@misomoyi.real: YAAAAAA

misomoyi.real
misomoyi.real
Open In TikTok:
Region: US
Sunday 20 October 2024 03:52:25 GMT
210119
26239
552
2516

Music

Download

Comments

peso_deidad_1221
Y🌟 :
hay dios mio🗣️
2025-01-02 16:53:05
0
devblingbling
🇺🇸~devblingbling~🇺🇸 :
I’m a country
2024-10-20 09:10:57
2
tixtickets
tixtickets :
stop my hand is tired
2024-10-24 03:14:42
30
jimmyboi1022_editz
Evan’s Mary :
you Lucky I can't draw 😭
2024-10-22 20:08:17
184
whatif727
Nagi Seishiro :
Ima lie this is so cute I like two of them dancing!
2024-10-21 02:37:22
3
n1aaa__a
Nia :
reminds me of mika kit
2024-10-20 15:20:22
73
asistent97
Pyani :
пацаны я мармеладки хаваю
2025-01-06 07:06:29
3
mika_kitua148_antirule34
🔞❌☦️٭☡Mika_kitUA148٭💤☦️ツ🇺🇦 :
i love it❤❤❤
2024-10-21 06:34:40
3
thecrappysign
revealed :
Wait who's the second? Is it your twin sister?
2024-10-20 04:44:33
1
wandering_imlost
Aur1e<3 :
If I could draw, the things I would be doing would send me to fucking Rykers bro
2024-10-27 02:22:27
0
die.ene_dilan
i follow back :
Grey and wenda?
2024-11-21 09:53:30
2
toggy_realybadgamemaker
toggy :
bro I'm wonder of u
2024-10-20 07:57:05
3
frett_the_fennec_fox
Frett 🐾 :
MISO AND SELOO!!! [happy]
2024-10-20 13:13:46
4
femoz_teftelki
☦️Keiton_Murphy☦️ :
по ней 34 есть?
2024-10-20 07:16:09
105
cartoon_said_gamer777
!Cartoon_said_gamer_pro777! :
pensé que era wenda y gray
2024-10-29 03:32:40
13
countriespony2
ᥬငုံးဥပြုတ် ᭄ :
You two are so cute :33 ❤️
2024-10-20 03:56:34
33
poorman1168
𝖆lex :
i did not place this brick
2024-10-20 11:44:12
5
certifiedoutetverse
El!te (discontinued) :
game is game
2024-11-12 05:52:32
1
fer012401
Nandox_369 :
tengo una pregunta para miso, ¿cómo haces tus animaciones?
2024-10-20 11:11:28
8
leanxd10
leanxd :
ya no hay rule muchacho :(
2024-10-20 23:33:48
16
fossilflowerceo
🌸 𓎟𓎟 𓏵 vinestaff ⸝⸝ :
Homura and madoka?
2024-10-21 01:23:14
0
mika_kitesp1
ᴹⁱᶜʰᵘᴸᵒᵛᵉʳ ⁽ ᴬʳˡᵉᵗʰ⁾❤️‍🩹🫀 :
hey miso I'm you're fan can I get...an hi? ><
2024-10-20 15:48:56
9
bigbootylatina242
user08012915590 :
THE JIGGLE PHYSICS
2024-11-10 15:33:24
0
To see more videos from user @misomoyi.real, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Angin malam menyentuh wajahmu seperti pisau dingin, menggigit kulit dengan kasar. Di atas gedung tua yang sudah berkarat ini, kamu berjongkok di samping senapan yang terpasang rapi. Tangamu tetap sibuk mengatur teleskop, memeriksa ulang peluru, dan menyesuaikan arah angin. Namun, tak peduli seberapa fokus kamu mencoba terlihat, satu hal yang tak bisa kamu lawan: kebosanan. Kamu melirik ke arah Heeseung yang berdiri tak jauh darimu. Posturnya tegap, bahunya kaku. Matanya mengawasi jalanan di bawah dengan pandangan tajam dan tak kenal ampun. Ia seperti bayangan—tenang, tak bergerak, tapi kamu tahu, di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang hidup… dan menyakitkan. “Masih belum muncul,” bisikmu pelan, tapi cukup untuk didengar. “Terlalu sepi malam ini.” Heeseung tak langsung menjawab. Tapi kamu tahu dia mendengar. Kamu tetap menatapnya. Menunggu. Beberapa detik berlalu sebelum suaranya terdengar—lebih lembut dari yang kamu perkirakan. “Fokus, sayang.” Nada suaranya bukan perintah, bukan teguran. Hanya pengingat lembut, dibalut perhatian yang disembunyikan di antara ketegasan. Kamu mendekat sedikit, lututmu nyaris menyentuh sepatunya. “Aku bisa fokus dan tetap bicara, tahu.” Heeseung menoleh akhirnya. Pandangannya bertemu dengan matamu—gelap, dalam, tapi tidak dingin. Ada sesuatu di sana. Cemas yang tak dia ucapkan. Lelah yang hanya kamu yang tahu. “Satu detik gangguan bisa bikin kamu nggak pulang malam ini,” gumamnya pelan. “Aku nggak mau ambil risiko.” Kalimat itu lebih dari cukup untuk membungkammu. Tapi juga membuat dadamu terasa aneh. Hangat. Terlindungi. Beberapa detik hening. Lalu dia bicara lagi. “Target keluar dalam tiga... dua...” Kamu segera siaga. Matamu masuk ke teleskop, membidik jalan kecil di antara dua bangunan kumuh. Seorang pria berjalan cepat, mengenakan hoodie merah. Di belakangnya, dua orang lain mengikuti, membawa sesuatu di balik jaket. “Got him,” bisikmu. Jari telunjukmu perlahan menekan pelatuk. Dentuman peluru memecah malam. Tubuh pria itu terhuyung, jatuh seketika. Dua orang di belakangnya panik, tapi sebelum mereka bisa kabur, Heeseung sudah menghilang dari pandanganmu. Kamu tetap mengawasi dari atas, tapi fokusmu mulai kabur saat mendengar suara samar dari bawah—pisau menusuk, napas tercekat, tubuh terhempas ke beton. Hening. Lalu langkah kaki cepat menapak naik kembali. Saat pintu besi terbuka, Heeseung berdiri di sana. Nafasnya berat. Darah menodai lengannya, sebagian mengenai kerah bajunya. Tapi yang paling menarik perhatianmu: pelipisnya berdarah, terbuka kecil. “Biar aku lihat,” katamu cepat. Kamu bangkit, menghampirinya tanpa ragu. Tangamu menyentuh wajahnya, menyapu luka kecil itu perlahan. Heeseung tak bergerak. Dia membiarkanmu menyentuhnya, bahkan sedikit menunduk agar kamu bisa lebih mudah menjangkaunya. “Kamu harus bilang kalau kena,” gumammu. “Aku tahu kamu akan tetap periksa,” balasnya pelan. Tangannya terangkat, menyentuh sisi pinggangmu. Hangat, protektif. Sentuhannya bukan sekadar kebiasaan. Itu kebutuhan. Kalian berdiri sangat dekat. Napasmu saling bertemu. Dalam diam, Heeseung menatapmu lekat-lekat. “Aku benci tempat ini,” ucapmu lirih. “Benci suara peluru. Benci darah. Tapi aku selalu kembali... karena kamu.” Heeseung tidak menjawab. Tapi ia memiringkan wajahnya sedikit, menyentuhkan dahinya ke keningmu. “Kalau aku kehilangan kamu,” bisiknya, “aku nggak tahu apa yang akan aku lindungi setelah ini.” Suaranya rendah, nyaris patah. Tapi bukan kelemahan. Itu luka yang tak pernah sembuh—dan hanya kamu yang dia biarkan menyentuhnya. Kamu menutup mata, membiarkan keheningan memeluk kalian sejenak. Di dunia yang selalu memaksa kalian untuk jadi pembunuh, hanya dalam jarak sekecil ini kalian bisa jadi manusia. “Satu tembakan,” bisikmu. “Tapi rasa bersalahnya seperti sepuluh luka yang nggak pernah sembuh.” Heeseung menarikmu ke dalam pelukannya. Tangannya melingkari punggungmu erat. Tak ada janji manis. Tak ada ‘kita akan selamat.’ Tapi pelukannya cukup. Untuk malam ini. Next? #pov #leeheeseung #heeseung #fyp
Angin malam menyentuh wajahmu seperti pisau dingin, menggigit kulit dengan kasar. Di atas gedung tua yang sudah berkarat ini, kamu berjongkok di samping senapan yang terpasang rapi. Tangamu tetap sibuk mengatur teleskop, memeriksa ulang peluru, dan menyesuaikan arah angin. Namun, tak peduli seberapa fokus kamu mencoba terlihat, satu hal yang tak bisa kamu lawan: kebosanan. Kamu melirik ke arah Heeseung yang berdiri tak jauh darimu. Posturnya tegap, bahunya kaku. Matanya mengawasi jalanan di bawah dengan pandangan tajam dan tak kenal ampun. Ia seperti bayangan—tenang, tak bergerak, tapi kamu tahu, di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang hidup… dan menyakitkan. “Masih belum muncul,” bisikmu pelan, tapi cukup untuk didengar. “Terlalu sepi malam ini.” Heeseung tak langsung menjawab. Tapi kamu tahu dia mendengar. Kamu tetap menatapnya. Menunggu. Beberapa detik berlalu sebelum suaranya terdengar—lebih lembut dari yang kamu perkirakan. “Fokus, sayang.” Nada suaranya bukan perintah, bukan teguran. Hanya pengingat lembut, dibalut perhatian yang disembunyikan di antara ketegasan. Kamu mendekat sedikit, lututmu nyaris menyentuh sepatunya. “Aku bisa fokus dan tetap bicara, tahu.” Heeseung menoleh akhirnya. Pandangannya bertemu dengan matamu—gelap, dalam, tapi tidak dingin. Ada sesuatu di sana. Cemas yang tak dia ucapkan. Lelah yang hanya kamu yang tahu. “Satu detik gangguan bisa bikin kamu nggak pulang malam ini,” gumamnya pelan. “Aku nggak mau ambil risiko.” Kalimat itu lebih dari cukup untuk membungkammu. Tapi juga membuat dadamu terasa aneh. Hangat. Terlindungi. Beberapa detik hening. Lalu dia bicara lagi. “Target keluar dalam tiga... dua...” Kamu segera siaga. Matamu masuk ke teleskop, membidik jalan kecil di antara dua bangunan kumuh. Seorang pria berjalan cepat, mengenakan hoodie merah. Di belakangnya, dua orang lain mengikuti, membawa sesuatu di balik jaket. “Got him,” bisikmu. Jari telunjukmu perlahan menekan pelatuk. Dentuman peluru memecah malam. Tubuh pria itu terhuyung, jatuh seketika. Dua orang di belakangnya panik, tapi sebelum mereka bisa kabur, Heeseung sudah menghilang dari pandanganmu. Kamu tetap mengawasi dari atas, tapi fokusmu mulai kabur saat mendengar suara samar dari bawah—pisau menusuk, napas tercekat, tubuh terhempas ke beton. Hening. Lalu langkah kaki cepat menapak naik kembali. Saat pintu besi terbuka, Heeseung berdiri di sana. Nafasnya berat. Darah menodai lengannya, sebagian mengenai kerah bajunya. Tapi yang paling menarik perhatianmu: pelipisnya berdarah, terbuka kecil. “Biar aku lihat,” katamu cepat. Kamu bangkit, menghampirinya tanpa ragu. Tangamu menyentuh wajahnya, menyapu luka kecil itu perlahan. Heeseung tak bergerak. Dia membiarkanmu menyentuhnya, bahkan sedikit menunduk agar kamu bisa lebih mudah menjangkaunya. “Kamu harus bilang kalau kena,” gumammu. “Aku tahu kamu akan tetap periksa,” balasnya pelan. Tangannya terangkat, menyentuh sisi pinggangmu. Hangat, protektif. Sentuhannya bukan sekadar kebiasaan. Itu kebutuhan. Kalian berdiri sangat dekat. Napasmu saling bertemu. Dalam diam, Heeseung menatapmu lekat-lekat. “Aku benci tempat ini,” ucapmu lirih. “Benci suara peluru. Benci darah. Tapi aku selalu kembali... karena kamu.” Heeseung tidak menjawab. Tapi ia memiringkan wajahnya sedikit, menyentuhkan dahinya ke keningmu. “Kalau aku kehilangan kamu,” bisiknya, “aku nggak tahu apa yang akan aku lindungi setelah ini.” Suaranya rendah, nyaris patah. Tapi bukan kelemahan. Itu luka yang tak pernah sembuh—dan hanya kamu yang dia biarkan menyentuhnya. Kamu menutup mata, membiarkan keheningan memeluk kalian sejenak. Di dunia yang selalu memaksa kalian untuk jadi pembunuh, hanya dalam jarak sekecil ini kalian bisa jadi manusia. “Satu tembakan,” bisikmu. “Tapi rasa bersalahnya seperti sepuluh luka yang nggak pernah sembuh.” Heeseung menarikmu ke dalam pelukannya. Tangannya melingkari punggungmu erat. Tak ada janji manis. Tak ada ‘kita akan selamat.’ Tapi pelukannya cukup. Untuk malam ini. Next? #pov #leeheeseung #heeseung #fyp

About