@bvbyjunior_: Interact, click the "+" and comment "claim" to lock in #foryou #fyp #bvbyjunior

☘︎
☘︎
Open In TikTok:
Region: US
Sunday 08 October 2023 03:07:34 GMT
29736
7113
767
553

Music

Download

Comments

wavye_262
ap.jas273 :
free
2023-10-08 05:48:56
450
th3yluv.c3
C3HaveMotion💸🥷 :
Claim without sound
2023-10-08 15:31:11
266
salnaa44
🧚‍♀️ :
CLAIM
2023-10-08 05:53:53
247
2wocky2fenti
Fentiburns💮 :
No school Monday
2023-10-08 03:10:21
85
favnessa44
𝒱👸🏻. :
Freee
2023-10-08 15:12:36
30
zariyahleviste16
Z.A.R.I :
claimmmmm aaron
2023-10-08 03:20:30
4
lalouleloup6
Marylou piché :
Free
2023-10-08 15:17:26
4
z0_l17
. :
Free
2023-10-08 03:13:27
4
whoischloeford
chlooooo :
free
2023-10-08 03:13:57
4
yojay0oo
J 🫆 :
Claim without sound
2023-10-08 09:39:01
3
lorexxi4
Никита :
Free
2023-10-08 06:17:14
3
user2954938927
𝓜👑 :
Free
2023-10-08 15:18:26
3
heartz4angellaa._
Dw1ssappoint :
Claimed w out sound
2023-10-08 18:25:22
3
lv._.tina
Tina💋💋 :
claim without sound
2023-10-08 18:57:48
3
tsvitorkovaa
terez :
free
2023-10-08 10:54:20
2
aa_april4
𝐚𝐩𝐫𝐢𝐥 ♡︎ :
CLAIMING WITHOUT SOUND
2023-10-08 16:06:41
2
pay08frr
$$$ :
free
2023-10-08 15:16:35
2
..mimizkissesx
Mimizzz💝🙀 :
CLAIMING SO HARD BC WE HAVE A TRIP TOGETHER MONDAY
2023-10-08 03:16:10
2
beth_.066
bb :
free
2023-10-08 15:25:09
2
melyssamcr
No longer :
free
2023-10-08 03:15:54
2
markvincentcordov
Vinz.Karlsefni :
CLAIM
2023-10-08 13:24:03
2
To see more videos from user @bvbyjunior_, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Aku menyebut namamu dalam setiap hisapan—bukan sebagai zikir yang menenteramkan, melainkan sebagai residu dari cinta yang terbakar, menjelma asap dan melayang tanpa alamat pulang. Sebatang rokok di tanganku tak lagi sekadar candu, ia adalah mantra tembakau, ritual harian untuk merawat absensimu yang tak mau mati. Nikotin adalah bahasa tubuh yang gagal bicara: ia merambati paru-paruku bukan untuk hidup, tetapi untuk menyampaikan kabar duka yang tak sanggup kuucapkan lewat suara. Sementara kopi… di cangkir yang tak lagi mengepul itu, aromanya adalah sugesti waktu yang beku, dan setiap teguknya adalah konsonan getir dari sebuah surat cinta yang tak sempat kutulis. Kafein di nadiku tak membuatku terjaga dari mimpi buruk, justru menancapkan ingatan akan percakapan-percakapan yang tak selesai, di antara denting sendok dan kepulan kopi hitam yang tak pernah benar-benar kita bagi sampai habis. Aku duduk di meja kayu tua yang permukaannya masih menyimpan bekas sidik jarimu—sidik jari seorang pengkhianat yang pernah bersumpah tak akan pergi, namun pulang kepada orang lain dengan tubuh utuh, meninggalkanku sebagai serbuk ampas yang bahkan enggan kau bersihkan dari dasar cangkir. Asbakku kini menyerupai museum kecil: berisi artefak luka, sisa-sisa perjanjian yang kau tinggalkan dalam bentuk puntung dan abu. Setiap abu yang jatuh adalah pengakuan: bahwa aku telah menjadi altar bagi segala yang tak selesai, dan tubuhku ini adalah rumah ibadah bagi roh-roh cinta yang mati mendadak. Dan jika cinta itu masih hidup—maka ia kini tinggal di sela-sela gusi yang menghitam, di napas yang sesak oleh rindu yang berkarat, dan di ruang dada yang telah menjadi katedral kenangan, di mana kau masih kukenang, bukan sebagai kekasih, tapi sebagai dewa kecil yang pernah kusembah dan kini kutinggalkan dengan bekas luka di altar.
Aku menyebut namamu dalam setiap hisapan—bukan sebagai zikir yang menenteramkan, melainkan sebagai residu dari cinta yang terbakar, menjelma asap dan melayang tanpa alamat pulang. Sebatang rokok di tanganku tak lagi sekadar candu, ia adalah mantra tembakau, ritual harian untuk merawat absensimu yang tak mau mati. Nikotin adalah bahasa tubuh yang gagal bicara: ia merambati paru-paruku bukan untuk hidup, tetapi untuk menyampaikan kabar duka yang tak sanggup kuucapkan lewat suara. Sementara kopi… di cangkir yang tak lagi mengepul itu, aromanya adalah sugesti waktu yang beku, dan setiap teguknya adalah konsonan getir dari sebuah surat cinta yang tak sempat kutulis. Kafein di nadiku tak membuatku terjaga dari mimpi buruk, justru menancapkan ingatan akan percakapan-percakapan yang tak selesai, di antara denting sendok dan kepulan kopi hitam yang tak pernah benar-benar kita bagi sampai habis. Aku duduk di meja kayu tua yang permukaannya masih menyimpan bekas sidik jarimu—sidik jari seorang pengkhianat yang pernah bersumpah tak akan pergi, namun pulang kepada orang lain dengan tubuh utuh, meninggalkanku sebagai serbuk ampas yang bahkan enggan kau bersihkan dari dasar cangkir. Asbakku kini menyerupai museum kecil: berisi artefak luka, sisa-sisa perjanjian yang kau tinggalkan dalam bentuk puntung dan abu. Setiap abu yang jatuh adalah pengakuan: bahwa aku telah menjadi altar bagi segala yang tak selesai, dan tubuhku ini adalah rumah ibadah bagi roh-roh cinta yang mati mendadak. Dan jika cinta itu masih hidup—maka ia kini tinggal di sela-sela gusi yang menghitam, di napas yang sesak oleh rindu yang berkarat, dan di ruang dada yang telah menjadi katedral kenangan, di mana kau masih kukenang, bukan sebagai kekasih, tapi sebagai dewa kecil yang pernah kusembah dan kini kutinggalkan dengan bekas luka di altar.

About