@gikkd_:

gikkd_
gikkd_
Open In TikTok:
Region: ID
Friday 22 August 2025 12:43:45 GMT
8691
567
5
38

Music

Download

Comments

awankinton23
☁️awan☁️ :
makasih ya
2025-08-25 10:38:44
0
alek.pake.k
Alek pake K :
cakep amat si gikkk
2025-08-22 18:52:08
0
aska0243
aska :
😁
2025-09-01 21:28:07
0
adli7330
Adli sagitarius :
😍😍
2025-08-26 23:49:09
0
chikssssss15
Barocuuuu :
Hrs nya klo ud pendek bgt gitu roknya gak ush pake segitiga lagi. Cukup lapisin pake celana short hitam ketatnya aja uda cukup menurut ku😌
2025-08-23 17:21:14
0
To see more videos from user @gikkd_, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Demokrasi Indonesia kembali dipertanyakan. Aksi massa menolak kenaikan tunjangan DPR yang digelar di depan Gedung DPR RI berakhir ricuh dan berujung pada penangkapan besar-besaran. Tak tanggung-tanggung, ratusan orang disapu aparat, termasuk anak-anak SMA yang masih berseragam sekolah. Data dari LBH Jakarta menyebutkan hingga Selasa pagi, lebih dari 400 orang masih ditahan, setengahnya adalah anak di bawah umur. Sebelumnya, kepolisian juga mengonfirmasi penangkapan belasan pelajar SMA/SMK yang diduga ikut aksi. Ironinya, pelajar-pelajar itu bukan penjahat. Mereka hanya datang karena keresahan yang sama: kenapa wakil rakyat begitu cepat mengurus kantong sendiri, sementara rakyat kecil dibiarkan terseok dalam harga kebutuhan yang terus naik? Namun negara menjawab dengan gas air mata, borgol, dan mobil tahanan. Demokrasi di Atas Kertas, Represi di Lapangan Di sekolah, para pelajar diajarkan bahwa demokrasi adalah kebebasan menyampaikan pendapat. Tapi di jalanan, mereka justru diperlakukan seperti kriminal. Apakah ini wajah asli demokrasi kita manis dalam buku, getir di lapangan? Fakta lain menambah luka: sebagian pelajar mengaku diajak melalui media sosial, bahkan ada koordinasi antar-sekolah untuk turun aksi. Ini menandakan bahwa keresahan rakyat sudah menembus batas generasi. Jika anak-anak SMA saja merasa perlu turun ke jalan, betapa dalam sebenarnya jurang ketidakpercayaan terhadap DPR. Rakyat Disalahkan, Elit Dibiarkan Sayangnya, narasi yang muncul justru menyalahkan pelajar dan menyebut mereka “ikut-ikutan”. Padahal, bukankah DPR sendiri yang membuat rakyat muak dengan keputusan-keputusan yang jauh dari nurani publik? Di saat rakyat bertanya soal harga beras, lapangan kerja, dan pelayanan publik, anggota dewan sibuk menambah fasilitas dan tunjangan. Lalu ketika rakyat marah, justru rakyat yang ditangkap. Pertanyaan yang Tersisa Hari ini, publik harus jujur bertanya: demokrasi ini masih milik rakyat, atau hanya milik segelintir elit di Senayan? Karena jika pelajar SMA saja sudah dianggap ancaman, maka yang hancur bukan hanya pos polisi di jalanan yang hancur adalah harapan akan demokrasi itu sendiri.
Demokrasi Indonesia kembali dipertanyakan. Aksi massa menolak kenaikan tunjangan DPR yang digelar di depan Gedung DPR RI berakhir ricuh dan berujung pada penangkapan besar-besaran. Tak tanggung-tanggung, ratusan orang disapu aparat, termasuk anak-anak SMA yang masih berseragam sekolah. Data dari LBH Jakarta menyebutkan hingga Selasa pagi, lebih dari 400 orang masih ditahan, setengahnya adalah anak di bawah umur. Sebelumnya, kepolisian juga mengonfirmasi penangkapan belasan pelajar SMA/SMK yang diduga ikut aksi. Ironinya, pelajar-pelajar itu bukan penjahat. Mereka hanya datang karena keresahan yang sama: kenapa wakil rakyat begitu cepat mengurus kantong sendiri, sementara rakyat kecil dibiarkan terseok dalam harga kebutuhan yang terus naik? Namun negara menjawab dengan gas air mata, borgol, dan mobil tahanan. Demokrasi di Atas Kertas, Represi di Lapangan Di sekolah, para pelajar diajarkan bahwa demokrasi adalah kebebasan menyampaikan pendapat. Tapi di jalanan, mereka justru diperlakukan seperti kriminal. Apakah ini wajah asli demokrasi kita manis dalam buku, getir di lapangan? Fakta lain menambah luka: sebagian pelajar mengaku diajak melalui media sosial, bahkan ada koordinasi antar-sekolah untuk turun aksi. Ini menandakan bahwa keresahan rakyat sudah menembus batas generasi. Jika anak-anak SMA saja merasa perlu turun ke jalan, betapa dalam sebenarnya jurang ketidakpercayaan terhadap DPR. Rakyat Disalahkan, Elit Dibiarkan Sayangnya, narasi yang muncul justru menyalahkan pelajar dan menyebut mereka “ikut-ikutan”. Padahal, bukankah DPR sendiri yang membuat rakyat muak dengan keputusan-keputusan yang jauh dari nurani publik? Di saat rakyat bertanya soal harga beras, lapangan kerja, dan pelayanan publik, anggota dewan sibuk menambah fasilitas dan tunjangan. Lalu ketika rakyat marah, justru rakyat yang ditangkap. Pertanyaan yang Tersisa Hari ini, publik harus jujur bertanya: demokrasi ini masih milik rakyat, atau hanya milik segelintir elit di Senayan? Karena jika pelajar SMA saja sudah dianggap ancaman, maka yang hancur bukan hanya pos polisi di jalanan yang hancur adalah harapan akan demokrasi itu sendiri.

About