@tegarbg__: Kisah anoman yg melakukan sumpah obong demi rama dan shinta #CapCut #fyp #ramayana #reogwayang #fyppppppppppppppppppppppp #trending

Bbyboys_
Bbyboys_
Open In TikTok:
Region: ID
Saturday 26 July 2025 10:37:39 GMT
136107
5654
20
360

Music

Download

Comments

yacxyn
Lxya_yaa :
@raaaaa🤏🏻
2025-09-15 11:29:22
0
suka.rowrrr3
Akujasuke✨ :
🤭
2025-12-04 12:43:59
0
eka_putri8363
eka_putri :
😍
2025-12-04 08:01:00
0
kerikerii3_
G :
😌
2025-10-02 05:25:14
1
rafidzf
Rafit Zafar :
🥰🥰🥰
2025-09-22 11:07:16
1
isal__20
mhmd_Faisal :
😅
2025-12-02 14:18:58
0
adindaz3
ndaa🍁 :
🥰
2025-12-02 06:18:18
0
kiaputra79
rizzz :
😭
2025-11-23 01:13:05
0
rebonwgmp_
Isti fainzah :
🥰🥰🥰
2025-10-29 07:43:47
0
80_gg_mukks
80_GG_MUK'KS :
😇
2025-10-29 06:10:05
0
ur.el14
Auuu rel ~ :
😊
2025-10-24 15:08:21
0
alim.arsya
Alfi_fiah :
😅
2025-09-11 23:46:07
0
mieayam_dump
null𓀡 :
😭
2025-09-09 11:13:19
0
abiill.22
abiilll :
🥰
2025-09-05 05:09:39
0
frfor.a4
Peeerdiii :
😂
2025-08-19 06:59:28
0
yuliannugraha987
Yulian Nugraha :
🥰
2025-08-28 15:38:20
0
mas_oval053
@mas_oval05 :
hidupkanlah budaya dan trdisi ke dunia. dan buka kanlah wisata.insya Allah indonesia maju.indonesia punya segalanya.dari adat2 dan budaya2 sendirinya.jangan mau terpecah belah bangsa. indonesia punya segalanya dari. islam. Hindu. Budha. dll. pegang erat2 Bineka tunggal ika. tindas budaya2 orng luar yg merusak Adat2 dan Budaya indonesia.Dan brantaskanlah Pemerintah2 yg korupsi. insya Allah indonesia maju
2025-08-14 15:21:37
4
To see more videos from user @tegarbg__, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

KRONOLOGI KASUS BAZNAS ENREKANG (Oleh : Penggiat Hukum & Ham Indonesia) Pelanggaran Penyidikan, Manipulasi, dan Dugaan Pemerasan Oknum Mantan Kajari Beberapa hari terakhir, publik dihebohkan oleh rilis resmi Kejaksaan Negeri Enrekang yang menetapkan beberapa pengurus BAZNAS sebagai tersangka. Di ruang publik, muncul berbagai narasi yang saling tumpang tindih, bahkan sebagian mengarah pada fitnah yang merugikan martabat BAZNAS. Padahal persoalan sesungguhnya jauh lebih kompleks, lebih serius, dan tidak sesederhana stigma “penyalahgunaan dana zakat” yang beredar. Kasus ini bukan soal kesalahan internal BAZNAS. Bukan soal setoran. Bukan sogok- menyogok. Dan bukan pula soal korupsi sebagaimana dikonstruksikan sepihak. Persoalan ini adalah rangkaian panjang penyalahgunaan kewenangan, manipulasi informasi, tindakan ultra vires, serta dugaan pemerasan yang sejak awal membangun tekanan psikologis terhadap pengurus Aktif dan Non Aktif BAZNAS. Kronologi bermula pada tahun 2024 ketika Kejari Enrekang di bawah kendali mantan Kajari Padeli membuka penyelidikan dugaan korupsi dana zakat. BAZNAS sudah menyerahkan audit internal, audit eksternal, laporan pertanggungjawaban, hingga hasil pemeriksaan syariah. Semua dokumen itu ditolak. Bahkan ketika BPKP—lembaga resmi yang berwenang mengaudit kerugian keuangan negara—menolak melakukan audit karena BAZNAS bukan pengelola keuangan negara, pihak Kejaksaan tetap memaksa Inspektorat Sulsel melakukan audit. Padahal berdasarkan UU 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP 14/2014, BAZNAS adalah Lembaga Pemerintah Non-Struktural yang berada di bawah BAZNAS RI dan Kementerian Agama, bukan perangkat Pemda, dan dana zakat bukan APBD ataupun APBN. Karena itu Inspektorat Daerah tidak punya kewenangan mengaudit BAZNAS. Audit tersebut melanggar Permendagri 8/2020 dan merupakan tindakan ultra vires, sehingga produknya—LHP—batal demi hukum (void ab initio). Meski demikian, LHP tidak sah ini justru dijadikan dasar Kejaksaan untuk menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan. Inilah kesalahan fatal pertama yang meruntuhkan seluruh bangunan perkara. Ketika penyidikan berjalan, tekanan terhadap pengurus BAZNAS makin terasa. Pemanggilan dilakukan berulang-ulang, pemeriksaan dilakukan tanpa standar KUHAP, dan adanya dugaan kuat kriminalisasi bertahap. Di tengah situasi itu, beredar kabar liar seolah komisioner BAZNAS “menyerahkan uang dua miliar lebih” sebagai bukti kesalahan mereka. Fakta sebenarnya berbeda jauh. Penyerahan uang lebih dari 2 miliar rupiah itu memang ada, tetapi bukan karena inisiatif komisioner, bukan karena “setoran”, bukan karena “mengurus perkara”. Itu terjadi karena tekanan, ancaman halus, permainan psikologis, dan manipulasi situasional yang dibangun oleh oknum mantan Kajari Padeli dan beberapa anggotanya. Mereka menjanjikan penghentian perkara, pelunakan tuntutan, atau “mengamankan proses hukum” bila sejumlah uang diserahkan. Sebaliknya, bila tidak dipenuhi, perkara akan diperkeras. Dalam kondisi ketakutan dan tekanan institusional, pengurus tidak berada dalam posisi bebas. Secara hukum, tindakan itu masuk kategori pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP. Ketika BAZNAS menolak permintaan lanjutan, tekanan penyidikan justru meningkat drastis: pemanggilan dipadatkan, ancaman penahanan muncul, dan pemeriksaan staf dilakukan tanpa prosedur due process of law. Semua ini adalah indikasi penyalahgunaan wewenang, bukan penegakan hukum murni. Dalam rilis Kejari, para pengurus dituduh melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor—pasal yang mensyaratkan adanya kerugian keuangan negara. Di sinilah letak kekeliruan terbesar. Dana zakat menurut UU Pengelolaan Zakat bukan bagian dari keuangan negara, bukan APBN/APBD, bukan PNBP, dan tidak berada dalam sistem pertanggungjawaban negara. Putusan MA No. 1555 K/Pid.Sus/2015 dan Putusan MA No. 1644 K/Pid.Sus/2018 secara eksplisit menyatakan dana zakat tidak bisa dikualifikasikan sebagai keuangan negara. Dengan demikian, memasukkan dana zakat ke dalam kerangka tipikor adalah tindakan yang keliru secra hukum
KRONOLOGI KASUS BAZNAS ENREKANG (Oleh : Penggiat Hukum & Ham Indonesia) Pelanggaran Penyidikan, Manipulasi, dan Dugaan Pemerasan Oknum Mantan Kajari Beberapa hari terakhir, publik dihebohkan oleh rilis resmi Kejaksaan Negeri Enrekang yang menetapkan beberapa pengurus BAZNAS sebagai tersangka. Di ruang publik, muncul berbagai narasi yang saling tumpang tindih, bahkan sebagian mengarah pada fitnah yang merugikan martabat BAZNAS. Padahal persoalan sesungguhnya jauh lebih kompleks, lebih serius, dan tidak sesederhana stigma “penyalahgunaan dana zakat” yang beredar. Kasus ini bukan soal kesalahan internal BAZNAS. Bukan soal setoran. Bukan sogok- menyogok. Dan bukan pula soal korupsi sebagaimana dikonstruksikan sepihak. Persoalan ini adalah rangkaian panjang penyalahgunaan kewenangan, manipulasi informasi, tindakan ultra vires, serta dugaan pemerasan yang sejak awal membangun tekanan psikologis terhadap pengurus Aktif dan Non Aktif BAZNAS. Kronologi bermula pada tahun 2024 ketika Kejari Enrekang di bawah kendali mantan Kajari Padeli membuka penyelidikan dugaan korupsi dana zakat. BAZNAS sudah menyerahkan audit internal, audit eksternal, laporan pertanggungjawaban, hingga hasil pemeriksaan syariah. Semua dokumen itu ditolak. Bahkan ketika BPKP—lembaga resmi yang berwenang mengaudit kerugian keuangan negara—menolak melakukan audit karena BAZNAS bukan pengelola keuangan negara, pihak Kejaksaan tetap memaksa Inspektorat Sulsel melakukan audit. Padahal berdasarkan UU 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP 14/2014, BAZNAS adalah Lembaga Pemerintah Non-Struktural yang berada di bawah BAZNAS RI dan Kementerian Agama, bukan perangkat Pemda, dan dana zakat bukan APBD ataupun APBN. Karena itu Inspektorat Daerah tidak punya kewenangan mengaudit BAZNAS. Audit tersebut melanggar Permendagri 8/2020 dan merupakan tindakan ultra vires, sehingga produknya—LHP—batal demi hukum (void ab initio). Meski demikian, LHP tidak sah ini justru dijadikan dasar Kejaksaan untuk menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan. Inilah kesalahan fatal pertama yang meruntuhkan seluruh bangunan perkara. Ketika penyidikan berjalan, tekanan terhadap pengurus BAZNAS makin terasa. Pemanggilan dilakukan berulang-ulang, pemeriksaan dilakukan tanpa standar KUHAP, dan adanya dugaan kuat kriminalisasi bertahap. Di tengah situasi itu, beredar kabar liar seolah komisioner BAZNAS “menyerahkan uang dua miliar lebih” sebagai bukti kesalahan mereka. Fakta sebenarnya berbeda jauh. Penyerahan uang lebih dari 2 miliar rupiah itu memang ada, tetapi bukan karena inisiatif komisioner, bukan karena “setoran”, bukan karena “mengurus perkara”. Itu terjadi karena tekanan, ancaman halus, permainan psikologis, dan manipulasi situasional yang dibangun oleh oknum mantan Kajari Padeli dan beberapa anggotanya. Mereka menjanjikan penghentian perkara, pelunakan tuntutan, atau “mengamankan proses hukum” bila sejumlah uang diserahkan. Sebaliknya, bila tidak dipenuhi, perkara akan diperkeras. Dalam kondisi ketakutan dan tekanan institusional, pengurus tidak berada dalam posisi bebas. Secara hukum, tindakan itu masuk kategori pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP. Ketika BAZNAS menolak permintaan lanjutan, tekanan penyidikan justru meningkat drastis: pemanggilan dipadatkan, ancaman penahanan muncul, dan pemeriksaan staf dilakukan tanpa prosedur due process of law. Semua ini adalah indikasi penyalahgunaan wewenang, bukan penegakan hukum murni. Dalam rilis Kejari, para pengurus dituduh melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor—pasal yang mensyaratkan adanya kerugian keuangan negara. Di sinilah letak kekeliruan terbesar. Dana zakat menurut UU Pengelolaan Zakat bukan bagian dari keuangan negara, bukan APBN/APBD, bukan PNBP, dan tidak berada dalam sistem pertanggungjawaban negara. Putusan MA No. 1555 K/Pid.Sus/2015 dan Putusan MA No. 1644 K/Pid.Sus/2018 secara eksplisit menyatakan dana zakat tidak bisa dikualifikasikan sebagai keuangan negara. Dengan demikian, memasukkan dana zakat ke dalam kerangka tipikor adalah tindakan yang keliru secra hukum

About