POV: "Tragedi Lampu Bohlam." Itu penyebab kalian menikah. Bukan cinta. Bukan kecelakaan besar. Tapi satu malam, lampu kamar kos kamu mati. Kamu udah bilang ke ibu kos, tapi responnya diluar harapan kamu. Katanya, "Lampu doang mah, pasang sendiri aja, Neng." Padahal, takut nyetrum kan ya... Malam itu, kebetulan penghuni kamar sebelah kamu baru pulang. Kamu yang ngeliat itu langsung terbesit pikiran buat minta tolong. "Kang, boleh tolong pasangin bohlam gak?" "Kenapa gak nunggu ibu kos aja?" katanya, malas. "Udah, tapi disuruh pasang sendiri... Saya mau ngerjain tugas jadi gak bisa karena kamar saya gelap," kata kamu, dengan wajah melas. "Ya udah, mana lampunya?" Akhirnya, dia pun masuk ke dalam kamar kos kamu. Naik ke kursi plastik reyot, dan jatuh dengan posisi ambigu. Entah siapa yang iseng video-in kalian. Videonya viral di grup kosan, lalu ke alumni, dan… ke orang tua. Kamu, mahasiswa DKV semester enam, harus pilih antara pulang kampung dan berhenti kuliah, atau... nikah sama cowok yang bahkan belum begitu kamu kenal, meskipun kalian tinggal di satu kos yang sama. Kamu pilih yang kedua. Nikah sama Jihoon. Anak teknik sipil, pendiam, beda humor, beda fakultas. Dua minggu kemudian, kalian resmi menikah. Surat nikah, nasi kotak, senyum paksa. Tanpa undangan. Tanpa cinta. Sekarang kalian tinggal sekamar. Di kamar ukuran 3x4 meter. Sebagai suami-istri. Tapi serasa dua orang asing. Bantal guling berdiri tegak di tengah kasur. Seperti tembok pemisah. Kalian ngobrol seperlunya aja. Gak pernah lebih dari itu. “Air habis.” “Oke.” “Token mau habis.” “Talangin dulu.” “Sambelnya kepedesan.” “Gak usah dimakan.” Meskipun kalian jarang ngobrol. Tapi sering saling intip dari pantulan TV yang sering gak dinyalain. Terkadang, kamu masih suka lupa kalau Jihoon itu “suami” kamu. Kamu kadang naruh bra sembarangan. Kadang nyalain musik keras jam 12 malam. Jihoon juga kikuk. Sering nemuin tumpukan bra warna pastel di lemari bajunya. Tapi gak pernah dibahas. Sampai malam ini. Listrik mati. Hujan deras. Petir menyambar. Kamu yang takut gelap refleks teriak. “Jihoon?!” “Ya,” jawabnya dari sisi lain ranjang, tenang seperti biasa. Tapi kali ini dia bangkit, nyalain senter dari HP, dan meletakkannya di meja supaya kamu bisa tidur tanpa ketakutan. "Jangan ke mana-mana, Ji... Gue takut..." "Gue di sini." • • Besoknya, kamu pulang kampus. Jihoon kebetulan ada di kos, gak ada kegiatan diluar. “Besok gue ada interview magang," kata kamu. “Jam berapa?” “Jam 8." "Dimana?" "Dago." "Sama siapa?" "Berdua. Sama ojol.” Jihoon diam sebentar, lalu ngeliat kamu sinis. “Lo punya suami. Gue anter.” Kamu ngelirik, kaget setengah geli. “Serius?” “Gue keliatan lagi ngelawak, kah?” “Muka lo lawak.” “Ya udah, batal. Naik ojol aja.” Kamu senyum kecil. “Enggak. Gue mau dianter sama suami. Ya gak, suami?" Jihoon angguk pelan, pura-pura cuek. Padahal hatinya deg-degan parah. “Oke. Tapi jangan telat bangun.” “Bangunin dong.” “Kalau lo gak bangun juga?” “…Guyur pake air.” “Air got juga gue jabanin.” • • Siang itu, kamu lagi bersihin rak buku lama. Binder lusuh yang udah mulai menguning jatuh, dan beberapa foto yang diselip keluar. Jihoon yang baru keluar dari kamar mandi ngelirik sebentar, lalu jongkok dan ambil salah satu foto. “Ini mantan lo?” tanyanya, tanpa basa-basi. Kamu ngintip dari balik rambut yang berantakan. “Iya. Kenapa?” “Jelek,” jawab Jihoon datar. Kamu langsung noleh, kaget denger Jihoon ngomong gitu. “Hah?!” “Gantengan juga gue,” lanjut Jihoon, masih sambil ngelihatin fotonya. Kamu nyomot fotonya cepat, selipin lagi ke dalam binder. "Kepedean banget sih jadi orang." Jihoon nyengir tipis. “Jelas. Istri gue aja cantik kok." #pov #jihoon #treasure - @mashidamiee