 2023 10:41:05 GMT
7229
645
2
51

Music

Download

Comments

hiya_1714
Niyaaaaaaa :
blh mnta versi b.inggrisnya aj kk
2023-06-30 19:17:33
1
To see more videos from user @march_ten21, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Beberapa teori kosmologi alternatif terhadap model Big Bang menyatakan bahwa alam semesta tidak memiliki awal atau akhir mutlak, melainkan mengalami siklus kosmik yang terus berulang tanpa henti. Dalam model seperti Big Bounce atau cyclic universe, semesta tidak bermula dari satu ledakan besar yang unik, tetapi dari fase kontraksi sebelumnya—di mana semesta menyusut, mencapai kondisi ekstrem, lalu “memantul” dan mulai mengembang lagi. Proses ini dapat terjadi berulang kali, seperti napas kosmis yang mengembang dan menyusut dalam siklus abadi, dengan masing-masing siklus bisa berlangsung selama miliaran tahun. Model-model ini bertentangan secara langsung dengan pandangan kosmologis tradisional dalam agama-agama Abrahamik yang memandang semesta sebagai ciptaan Tuhan pada suatu momen awal yang definitif (creatio ex nihilo) dan akan berakhir dalam suatu peristiwa eskatologis, seperti kiamat atau hari penghakiman. Siklus kosmik meniadakan konsep waktu linear dari awal hingga akhir, dan menggantikannya dengan waktu melingkar yang tak pernah benar-benar dimulai ataupun selesai. Ini menyulitkan pemahaman tentang penciptaan sebagai satu peristiwa istimewa dalam sejarah, dan mengaburkan makna akhir zaman sebagai titik puncak dari rencana ilahi. Dalam kerangka filsafat dan spiritualitas, semesta siklikus lebih menyerupai pandangan kosmos dalam agama-agama Timur seperti Hindu dan Buddhisme, yang memandang realitas sebagai siklus tanpa henti kelahiran, kematian, dan kelahiran kembali. Namun bagi teologi-teologi yang bergantung pada narasi penciptaan linear dan tujuan akhir eksistensi, gagasan bahwa alam semesta tak pernah benar-benar dimulai atau berakhir menghadirkan tantangan besar. Jika tidak ada awal mutlak, apakah ada pencipta? Jika tidak ada akhir final, apakah masih ada tujuan kosmis yang ditetapkan oleh kehendak transenden? Dengan demikian, teori kosmologi siklik membuka pintu pada perdebatan eksistensial yang tak hanya ilmiah, tetapi juga metafisik dan teologis. #CapCut
Beberapa teori kosmologi alternatif terhadap model Big Bang menyatakan bahwa alam semesta tidak memiliki awal atau akhir mutlak, melainkan mengalami siklus kosmik yang terus berulang tanpa henti. Dalam model seperti Big Bounce atau cyclic universe, semesta tidak bermula dari satu ledakan besar yang unik, tetapi dari fase kontraksi sebelumnya—di mana semesta menyusut, mencapai kondisi ekstrem, lalu “memantul” dan mulai mengembang lagi. Proses ini dapat terjadi berulang kali, seperti napas kosmis yang mengembang dan menyusut dalam siklus abadi, dengan masing-masing siklus bisa berlangsung selama miliaran tahun. Model-model ini bertentangan secara langsung dengan pandangan kosmologis tradisional dalam agama-agama Abrahamik yang memandang semesta sebagai ciptaan Tuhan pada suatu momen awal yang definitif (creatio ex nihilo) dan akan berakhir dalam suatu peristiwa eskatologis, seperti kiamat atau hari penghakiman. Siklus kosmik meniadakan konsep waktu linear dari awal hingga akhir, dan menggantikannya dengan waktu melingkar yang tak pernah benar-benar dimulai ataupun selesai. Ini menyulitkan pemahaman tentang penciptaan sebagai satu peristiwa istimewa dalam sejarah, dan mengaburkan makna akhir zaman sebagai titik puncak dari rencana ilahi. Dalam kerangka filsafat dan spiritualitas, semesta siklikus lebih menyerupai pandangan kosmos dalam agama-agama Timur seperti Hindu dan Buddhisme, yang memandang realitas sebagai siklus tanpa henti kelahiran, kematian, dan kelahiran kembali. Namun bagi teologi-teologi yang bergantung pada narasi penciptaan linear dan tujuan akhir eksistensi, gagasan bahwa alam semesta tak pernah benar-benar dimulai atau berakhir menghadirkan tantangan besar. Jika tidak ada awal mutlak, apakah ada pencipta? Jika tidak ada akhir final, apakah masih ada tujuan kosmis yang ditetapkan oleh kehendak transenden? Dengan demikian, teori kosmologi siklik membuka pintu pada perdebatan eksistensial yang tak hanya ilmiah, tetapi juga metafisik dan teologis. #CapCut

About