@arlan_502: El payaso quiere jugar 🤡 #it #pelicula 🎬 #series #fytシ #videoviral #paratii #fyp #foryoupage #ponmeenparatitiktok

I'm Arlan ♉
I'm Arlan ♉
Open In TikTok:
Region: GT
Sunday 18 May 2025 13:32:40 GMT
6712011
366081
964
12035

Music

Download

Comments

garpd25
Unknow :
IT fue más suave con los perdedores la neta
2025-12-02 21:04:45
375
team.dragon.ball607
team dragon ball :
aun me pregunto cual es el secreto?
2025-05-18 20:43:35
3634
victormanuelcardo98
🕊️💔 :
Como se llama la película
2025-05-18 21:46:11
56
griselbolivia
@ G.bolivia 💕 :
como se llama 😨😨
2025-05-18 16:58:35
45
michaelzito28
Fabian ↳ ↱🌩 :
name? del anime
2025-11-29 08:28:31
0
osmardelacruz10
prepara_esas_nlgs_porque_osmar :
el buscador: cuál era el secreto de richie
2025-07-13 03:40:14
188
ghostfacewdf1896
Ghostface96 :
hora de flotar 🗣️🗣️‼️
2025-12-02 01:12:19
166
alexa_pol_off123
⋆˚𝜗𝜚˚⋆💙alexa💙⋆˚𝜗𝜚˚⋆ :
Me estrañaste Richie 👹❤️‍🔥🗣️(siganle)
2025-05-19 22:37:10
244
arlan_502
I'm Arlan ♉ :
El secreto de Richie
2025-06-22 13:14:42
6
levi.xd0
Levi XD :
Nunca supe cuál era el secreto xddd
2025-05-19 02:55:26
349
heartbee46
Heartbee :
nunca supe cual era su secreto, tal vez ni lo recuerdo 😭
2025-05-18 23:29:25
505
jorges203
Jorges :
Al final se pone bien feo xD
2025-05-18 22:45:54
4286
gojosatoru_025
Gabimaru🗣️🔥 :
2025-12-05 01:42:45
0
ronaldo_5o2
乂ʀonaldo⁵⁰²᭄ :
como se llama y esta en netflix?
2025-05-22 20:49:10
2
keyncraft
Gomer👻 :
Creo que el secreto de Richie es que m4t0 a su madre o creo que era otro
2025-05-30 19:41:31
49
laws652
Law's 🌀♦️ :
no veo it, pero ese es el que dice "guerra de rocas?
2025-11-29 01:24:45
21
angelchacaj4622
Angel Gabriel :
nombre de la pelicula porfa
2025-05-22 16:16:18
3
.football_cr76
😊❤️sinsenossihayparaiso❤️😊 :
cómo se llama
2025-05-18 23:08:50
3
.......luismatosjr
@ David matos # .. 👹✳️ :
cómo se llama la película
2025-05-29 22:53:26
4
adrielsebastiangu
xd :
2025-11-30 03:57:29
1
val_91920
chinita 🌸 :
cómo se llama la película?
2025-05-21 01:28:58
6
jesus.villarreal860
Jesus Villarreal :
como se llama la peli me disen el nonbre porfa 😚☺😊
2025-05-27 19:36:16
4
aroaagarciiiaaaa
𝒶𝓇ℴ𝒶 :
Anuló cualquier maldición 🍀🍀🍀
2025-05-26 19:20:14
273
secayoelcerro
acuña🗿 :
la parte favorita es cuando dijo:todos esos logros esos abdominales no quitan en el fondo que eres un perdedor muy muy gordo que siempre supo que moriría solo esa parte farmeo mucha aura
2025-12-05 00:49:14
0
3stoyentodosl4dos
estoy en todos lados :
cuál era su secreto?
2025-05-20 16:21:40
80
To see more videos from user @arlan_502, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Pertanyaan tentang apa yang terjadi setelah kematian selalu menghantui manusia. Surga dan neraka bukan sekadar konsep religius, tetapi juga refleksi mendalam tentang moralitas, makna hidup, dan keadilan. Dalam tradisi Barat, para filsuf telah menafsirkan kehidupan setelah mati dengan beragam pendekatan: ada yang melihatnya sebagai realitas metafisik, ada yang menolaknya sebagai ilusi moral, dan ada pula yang menganggapnya simbol dari kondisi batin manusia. Dari Plato hingga Jean-Paul Sartre, gagasan tentang surga dan neraka menjadi cermin pergulatan manusia antara pengharapan akan keabadian dan kesadaran akan kefanaan. [Plato dan Dunia Ide: Jiwa yang Rindu Pulang] Dalam dialog Phaedo, Plato menggambarkan jiwa sebagai sesuatu yang abadi dan terpisah dari tubuh. Dunia jasmani hanyalah bayangan dari dunia ide yang sempurna. Kematian bagi Plato bukan akhir, tetapi kembalinya jiwa ke asalnya — ke dunia yang murni dan kekal. Surga, dalam pandangan ini, bukanlah tempat fisik, melainkan keadaan di mana jiwa terbebas dari belenggu tubuh dan bersatu dengan kebenaran sejati. Sebaliknya, neraka adalah kondisi jiwa yang tetap terikat pada nafsu duniawi dan gagal mencapai pengetahuan tentang yang baik dan indah. Pandangan Plato memberikan dasar bagi banyak pemikiran Kristen awal tentang kehidupan setelah mati. Konsep jiwa yang abadi dan pemisahan antara dunia sementara dan kekal kemudian memengaruhi teologi para Bapa Gereja seperti Agustinus. [Agustinus dan Realitas Surga serta Neraka] Agustinus dari Hippo (354–430) memadukan filsafat Plato dengan iman Kristen. Dalam karyanya De Civitate Dei (Kota Allah), ia menegaskan bahwa sejarah manusia menuju dua tujuan akhir: Kota Allah (surga) dan Kota Dunia (neraka). Surga adalah kesatuan abadi dengan Allah, sementara neraka adalah keterpisahan total dari-Nya. Namun, bagi Agustinus, surga dan neraka tidak hanya realitas eskatologis, melainkan juga pengalaman rohani yang dimulai sejak sekarang: manusia yang hidup dalam kasih dan kebenaran sudah mulai merasakan cicipan surga, sedangkan yang hidup dalam dosa dan egoisme sudah mulai mencicipi neraka. [Thomas Aquinas dan Logika Keadilan Ilahi] Thomas Aquinas kemudian mengembangkan pemikiran ini dalam kerangka teologi skolastik. Ia berpendapat bahwa surga dan neraka merupakan konsekuensi logis dari kebebasan manusia. Karena manusia diciptakan dengan kehendak bebas, maka pilihan moralnya memiliki akibat kekal. Surga adalah visi beatifik — kebahagiaan tertinggi dalam memandang Allah muka dengan muka; neraka adalah penderitaan batin karena kehilangan tujuan sejati, yaitu Allah sendiri. Dengan demikian, bagi Aquinas, surga dan neraka bukan sekadar hukuman atau hadiah, melainkan hasil dari pilihan bebas manusia terhadap kebenaran atau penolakan terhadapnya. [Descartes dan Dualisme Jiwa-Raga] Rene Descartes (1596–1650) memperkuat gagasan tentang keabadian jiwa melalui dualisme: manusia terdiri dari substansi berpikir (jiwa) dan substansi yang diperluas (tubuh). Jiwa bersifat abadi karena ia berpikir, sementara tubuh bersifat fana. Namun, berbeda dengan Plato dan Agustinus, Descartes melihat jiwa secara rasional, bukan spiritual. Dengan demikian, kehidupan setelah mati bukan lagi soal keselamatan moral, melainkan kelanjutan dari eksistensi kesadaran yang tidak bergantung pada materi. [Kant dan Moralitas Pasca-Kematian] Immanuel Kant (1724–1804) menolak bahwa kehidupan setelah mati dapat dibuktikan secara empiris, tetapi ia menegaskan bahwa keberadaannya perlu secara moral. Dalam Critique of Practical Reason, Kant menyebut keabadian jiwa dan keberadaan Allah sebagai postulat rasio praktis: asumsi yang diperlukan agar moralitas memiliki makna. Jika tidak ada kehidupan setelah mati, maka keadilan sejati tidak pernah tercapai. Dengan demikian, bagi Kant, surga dan neraka adalah dimensi etis — representasi dari keadilan moral universal, bukan realitas empiris. #teologi #kristen #awam #surga #neraka
Pertanyaan tentang apa yang terjadi setelah kematian selalu menghantui manusia. Surga dan neraka bukan sekadar konsep religius, tetapi juga refleksi mendalam tentang moralitas, makna hidup, dan keadilan. Dalam tradisi Barat, para filsuf telah menafsirkan kehidupan setelah mati dengan beragam pendekatan: ada yang melihatnya sebagai realitas metafisik, ada yang menolaknya sebagai ilusi moral, dan ada pula yang menganggapnya simbol dari kondisi batin manusia. Dari Plato hingga Jean-Paul Sartre, gagasan tentang surga dan neraka menjadi cermin pergulatan manusia antara pengharapan akan keabadian dan kesadaran akan kefanaan. [Plato dan Dunia Ide: Jiwa yang Rindu Pulang] Dalam dialog Phaedo, Plato menggambarkan jiwa sebagai sesuatu yang abadi dan terpisah dari tubuh. Dunia jasmani hanyalah bayangan dari dunia ide yang sempurna. Kematian bagi Plato bukan akhir, tetapi kembalinya jiwa ke asalnya — ke dunia yang murni dan kekal. Surga, dalam pandangan ini, bukanlah tempat fisik, melainkan keadaan di mana jiwa terbebas dari belenggu tubuh dan bersatu dengan kebenaran sejati. Sebaliknya, neraka adalah kondisi jiwa yang tetap terikat pada nafsu duniawi dan gagal mencapai pengetahuan tentang yang baik dan indah. Pandangan Plato memberikan dasar bagi banyak pemikiran Kristen awal tentang kehidupan setelah mati. Konsep jiwa yang abadi dan pemisahan antara dunia sementara dan kekal kemudian memengaruhi teologi para Bapa Gereja seperti Agustinus. [Agustinus dan Realitas Surga serta Neraka] Agustinus dari Hippo (354–430) memadukan filsafat Plato dengan iman Kristen. Dalam karyanya De Civitate Dei (Kota Allah), ia menegaskan bahwa sejarah manusia menuju dua tujuan akhir: Kota Allah (surga) dan Kota Dunia (neraka). Surga adalah kesatuan abadi dengan Allah, sementara neraka adalah keterpisahan total dari-Nya. Namun, bagi Agustinus, surga dan neraka tidak hanya realitas eskatologis, melainkan juga pengalaman rohani yang dimulai sejak sekarang: manusia yang hidup dalam kasih dan kebenaran sudah mulai merasakan cicipan surga, sedangkan yang hidup dalam dosa dan egoisme sudah mulai mencicipi neraka. [Thomas Aquinas dan Logika Keadilan Ilahi] Thomas Aquinas kemudian mengembangkan pemikiran ini dalam kerangka teologi skolastik. Ia berpendapat bahwa surga dan neraka merupakan konsekuensi logis dari kebebasan manusia. Karena manusia diciptakan dengan kehendak bebas, maka pilihan moralnya memiliki akibat kekal. Surga adalah visi beatifik — kebahagiaan tertinggi dalam memandang Allah muka dengan muka; neraka adalah penderitaan batin karena kehilangan tujuan sejati, yaitu Allah sendiri. Dengan demikian, bagi Aquinas, surga dan neraka bukan sekadar hukuman atau hadiah, melainkan hasil dari pilihan bebas manusia terhadap kebenaran atau penolakan terhadapnya. [Descartes dan Dualisme Jiwa-Raga] Rene Descartes (1596–1650) memperkuat gagasan tentang keabadian jiwa melalui dualisme: manusia terdiri dari substansi berpikir (jiwa) dan substansi yang diperluas (tubuh). Jiwa bersifat abadi karena ia berpikir, sementara tubuh bersifat fana. Namun, berbeda dengan Plato dan Agustinus, Descartes melihat jiwa secara rasional, bukan spiritual. Dengan demikian, kehidupan setelah mati bukan lagi soal keselamatan moral, melainkan kelanjutan dari eksistensi kesadaran yang tidak bergantung pada materi. [Kant dan Moralitas Pasca-Kematian] Immanuel Kant (1724–1804) menolak bahwa kehidupan setelah mati dapat dibuktikan secara empiris, tetapi ia menegaskan bahwa keberadaannya perlu secara moral. Dalam Critique of Practical Reason, Kant menyebut keabadian jiwa dan keberadaan Allah sebagai postulat rasio praktis: asumsi yang diperlukan agar moralitas memiliki makna. Jika tidak ada kehidupan setelah mati, maka keadilan sejati tidak pernah tercapai. Dengan demikian, bagi Kant, surga dan neraka adalah dimensi etis — representasi dari keadilan moral universal, bukan realitas empiris. #teologi #kristen #awam #surga #neraka

About