@w8.tg: بلسم مو باسم 😔🦋

ZAHRAA
ZAHRAA
Open In TikTok:
Region: IQ
Monday 24 March 2025 01:27:21 GMT
30157
2640
22
311

Music

Download

Comments

sador20103
. :
منشوراتچ تچننن 🦋🦋💋
2025-04-15 18:15:29
2
rx.___16
رَ :
ايي وربي 😔🤍.
2025-04-01 23:08:01
1
noor.tamal0
نوࢪ 🇮🇶🤍 :
اخذت الفديو عادي 😞✨
2025-04-26 23:17:53
0
rabab96__
𝐌𝐈𝐒𝐒 𝐑𝐀𝐁𝐀𝐁 🦋 :
الروح والرية 💚
2025-04-20 19:43:50
0
ruqayyah1728
Ruqayyah ✨ :
عشق باسم الكربلائي 🥰
2025-04-25 16:51:17
0
user72440910055784
فارس الخيكاني :
اي وعلي 😔
2025-04-09 16:14:20
0
1777lx
111 . :
حقيقي 💚💚💚💚💚💚
2025-03-24 21:35:23
0
muoqta.tafat
مـشـآعر؟ :
💔💔💔
2025-03-24 01:31:10
2
malakalqulub207
تـرگـᬽـ꙰💙𝄠ۛـمانـيه :
🥺🥺🥺
2025-03-24 02:27:20
1
_ab595
﮼بنة❤️‍🩹🪬 :
💔💔
2025-03-24 01:56:02
1
dxzpp
𝙎𝙖𝙙𝙞𝙦 𝘼𝙡-𝘼𝙗𝙖𝙙𝙞 :
😔😔😔
2025-03-24 01:30:36
1
llzla
قاسم :
💚
2025-05-01 08:56:15
0
user9z2wxhqrji
🤎 :
2025-04-24 13:42:41
0
user2322199717230
✨ محمد حسين ✨ :
💔💔♥️♥️♥️🥺🥺🥺
2025-04-13 06:02:26
0
modde_m0
𓏺 𓋜 :
💔🥺
2025-03-26 11:37:45
0
lhh2008
حـوٍيدر H🇬🇧🍃¹R: :
🥺🥺🥺
2025-03-24 15:49:10
0
lit12_2006
فـ⃪𔘓̸ـلآنــهه♡ :
❤✨
2025-03-24 08:21:06
0
To see more videos from user @w8.tg, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Aku menyebut namamu dalam setiap hisapan—bukan sebagai zikir yang menenteramkan, melainkan sebagai residu dari cinta yang terbakar, menjelma asap dan melayang tanpa alamat pulang. Sebatang rokok di tanganku tak lagi sekadar candu, ia adalah mantra tembakau, ritual harian untuk merawat absensimu yang tak mau mati. Nikotin adalah bahasa tubuh yang gagal bicara: ia merambati paru-paruku bukan untuk hidup, tetapi untuk menyampaikan kabar duka yang tak sanggup kuucapkan lewat suara. Sementara kopi… di cangkir yang tak lagi mengepul itu, aromanya adalah sugesti waktu yang beku, dan setiap teguknya adalah konsonan getir dari sebuah surat cinta yang tak sempat kutulis. Kafein di nadiku tak membuatku terjaga dari mimpi buruk, justru menancapkan ingatan akan percakapan-percakapan yang tak selesai, di antara denting sendok dan kepulan kopi hitam yang tak pernah benar-benar kita bagi sampai habis. Aku duduk di meja kayu tua yang permukaannya masih menyimpan bekas sidik jarimu—sidik jari seorang pengkhianat yang pernah bersumpah tak akan pergi, namun pulang kepada orang lain dengan tubuh utuh, meninggalkanku sebagai serbuk ampas yang bahkan enggan kau bersihkan dari dasar cangkir. Asbakku kini menyerupai museum kecil: berisi artefak luka, sisa-sisa perjanjian yang kau tinggalkan dalam bentuk puntung dan abu. Setiap abu yang jatuh adalah pengakuan: bahwa aku telah menjadi altar bagi segala yang tak selesai, dan tubuhku ini adalah rumah ibadah bagi roh-roh cinta yang mati mendadak. Dan jika cinta itu masih hidup—maka ia kini tinggal di sela-sela gusi yang menghitam, di napas yang sesak oleh rindu yang berkarat, dan di ruang dada yang telah menjadi katedral kenangan, di mana kau masih kukenang, bukan sebagai kekasih, tapi sebagai dewa kecil yang pernah kusembah dan kini kutinggalkan dengan bekas luka di altar.
Aku menyebut namamu dalam setiap hisapan—bukan sebagai zikir yang menenteramkan, melainkan sebagai residu dari cinta yang terbakar, menjelma asap dan melayang tanpa alamat pulang. Sebatang rokok di tanganku tak lagi sekadar candu, ia adalah mantra tembakau, ritual harian untuk merawat absensimu yang tak mau mati. Nikotin adalah bahasa tubuh yang gagal bicara: ia merambati paru-paruku bukan untuk hidup, tetapi untuk menyampaikan kabar duka yang tak sanggup kuucapkan lewat suara. Sementara kopi… di cangkir yang tak lagi mengepul itu, aromanya adalah sugesti waktu yang beku, dan setiap teguknya adalah konsonan getir dari sebuah surat cinta yang tak sempat kutulis. Kafein di nadiku tak membuatku terjaga dari mimpi buruk, justru menancapkan ingatan akan percakapan-percakapan yang tak selesai, di antara denting sendok dan kepulan kopi hitam yang tak pernah benar-benar kita bagi sampai habis. Aku duduk di meja kayu tua yang permukaannya masih menyimpan bekas sidik jarimu—sidik jari seorang pengkhianat yang pernah bersumpah tak akan pergi, namun pulang kepada orang lain dengan tubuh utuh, meninggalkanku sebagai serbuk ampas yang bahkan enggan kau bersihkan dari dasar cangkir. Asbakku kini menyerupai museum kecil: berisi artefak luka, sisa-sisa perjanjian yang kau tinggalkan dalam bentuk puntung dan abu. Setiap abu yang jatuh adalah pengakuan: bahwa aku telah menjadi altar bagi segala yang tak selesai, dan tubuhku ini adalah rumah ibadah bagi roh-roh cinta yang mati mendadak. Dan jika cinta itu masih hidup—maka ia kini tinggal di sela-sela gusi yang menghitam, di napas yang sesak oleh rindu yang berkarat, dan di ruang dada yang telah menjadi katedral kenangan, di mana kau masih kukenang, bukan sebagai kekasih, tapi sebagai dewa kecil yang pernah kusembah dan kini kutinggalkan dengan bekas luka di altar.

About