@alexnavarro727: #Noticias Al Minuto #Cae Lider De La Barredora En #Jalisco

noticiasalminuto727
noticiasalminuto727
Open In TikTok:
Region: US
Thursday 24 July 2025 01:20:42 GMT
4535
332
11
18

Music

Download

Comments

valentin.ruiz377
valentin Ruiz :
Así debe de ser que no tapen a nadie, que ese es un gobierno transparente del señor presidente López Obrador de la 4T de morena
2025-07-24 02:00:01
1
viktor_tm5
viktortovar123 :
Y Adán pa cuando???
2025-07-26 23:21:47
0
noelmartinez453
Noel Martinez453 :
tienes toda la razón
2025-07-24 01:48:58
0
carlosgarcias2823
Carlos Garcias Santos :
👌👌👌👌excelente trabajo 👍👍. y muy excelente explicación 👍👍👍
2025-07-24 12:12:59
0
robertohernande9803
robertohernande9803 :
Excelente trabajo de Garcia Harfuch
2025-07-24 04:58:08
0
carlosmontiel061
carlosmontiel061 :
👍👍
2025-07-24 09:25:37
0
carlosflorescancun
Carlos Flores :
👍👍👍
2025-07-24 05:46:31
0
jennyrios283
jennyrios283 :
👍👍👍👍👍
2025-07-24 02:13:45
0
javier.torres087
Javier Torres :
otro corrupto ,deben ser encarcelados estos traidores al movimiento de la 4T
2025-07-24 01:32:50
1
To see more videos from user @alexnavarro727, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

POV | Sudah tiga tahun kamu menjadi istri Sunghoon. Tiga tahun sejak kamu memanggil namanya dengan sebutan baru: “suamiku.” Dan tiga tahun sejak kamu membayangkan suara tawa anak-anak akan mengisi rumah kecil kalian yang teduh. Tapi ternyata hidup memilih jalan lain. Harapan itu sirna, digantikan oleh kenyataan pahit: kanker usus stadium tiga. Kamu mengetahuinya tepat satu tahun setelah menikah. Sejak saat itu, waktu seperti berubah arah—tak lagi maju ke depan, melainkan berjalan perlahan, pelan, dan menyakitkan. Hari ini, tubuhmu hanya bayangan dari dirimu yang dulu. Terlalu kurus. Tulang pipimu menonjol, kulitmu pucat, dan kepala itu… sudah tak memiliki rambut sejak kemoterapi keempat. Tapi Sunghoon masih memandangmu dengan cara yang sama. Seolah tak ada yang berubah. Ia selalu pulang lebih awal, meski ia seorang dokter yang sibuk. Selalu memijat kakimu saat kamu tak bisa tidur, memelukmu erat ketika kamu menangis, dan menghapus muntahmu dengan tangannya sendiri saat kamu terlalu lemah untuk ke kamar mandi. Dan malam ini, kamu duduk bersandar di kursi goyang dekat jendela rumah. Udara hangat, tapi tubuhmu tetap menggigil. Sunghoon datang dengan selimut tipis dan menyampirkannya di pundakmu. Tangannya menyentuh pipimu dengan lembut, seperti menyentuh sesuatu yang rapuh. “Kamu dingin?” tanyanya. Kamu hanya mengangguk pelan. Ia duduk di karpet di bawahmu, kepalanya bersandar di lututmu. Tangannya menggenggam jemarimu yang pucat. Hening lama. “Aku… kadang takut, Hoon,” suaramu lirih, gemetar. “Aku takut kamu suatu hari bangun dan… aku nggak ada lagi.” Sunghoon mengangkat wajahnya. Matanya merah, tapi tak ada air mata yang jatuh. “Kalau pun hari itu datang,” katanya lembut, “aku nggak akan bangun. Jiwaku tetap tidur di tempat kamu pergi.” Tangismu pecah. Kamu membungkuk, meraih wajahnya, mencium keningnya dengan sisa tenaga yang kamu punya. Ia memelukmu seperti ingin menyelipkan seluruh jiwamu ke dalam tubuhnya. “Aku pengen punya anak dari kamu…” lirihmu. “Pengen anak cewek. Yang matanya kayak kamu. Dan senyumnya kayak aku.” Sunghoon tak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan, berusaha menahan napas agar dadanya tak gemetar karena isak. Keesokan harinya, kamu dilarikan ke rumah sakit. Perutmu nyeri hebat, dan kondisi tubuhmu turun drastis. Di IGD, Sunghoon ikut berlari di samping ranjang dorongmu. Bukan sebagai dokter, tapi sebagai suami. Saat kamu setengah sadar di ruang rawat, kamu melihatnya berdiri di samping tempat tidur, masih dengan jas dokternya. Matanya sembab, tapi sorotnya tetap kuat. Ia menggenggam tanganmu erat. “Besok kamu harus dioperasi, sayang…” katanya perlahan. “Ada penyumbatan parah. Ini bisa jadi kesempatan terakhir.” Kamu mengangguk, meski tubuhmu lemah. Air mata mengalir lagi, tak bisa ditahan. “Kamu ikut masuk, kan?” tanyamu. Sunghoon mengangguk, menggenggam tanganmu lebih erat. “Aku akan ada di sana. Aku akan jadi salah satu dokter di tim operasi. Aku akan pastikan kamu bangun dan pulang bersamaku.” “Kamu janji?” tanyamu. Ia menatap matamu dalam-dalam, lalu mencium keningmu dengan tenang. “Aku janji.” Hari operasi tiba. Ruang itu dingin, sunyi, penuh alat dan lampu besar. Kamu sudah tak sadar. Tubuhmu terbaring diam di bawah lampu putih menyilaukan. Sunghoon berdiri di samping meja operasi, memakai masker dan sarung tangan steril. Tapi wajahnya tak bisa menyembunyikan kecemasan. “Aku suaminya,” katanya lirih ke rekan-rekannya. “Tolong bantu aku… kita harus berhasil.” Operasi dimulai. Waktu berjalan, satu jam, dua jam, tiga jam. Sunghoon tetap fokus. Tak sekalipun ia bicara yang tidak penting. Tapi sesekali, air mata jatuh di balik maskernya. Kondisimu sempat stabil. Lalu menurun. Stabil lagi. Dan kemudian… menurun drastis. (lanjutan di komentar)  #pov #sunghoon #SUNGHOON #enhypen #fyp #foryou #fyppppppppppppppppppppppp #POV #angst
POV | Sudah tiga tahun kamu menjadi istri Sunghoon. Tiga tahun sejak kamu memanggil namanya dengan sebutan baru: “suamiku.” Dan tiga tahun sejak kamu membayangkan suara tawa anak-anak akan mengisi rumah kecil kalian yang teduh. Tapi ternyata hidup memilih jalan lain. Harapan itu sirna, digantikan oleh kenyataan pahit: kanker usus stadium tiga. Kamu mengetahuinya tepat satu tahun setelah menikah. Sejak saat itu, waktu seperti berubah arah—tak lagi maju ke depan, melainkan berjalan perlahan, pelan, dan menyakitkan. Hari ini, tubuhmu hanya bayangan dari dirimu yang dulu. Terlalu kurus. Tulang pipimu menonjol, kulitmu pucat, dan kepala itu… sudah tak memiliki rambut sejak kemoterapi keempat. Tapi Sunghoon masih memandangmu dengan cara yang sama. Seolah tak ada yang berubah. Ia selalu pulang lebih awal, meski ia seorang dokter yang sibuk. Selalu memijat kakimu saat kamu tak bisa tidur, memelukmu erat ketika kamu menangis, dan menghapus muntahmu dengan tangannya sendiri saat kamu terlalu lemah untuk ke kamar mandi. Dan malam ini, kamu duduk bersandar di kursi goyang dekat jendela rumah. Udara hangat, tapi tubuhmu tetap menggigil. Sunghoon datang dengan selimut tipis dan menyampirkannya di pundakmu. Tangannya menyentuh pipimu dengan lembut, seperti menyentuh sesuatu yang rapuh. “Kamu dingin?” tanyanya. Kamu hanya mengangguk pelan. Ia duduk di karpet di bawahmu, kepalanya bersandar di lututmu. Tangannya menggenggam jemarimu yang pucat. Hening lama. “Aku… kadang takut, Hoon,” suaramu lirih, gemetar. “Aku takut kamu suatu hari bangun dan… aku nggak ada lagi.” Sunghoon mengangkat wajahnya. Matanya merah, tapi tak ada air mata yang jatuh. “Kalau pun hari itu datang,” katanya lembut, “aku nggak akan bangun. Jiwaku tetap tidur di tempat kamu pergi.” Tangismu pecah. Kamu membungkuk, meraih wajahnya, mencium keningnya dengan sisa tenaga yang kamu punya. Ia memelukmu seperti ingin menyelipkan seluruh jiwamu ke dalam tubuhnya. “Aku pengen punya anak dari kamu…” lirihmu. “Pengen anak cewek. Yang matanya kayak kamu. Dan senyumnya kayak aku.” Sunghoon tak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan, berusaha menahan napas agar dadanya tak gemetar karena isak. Keesokan harinya, kamu dilarikan ke rumah sakit. Perutmu nyeri hebat, dan kondisi tubuhmu turun drastis. Di IGD, Sunghoon ikut berlari di samping ranjang dorongmu. Bukan sebagai dokter, tapi sebagai suami. Saat kamu setengah sadar di ruang rawat, kamu melihatnya berdiri di samping tempat tidur, masih dengan jas dokternya. Matanya sembab, tapi sorotnya tetap kuat. Ia menggenggam tanganmu erat. “Besok kamu harus dioperasi, sayang…” katanya perlahan. “Ada penyumbatan parah. Ini bisa jadi kesempatan terakhir.” Kamu mengangguk, meski tubuhmu lemah. Air mata mengalir lagi, tak bisa ditahan. “Kamu ikut masuk, kan?” tanyamu. Sunghoon mengangguk, menggenggam tanganmu lebih erat. “Aku akan ada di sana. Aku akan jadi salah satu dokter di tim operasi. Aku akan pastikan kamu bangun dan pulang bersamaku.” “Kamu janji?” tanyamu. Ia menatap matamu dalam-dalam, lalu mencium keningmu dengan tenang. “Aku janji.” Hari operasi tiba. Ruang itu dingin, sunyi, penuh alat dan lampu besar. Kamu sudah tak sadar. Tubuhmu terbaring diam di bawah lampu putih menyilaukan. Sunghoon berdiri di samping meja operasi, memakai masker dan sarung tangan steril. Tapi wajahnya tak bisa menyembunyikan kecemasan. “Aku suaminya,” katanya lirih ke rekan-rekannya. “Tolong bantu aku… kita harus berhasil.” Operasi dimulai. Waktu berjalan, satu jam, dua jam, tiga jam. Sunghoon tetap fokus. Tak sekalipun ia bicara yang tidak penting. Tapi sesekali, air mata jatuh di balik maskernya. Kondisimu sempat stabil. Lalu menurun. Stabil lagi. Dan kemudian… menurun drastis. (lanjutan di komentar) #pov #sunghoon #SUNGHOON #enhypen #fyp #foryou #fyppppppppppppppppppppppp #POV #angst

About