@mikaylasscott: another car tiktok

mikaylasscott
mikaylasscott
Open In TikTok:
Region: US
Friday 30 June 2023 12:55:22 GMT
619
46
0
1

Music

Download

Comments

There are no more comments for this video.
To see more videos from user @mikaylasscott, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Semakin dewasa… kita belajar tersenyum saat hati patah, belajar berbasa-basi dengan kesedihan, menyebut luka sebagai pelajaran, dan menamai kehilangan sebagai bagian dari takdir yang harus diterima. Kita belajar menenangkan diri dengan kalimat yang sama: “𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑖𝑘-𝑏𝑎𝑖𝑘 𝑠𝑎𝑗𝑎” — meski jauh di dalam dada, kita tahu kalimat itu tidak selalu benar. Dulu kita berlari untuk mengejar impian, kini kita berjalan pelan agar tak kehilangan tenaga untuk bertahan. Dulu kita mencintai dengan seluruh keyakinan, kini kita mencintai dengan separuh hati, agar tak terlalu sakit jika ditinggalkan. Dulu kita berdoa dengan air mata, kini kita hanya menatap langit—diam, seolah Tuhan pun sudah paham tanpa perlu kita ucapkan apa-apa. Semakin dewasa, kita belajar menyembunyikan diri di balik logika. Kita menertawakan hal-hal yang dulu membuat kita menangis. Kita menjadi pandai menjelaskan alasan mengapa hidup harus dijalani, tapi diam-diam kita tak tahu lagi mengapa ingin tetap hidup. Ada titik di mana kita berhenti menuntut bahagia, dan hanya berharap hari esok tidak lebih buruk dari hari ini. Kita mulai menimbang hidup seperti menimbang harga di pasar: Berapa banyak tenaga yang harus dibayar agar terlihat baik-baik saja? Berapa banyak kesedihan yang boleh diakui tanpa terlihat lemah? Berapa lama lagi harus bertahan sebelum segalanya terasa cukup? Dan pada akhirnya, kita mengerti — menjadi dewasa adalah tentang menerima absurditas hidup dengan tenang. Bahwa tidak semua luka perlu disembuhkan, tidak semua tanya harus dijawab, dan tidak semua kehilangan bisa diganti. Kita hanya harus terus berjalan, meski kaki gemetar dan hati tak lagi tahu ke mana arah pulang.
Semakin dewasa… kita belajar tersenyum saat hati patah, belajar berbasa-basi dengan kesedihan, menyebut luka sebagai pelajaran, dan menamai kehilangan sebagai bagian dari takdir yang harus diterima. Kita belajar menenangkan diri dengan kalimat yang sama: “𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑖𝑘-𝑏𝑎𝑖𝑘 𝑠𝑎𝑗𝑎” — meski jauh di dalam dada, kita tahu kalimat itu tidak selalu benar. Dulu kita berlari untuk mengejar impian, kini kita berjalan pelan agar tak kehilangan tenaga untuk bertahan. Dulu kita mencintai dengan seluruh keyakinan, kini kita mencintai dengan separuh hati, agar tak terlalu sakit jika ditinggalkan. Dulu kita berdoa dengan air mata, kini kita hanya menatap langit—diam, seolah Tuhan pun sudah paham tanpa perlu kita ucapkan apa-apa. Semakin dewasa, kita belajar menyembunyikan diri di balik logika. Kita menertawakan hal-hal yang dulu membuat kita menangis. Kita menjadi pandai menjelaskan alasan mengapa hidup harus dijalani, tapi diam-diam kita tak tahu lagi mengapa ingin tetap hidup. Ada titik di mana kita berhenti menuntut bahagia, dan hanya berharap hari esok tidak lebih buruk dari hari ini. Kita mulai menimbang hidup seperti menimbang harga di pasar: Berapa banyak tenaga yang harus dibayar agar terlihat baik-baik saja? Berapa banyak kesedihan yang boleh diakui tanpa terlihat lemah? Berapa lama lagi harus bertahan sebelum segalanya terasa cukup? Dan pada akhirnya, kita mengerti — menjadi dewasa adalah tentang menerima absurditas hidup dengan tenang. Bahwa tidak semua luka perlu disembuhkan, tidak semua tanya harus dijawab, dan tidak semua kehilangan bisa diganti. Kita hanya harus terus berjalan, meski kaki gemetar dan hati tak lagi tahu ke mana arah pulang.

About