#Haechan pov : Kamu tak pernah meminta hubungan yang manis, tapi dua tahun terakhir ini kamu terpaksa menerima Aji, pacarmu yang mengejarmu. Aji adalah pacar yang ideal, benar-benar ideal, tapi keidealan itu tak membuatmu merasa cukup. Apalagi saat Aji mengajakmu ke rumahnya. Kamu bertemu abangnya Aji, Haechan. "Abang tiri aku, beda tiga tahun," begitu kata Aji waktu kamu melihat Haechan duduk di sofa ruang tamu. "Kalo ketemu, jangan heran ya, mulutnya berisik," ucap Aji. Kamu hanya mengangguk. Aji pamit ke kamarnya, hendak mengambil sesuatu, meninggalkanmu dan Haechan di ruang tamu, berdua. "Lo yakin pacaran sama dia, ga sama gue aja? Gue beda," kalimat pertama yang Haechan keluarkan. Dari awal kamu tahu ia berbahaya, dan juga terlalu gampang, kamu penasaran dengannya, sampai kamu benar-benar melewati batas. Sampai hari itu, kamu baru saja diantar pulang oleh Aji ke apartemenmu. Kamu memberikan senyuman manis yang ia yakini tulus. Seharian penuh kamu berpura-pura bahagia, berpura-pura nyaman. Alih-alih masuk ke dalam apartemen, kamu justru pergi ke satu-satunya tempat yang terasa seperti pelarian. Tempat dengan lampu berkedip cepat, dentuman musik yang menghantam dinding-dinding, dan udara yang sarat dengan bau alkohol, parfum menyengat, serta asap rokok. Kamu duduk di bar, memesan minuman seperti biasa. Matamu memandangi cahaya lampu yang menari di langit-langit. Sampai sekelompok laki-laki datang mendekat. Sebagian tertawa, sebagian tampak mabuk. Di antara mereka, kamu mengenali satu wajah yang tak asing, Haechan. Ia mendekat, matanya menatapmu seolah-olah ini hal biasa. “Loh, ga sama pacar lo?” Kamu hanya mengangkat bahu, meneguk minumanmu. “Udah seharian,” balasmu singkat. Haechan tertawa pelan. Ia duduk di sampingmu, terlalu dekat. Aneh, kamu tidak menolak. Teman-temannya mulai melirikmu dengan tatapan penasaran. “Siapa, Chan?” tanya salah satu dari mereka. Haechan tidak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis, seolah kamu bukan tamu, melainkan miliknya malam ini. “Bungkus lah,” ucap salah satu dari mereka sambil tertawa keras. Tawa itu terdengar kasar, menyebalkan. Hari-hari berikutnya, hubungan kalian berubah arah. Kamu berpacaran dengan Haechan, tanpa Aji tahu, tanpa Aji curiga akan permainan kalian di belakangnya. Sampai malam itu, Aji menelponmu. Aji membahas hal random yang membuatmu bosan, tapi kamu memaksa untuk terlihat senang di depan Aji. Perasaanmu kepada Aji hanya kasihan, tak lebih. "Aku tidur duluan ya, udah ngantuk," ucap Aji. Kamu hanya berdeham, setelah itu mematikan teleponnya. 📱 : "Sayang, aku bosen" Kamu mengirim pesan, bukan untuk Aji, tapi untuk Haechan. Selang berapa lama, pintu apartemenmu berbunyi, menandakan ada yang datang. Tanpa kamu lihat pun, kamu sudah tahu siapa. Belum sepenuhnya pintu terbuka, bibirmu sudah merasakan hantaman panas, dalam, dengan aroma alkohol menyengat membuatmu tersedak. Haechan mengunci pintu, masih menciummu, tangannya bermain bebas di pinggangmu. Kamu membalas permainan Haechan. "Kamu mabuk? Kok ga ngajak aku," ucapmu, memasang muka cemberut. Haechan tak menjawab. Dia berjalan pelan, masih tetap menciummu. Tubuhmu terhempas ke ranjang. Haechan menghentikan ciumannya. Dia menatapmu. Ada arti dari tatapan itu, dan kamu tahu apa artinya. "Kali ini kamu yang ngurus ya," suara berat Haechan. Mengisyaratkan bahwa malam itu, kendali ada padamu. Kamu hanya mengangguk sebagai jawaban. Entah keberapa kali kalian melakukannya, lagi dan lagi. Kamu tahu, ini bukan cinta, dan juga bukan benci. Kalian hanya terlalu rusak untuk dipisahkan, dan terlalu egois untuk berhenti. #pov #haechan #nct #fyp - @ngunyahawan