@nailsbyloretorres: El traer uñas no significa que seamos cochinas al cocinar 🤫🤐🤦🏼‍♀️ , que ustedes lo sean esa es otra cosa 👊🤷‍♀️#fyp #nails #paratiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii

Lorena Torres
Lorena Torres
Open In TikTok:
Region: US
Thursday 24 July 2025 19:27:45 GMT
753
50
7
0

Music

Download

Comments

erikafloress29
💅🩷Erika flores🍒💅🎀 :
De nosotras no van a venir hablar
2025-07-25 04:18:16
1
ktrinasnailsyani1988
Yani Domínguez :
🥰🥰🥰
2025-07-24 21:52:00
1
mar_nails16
mar_nails16 :
Chocan cuando preguntan eso🤦🏽‍♀️, que bueno q enseñas q si se puede💪😁
2025-07-24 20:02:41
1
To see more videos from user @nailsbyloretorres, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

JOKO WIDODO DAN BUKU THE ART OF WAR Presiden Joko Widodo, atau yang akrab disapa Jokowi, dikenal sebagai sosok pemimpin yang tenang, penuh perhitungan, dan sering kali mengambil langkah strategis yang tak terduga. Di balik gaya bicaranya yang sederhana dan sikapnya yang membumi, tersimpan pemikiran yang dalam dan taktis. Banyak pengamat politik dan masyarakat mulai menyadari bahwa beberapa langkah strategis Jokowi seolah mencerminkan filosofi dari buku perang klasik Tiongkok: The Art of War karya Sun Tzu. Membaca Situasi dan Menguasai Momentum Dalam The Art of War, Sun Tzu menekankan pentingnya mengenali waktu yang tepat untuk bertindak. Jokowi kerap kali menunjukkan kemampuan membaca situasi politik dan sosial dengan tenang, tanpa terburu-buru. Saat lawan-lawan politiknya mengambil sikap agresif, ia seringkali memilih diam, namun perlahan membalikkan keadaan melalui langkah-langkah yang matang dan mengakar kuat. Misalnya, dalam penunjukan para menteri atau pengambilan kebijakan penting, Jokowi dikenal tidak tergesa-gesa. Ia memberi waktu pada opini publik mengalir dan menganalisis reaksi, lalu bertindak saat suasana sudah tepat. Ini sesuai dengan ajaran Sun Tzu: “Jika musuh panas, dinginkan dia. Jika kuat, hindarilah. Jika ia tenang, ganggu dia.” Mengalah untuk Menang Salah satu ajaran paling terkenal dari The Art of War adalah taktik “mengalah untuk menang.” Jokowi pun sering dianggap melakukan strategi ini, seperti saat ia menjalin hubungan dengan lawan-lawan politiknya. Alih-alih memusuhi, ia merangkul, mengajak masuk ke dalam sistem. Ini bukan kelemahan, melainkan bentuk dari penguasaan strategi tingkat tinggi—memenangkan perang tanpa pertempuran. Kebijakan-kebijakannya yang kadang terlihat “lunak” sebenarnya menyimpan efek jangka panjang. Ia memberi ruang bagi pihak lawan untuk merasa menang, tetapi pada akhirnya Jokowi-lah yang mengendalikan arah permainan. Diam adalah Senjata Dalam banyak kesempatan, Jokowi memilih untuk tidak segera bereaksi terhadap kritik keras. Sebagaimana dikatakan Sun Tzu, “Semua peperangan didasarkan pada tipu daya.” Diam bukan berarti kalah, melainkan strategi untuk mengamati, memahami, lalu merespons dengan lebih kuat di saat yang tak terduga. Ia memainkan komunikasi publik dengan bijak—sedikit kata, tapi penuh makna. Menguasai Medan (Politik dan Sosial) Sun Tzu berkata: “Kenali dirimu, kenali musuhmu, maka kau tidak akan takut hasil dari seribu pertempuran.” Jokowi memahami betul medan politik Indonesia yang kompleks. Ia tidak hanya memikirkan elite politik, tetapi juga sangat peka terhadap rakyat kecil. Ia tahu kapan harus “turun ke pasar,” kapan harus “menggelar rapat terbatas,” dan kapan harus membuat keputusan tegas yang menuai pro dan kontra. Kesimpulan Meski tak pernah secara langsung menyatakan bahwa ia membaca The Art of War, gaya kepemimpinan Joko Widodo mencerminkan banyak prinsip dalam buku klasik tersebut. Di balik wajahnya yang santai, tersembunyi ketajaman strategi seorang pemimpin yang memahami bahwa kepemimpinan bukan hanya soal kekuasaan, tetapi seni memahami waktu, situasi, dan manusia. Dalam dunia politik modern yang keras dan penuh intrik, Jokowi seolah membuktikan bahwa “perang” tak harus selalu dengan senjata dan kata keras—kadang cukup dengan diam, langkah kecil, dan strategi panjang yang tak terlihat.#fypシ゚ #jokowi#lewatberanda
JOKO WIDODO DAN BUKU THE ART OF WAR Presiden Joko Widodo, atau yang akrab disapa Jokowi, dikenal sebagai sosok pemimpin yang tenang, penuh perhitungan, dan sering kali mengambil langkah strategis yang tak terduga. Di balik gaya bicaranya yang sederhana dan sikapnya yang membumi, tersimpan pemikiran yang dalam dan taktis. Banyak pengamat politik dan masyarakat mulai menyadari bahwa beberapa langkah strategis Jokowi seolah mencerminkan filosofi dari buku perang klasik Tiongkok: The Art of War karya Sun Tzu. Membaca Situasi dan Menguasai Momentum Dalam The Art of War, Sun Tzu menekankan pentingnya mengenali waktu yang tepat untuk bertindak. Jokowi kerap kali menunjukkan kemampuan membaca situasi politik dan sosial dengan tenang, tanpa terburu-buru. Saat lawan-lawan politiknya mengambil sikap agresif, ia seringkali memilih diam, namun perlahan membalikkan keadaan melalui langkah-langkah yang matang dan mengakar kuat. Misalnya, dalam penunjukan para menteri atau pengambilan kebijakan penting, Jokowi dikenal tidak tergesa-gesa. Ia memberi waktu pada opini publik mengalir dan menganalisis reaksi, lalu bertindak saat suasana sudah tepat. Ini sesuai dengan ajaran Sun Tzu: “Jika musuh panas, dinginkan dia. Jika kuat, hindarilah. Jika ia tenang, ganggu dia.” Mengalah untuk Menang Salah satu ajaran paling terkenal dari The Art of War adalah taktik “mengalah untuk menang.” Jokowi pun sering dianggap melakukan strategi ini, seperti saat ia menjalin hubungan dengan lawan-lawan politiknya. Alih-alih memusuhi, ia merangkul, mengajak masuk ke dalam sistem. Ini bukan kelemahan, melainkan bentuk dari penguasaan strategi tingkat tinggi—memenangkan perang tanpa pertempuran. Kebijakan-kebijakannya yang kadang terlihat “lunak” sebenarnya menyimpan efek jangka panjang. Ia memberi ruang bagi pihak lawan untuk merasa menang, tetapi pada akhirnya Jokowi-lah yang mengendalikan arah permainan. Diam adalah Senjata Dalam banyak kesempatan, Jokowi memilih untuk tidak segera bereaksi terhadap kritik keras. Sebagaimana dikatakan Sun Tzu, “Semua peperangan didasarkan pada tipu daya.” Diam bukan berarti kalah, melainkan strategi untuk mengamati, memahami, lalu merespons dengan lebih kuat di saat yang tak terduga. Ia memainkan komunikasi publik dengan bijak—sedikit kata, tapi penuh makna. Menguasai Medan (Politik dan Sosial) Sun Tzu berkata: “Kenali dirimu, kenali musuhmu, maka kau tidak akan takut hasil dari seribu pertempuran.” Jokowi memahami betul medan politik Indonesia yang kompleks. Ia tidak hanya memikirkan elite politik, tetapi juga sangat peka terhadap rakyat kecil. Ia tahu kapan harus “turun ke pasar,” kapan harus “menggelar rapat terbatas,” dan kapan harus membuat keputusan tegas yang menuai pro dan kontra. Kesimpulan Meski tak pernah secara langsung menyatakan bahwa ia membaca The Art of War, gaya kepemimpinan Joko Widodo mencerminkan banyak prinsip dalam buku klasik tersebut. Di balik wajahnya yang santai, tersembunyi ketajaman strategi seorang pemimpin yang memahami bahwa kepemimpinan bukan hanya soal kekuasaan, tetapi seni memahami waktu, situasi, dan manusia. Dalam dunia politik modern yang keras dan penuh intrik, Jokowi seolah membuktikan bahwa “perang” tak harus selalu dengan senjata dan kata keras—kadang cukup dengan diam, langkah kecil, dan strategi panjang yang tak terlihat.#fypシ゚ #jokowi#lewatberanda

About