@qwizi_xq: #obanai #kny #demonslayer #demonslayeredit #animeedit

kio
kio
Open In TikTok:
Region: BR
Saturday 24 May 2025 12:15:30 GMT
4190914
564839
2380
38664

Music

Download

Comments

shi_no37
good :
All women want a jealous husband like Iguro 🫦
2025-05-24 21:30:39
4202
osmanj63
OSMAN عثمان 🕷️ :
still waiting for infinite castle movie 😭
2025-05-24 12:23:46
2006
user783159121
Brenda :
mi esposo poso poso poosooo x2
2025-11-21 23:02:59
1
tung.tung.tung.tu069
papa... :
damn Mitsuri is lucky ngl😭
2025-05-26 13:32:55
981
depressed_tomiokagiyuu
𝐓𝐎𝐌𝐈𝐎𝐊𝐀 :
obanai and Sanemi almost entered too early in the Infinity castle
2025-06-05 12:07:36
186
.__.tanjiro._.kamado
.__.tanjiro._.kamado :
Pov muzan's death in the manga
2025-05-25 19:19:51
652
yuichiro_tokito2
skyla :
here Obanai simps.(don't ask why I have this 🤫)
2025-05-25 18:14:36
255
l4cot
⏤͟͟͞͞ 𐌀𐌐𐌄𐌀𐋅𐌀𐌌 ⏤͟͟͞͞ :
I can tell what Mitsuri sees in him 😍😍😍
2025-05-25 16:58:36
806
saku_the_assassin
𝙶𝚊𝚋𝚒𝚖𝚊𝚛𝚞ᵗʰᵉʰᵒˡˡᵒʷ :
IM MARRIED TO HIM BTWWWWWWW [happy]
2025-05-26 20:09:40
62
freya_1669
freya_1669 :
Iguro-San!
2025-10-20 12:47:08
11
justag1nger
justag1nger :
HEAR ME OUT BUT THESE ARE MY PARENTS
2025-09-15 10:48:07
0
bianca_13.000
Biannn🧣⚔️ :
esta bueno el edit y obanai tambien 🫦🫦
2025-05-24 21:07:35
1388
wakasa_obanai
𓆗 𝑳𝒊𝒂𝒎 𓆗 :
OBANAI EU TE AMO
2025-05-24 21:02:08
190
kate.daga0
°•♡Kate Arnilou Daga♡•° :
Obanai Look just alot Like Zane from aphmau 😊😊😊
2025-05-27 00:50:32
7
rendalotus
lotus :
I swear, edits make characters 10x more attractive
2025-05-26 22:04:21
88
kaklintherat
kolton_da_rat :
wait were obanai and sanemi Theoretically the first hasira in the Infinity castle
2025-05-24 21:04:20
158
mitsuri72742
✩Mitsuri kanroji✩ :
IGURO [drool]🫦
2025-09-26 18:19:58
1
na_91111
Лира 丰🎸 :
زوجي
2025-05-25 23:42:47
5
niwaichu
𝓝𝓲𝓦𝓪 ༊*·˚ :
HES SO FINEEEEEEE [lovely]
2025-05-25 15:09:39
83
martiroblox16
Martuu_23 :
esta muy detallado,te recomiendo que le saques algunos detalles,como la ropa.
2025-05-26 15:24:17
381
muzan_.jackson._
Kibutsuji Muzan 🎩 :
Amazing
2025-05-25 06:56:45
67
obamitsu67k
🐍Maya•fan obamitsu💖 :
اوباناي اعظم وافضل واروع واحسن واوسم هاشيرا برأيي حرفيا افضل رجل فديته ختم الترند مال ذي الاغنية🐍🔥
2025-05-25 19:28:55
62
ryu_chaeee
🍀Ryu(❀❛ ꒳ ❛„)🍎 :
SANEMI WHERE
2025-05-25 06:40:35
6
xlmnimation
ULTRA.AURA++ :
infinite castle will be massive
2025-05-25 07:58:10
3
prizrak_0u0_
_𝓜𝓲𝓻𝓪<3_ :
И как он мог считать что не достоин Мицури
2025-05-27 05:38:36
666
To see more videos from user @qwizi_xq, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Sebenernya, ada satu pertanyaan yang dari dulu selalu sengaja dijauhin dari ruang publik: kenapa rakyat gak bisa pecat DPR? Kita disuruh nyoblos, disuruh percaya, disuruh serahin suara dan harapan, tapi setelah mereka duduk di kursi empuk, kita kayak hilang hak buat nuntut balik. Kayak demokrasi ini cuma ritual, bukan kendali. Kayak ada sesuatu yang sengaja diatur biar rakyat cuma jadi penonton. Dan di tengah sunyinya pertanyaan itu, ada lima mahasiswa yang nekat ngebuka pintu yang selama ini dianggap tabu. Mereka datang ke Mahkamah Konstitusi, bukan dengan modal besar, bukan dengan backing politik, tapi dengan satu hal yang sebetulnya lebih menakutkan buat para elit: akal sehat. Mereka bongkar Pasal 239 dalam UU MD3. Pasal yang secara halus tapi kejam bilang: kalau ada anggota DPR yang harus “dipecat”, yang punya tombol itu adalah partai politik. Bukan rakyat. Bukan konstituen. Bukan orang-orang yang suaranya dipinjam waktu kampanye. Dan ketika lo baca itu pelan-pelan, lo sadar: sistem ini dari awal memang dirancang biar rakyat cuma jadi pengantar kursi. Setelah kursinya dipakai, lo dianggap selesai. Lo udah kasih suara, dan sistem gak peduli apa yang terjadi setelahnya. Wakil yang lo pilih bisa diam, tidur, bikin keputusan ngawur, atau bahkan kena kasus — dan lo gak punya satu pun mekanisme buat bilang, “Gue gak mau dia mewakili gue lagi.” Makanya gugatan lima mahasiswa ini jadi kayak palu besar yang dijatuhkan di atas meja elit politik. Mereka bilang: “Kalau DPR bisa ngawasin pemerintah, kenapa rakyat gak bisa ngawasin DPR?” Pertanyaan sederhana, tapi efeknya bisa nyapu satu ruangan kekuasaan. Kelima mahasiswa itu bahkan gak datang cuma buat protes. Mereka bawa simulasi: gimana mekanisme recall yang adil, gimana cara verifikasi rakyat biar gak dipakai buat perang politik, gimana ngatur kuorum, gimana mencegah penyalahgunaan. Artinya, mereka bukan cuma menuntut; mereka ngasih solusi. Dan itu justru bikin gugatan ini lebih berbahaya bagi elit. Respons politik langsung terasa. Beberapa anggota DPR nyerang balik, bilang ini urusan internal lembaga. Ada yang ngomong kalau MK gak boleh ikut campur. Ada juga yang pura-pura wise bilang perubahan harus lewat revisi UU. Padahal, intinya satu: mereka takut. Takut kalau tombol recall jatuh ke tangan rakyat, kenyamanan politik yang mereka bangun bertahun-tahun bakal runtuh. Karena bayangin saja: kalau rakyat punya hak mecah DPR, kursi itu bukan lagi benteng kebal kritik. Itu jadi kontrak kerja. Dan kontrak kerja pasti butuh evaluasi. Wakil rakyat bisa diganti kalau gak perform. Dan sistem politik kita, jujur aja, belum siap menghadapi itu. Pertarungannya sekarang masuk ke MK. Kalau MK ngasih celah, bahkan celah kecil, itu bakal jadi preseden besar. Ini kayak buka retakan di tembok yang udah lama menghalangi kedaulatan rakyat. Tapi kalau MK menolak? Itu artinya negara secara terang-terangan bilang: “Setelah lo milih, hak lo selesai.” Dan itu adalah pukulan paling telanjang buat demokrasi kita. Jadi, yang sebenarnya terjadi bukan soal lima mahasiswa melawan DPR. Ini soal siapa yang punya kuasa atas suara rakyat. Ini soal apakah demokrasi kita masih hidup, atau udah lama mati tapi kita cuma pura-pura gak lihat jenazahnya. Gugatan ini mungkin belum tentu menang. Tapi satu hal jelas: mereka udah mulai nendang pintu yang selama ini dikunci rapat. Dan setelah pintu itu kebuka… sulit buat siapa pun menutupnya lagi. #GugatanMahasiswa  #MK2025  #RakyatLawanDPR  #ReformasiPolitik  #InvestigasiNegara
Sebenernya, ada satu pertanyaan yang dari dulu selalu sengaja dijauhin dari ruang publik: kenapa rakyat gak bisa pecat DPR? Kita disuruh nyoblos, disuruh percaya, disuruh serahin suara dan harapan, tapi setelah mereka duduk di kursi empuk, kita kayak hilang hak buat nuntut balik. Kayak demokrasi ini cuma ritual, bukan kendali. Kayak ada sesuatu yang sengaja diatur biar rakyat cuma jadi penonton. Dan di tengah sunyinya pertanyaan itu, ada lima mahasiswa yang nekat ngebuka pintu yang selama ini dianggap tabu. Mereka datang ke Mahkamah Konstitusi, bukan dengan modal besar, bukan dengan backing politik, tapi dengan satu hal yang sebetulnya lebih menakutkan buat para elit: akal sehat. Mereka bongkar Pasal 239 dalam UU MD3. Pasal yang secara halus tapi kejam bilang: kalau ada anggota DPR yang harus “dipecat”, yang punya tombol itu adalah partai politik. Bukan rakyat. Bukan konstituen. Bukan orang-orang yang suaranya dipinjam waktu kampanye. Dan ketika lo baca itu pelan-pelan, lo sadar: sistem ini dari awal memang dirancang biar rakyat cuma jadi pengantar kursi. Setelah kursinya dipakai, lo dianggap selesai. Lo udah kasih suara, dan sistem gak peduli apa yang terjadi setelahnya. Wakil yang lo pilih bisa diam, tidur, bikin keputusan ngawur, atau bahkan kena kasus — dan lo gak punya satu pun mekanisme buat bilang, “Gue gak mau dia mewakili gue lagi.” Makanya gugatan lima mahasiswa ini jadi kayak palu besar yang dijatuhkan di atas meja elit politik. Mereka bilang: “Kalau DPR bisa ngawasin pemerintah, kenapa rakyat gak bisa ngawasin DPR?” Pertanyaan sederhana, tapi efeknya bisa nyapu satu ruangan kekuasaan. Kelima mahasiswa itu bahkan gak datang cuma buat protes. Mereka bawa simulasi: gimana mekanisme recall yang adil, gimana cara verifikasi rakyat biar gak dipakai buat perang politik, gimana ngatur kuorum, gimana mencegah penyalahgunaan. Artinya, mereka bukan cuma menuntut; mereka ngasih solusi. Dan itu justru bikin gugatan ini lebih berbahaya bagi elit. Respons politik langsung terasa. Beberapa anggota DPR nyerang balik, bilang ini urusan internal lembaga. Ada yang ngomong kalau MK gak boleh ikut campur. Ada juga yang pura-pura wise bilang perubahan harus lewat revisi UU. Padahal, intinya satu: mereka takut. Takut kalau tombol recall jatuh ke tangan rakyat, kenyamanan politik yang mereka bangun bertahun-tahun bakal runtuh. Karena bayangin saja: kalau rakyat punya hak mecah DPR, kursi itu bukan lagi benteng kebal kritik. Itu jadi kontrak kerja. Dan kontrak kerja pasti butuh evaluasi. Wakil rakyat bisa diganti kalau gak perform. Dan sistem politik kita, jujur aja, belum siap menghadapi itu. Pertarungannya sekarang masuk ke MK. Kalau MK ngasih celah, bahkan celah kecil, itu bakal jadi preseden besar. Ini kayak buka retakan di tembok yang udah lama menghalangi kedaulatan rakyat. Tapi kalau MK menolak? Itu artinya negara secara terang-terangan bilang: “Setelah lo milih, hak lo selesai.” Dan itu adalah pukulan paling telanjang buat demokrasi kita. Jadi, yang sebenarnya terjadi bukan soal lima mahasiswa melawan DPR. Ini soal siapa yang punya kuasa atas suara rakyat. Ini soal apakah demokrasi kita masih hidup, atau udah lama mati tapi kita cuma pura-pura gak lihat jenazahnya. Gugatan ini mungkin belum tentu menang. Tapi satu hal jelas: mereka udah mulai nendang pintu yang selama ini dikunci rapat. Dan setelah pintu itu kebuka… sulit buat siapa pun menutupnya lagi. #GugatanMahasiswa #MK2025 #RakyatLawanDPR #ReformasiPolitik #InvestigasiNegara

About