Fdóz - :
᠌Menurut gue pribadi, kalau disuruh milih antara dimsum bakso bakal pilih dimsum. Bukan tanpa alasan, tapi karena dari segi rasa, tekstur, sampai vibes makannya, dimsum tuh punya keunikan dan pesona yang nggak bisa disaingi sama siomay. Siomay memang klasik, banyak yang suka, tapi buat gue pribadi, rasanya tuh gitu-gitu aja. Saus kacangnya itu-itu doang, kadang kebanyakan, kadang malah hambar. Dan entah kenapa, tiap kali makan siomay, rasanya kayak makan karena terpaksa, bukan karena bener-bener pengen.
Dimsum itu beda. Ada banyak variasi, dari hakau, siomay udang, ceker ayam, sampai bakpao isi yang lembutnya kayak awan. Setiap gigitan tuh kayak eksplorasi rasa yang nggak habis-habis. Teksturnya juga unik—kenyalnya kulit, lembutnya isi, dan gurih yang meledak di mulut bikin pengalaman makan dimsum itu nggak pernah membosankan. Dan yang paling gue suka, dimsum tuh bisa dimakan rame-rame. Disajikan di kukusan bambu, masih hangat, bikin suasana makan jadi lebih hangat juga.
Aromanya pun khas. Ada aroma kukusan, sedikit wangi bawang putih dan minyak wijen yang bikin lapar bahkan sebelum suapan pertama. Bandingin sama siomay yang lebih mengandalkan saus—kalau sausnya nggak enak, ya gagal total. Tapi dimsum? Bahkan tanpa saus pun tetap nikmat.
Kelebihan lain dimsum adalah fleksibilitasnya. Mau makan berat? Bisa. Mau ngemil santai? Bisa juga. Mau yang halal atau non-halal? Banyak pilihan. Mau yang goreng atau kukus? Ada semua. Dan semua variannya punya keunikan masing-masing. Gak kayak siomay yang isinya cuma itu-itu aja—kubis, telur, tahu, dan kentang.
Dan yang nggak kalah penting: estetikanya. Dimsum tuh cantik dilihat. Warna-warnanya menarik, penyajiannya rapi. Makan dimsum tuh bukan cuma soal kenyang, tapi juga soal pengalaman. Ada rasa puas yang nggak bisa dijelasin tiap kali selesai makan dimsum.
Jadi kalau ditanya, gue tim dimsum. Selalu. Karena buat gue, dimsum bukan sekadar makanan, tapi seni dalam tiap suapan.
2025-05-15 07:16:32