@tokyo_asmr_massage: ASMR Ear Cleaning #asmr #耳かき #耳掃除

tokyo_asmr_massage
tokyo_asmr_massage
Open In TikTok:
Region: JP
Friday 29 August 2025 06:49:32 GMT
127612
3659
9
67

Music

Download

Comments

To see more videos from user @tokyo_asmr_massage, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

[Kewajiban Mendahulukan Dalil Di Atas Akal] 🎙 Syaikh Prof. Dr. Yasser Al-Dosary hafizhahullahu ta'ala (imam & khotib Masjidil Haram Makkah Al-Mukarramah) Agama Islam di bangun atas dasar dalil, bukan akal. Demikianlah prinsip akidah Ahlusunnah wal jamaah. Allah ta’ala berfirman, ‎أَمۡ لَهُمۡ شُرَكَـٰۤؤُا۟ شَرَعُوا۟ لَهُم مِّنَ ٱلدِّینِ مَا لَمۡ یَأۡذَنۢ بِهِ ٱللَّهُۚ “Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang menetapkan (mensyari’atkan) aturan agama bagi mereka yang tidak diizinkan (diridhai) Allah?.” (QS. Asy-Syura: 21) Maka apabila kita dapati ada nash atau dalil yang seakan-akan bertentangan dengan akal (padahal hakikatnya tidak), maka sudah sepatutnya bagi kita untuk mendahulukan dalil dari pada akal, sebab dalil itu bersifat ma’shum (terjaga), adapun akal tidak, ia sifatnya terbatas dan berubah-ubah. Imam Syafi’i rahimahullah berkata,   ‎إِنَّ لِلْعَقْلِ حَدَّا يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ كَمَا أَنَّ لِلْبَصَرِ حَدًّا يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ “Sesungguhnya akal memiliki batas, ia berhenti pada batasan tersebut, sebagaimana pandangan juga memiliki batasan yang pandangan berakhir padanya.” (Adab Asy-Syafi’i, hlm. 134) Maka akal haruslah tunduk kepada dalil, bukan dalil yang tunduk kepada akal. Karena itu sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu berkata, ‎لَوْكَانَ الدِّيْنُ بِالرَّأْيِ لكَانَ أَسْفَل الخف أَوْلَى بالمَسْحِ مِنْ أَعْلَاه “Seandainya agama ini (Islam) asasnya adalah akal (logika), maka tentu bagian bawah khuf (sepatu) lebih pantas untuk diusap daripada (bagian) atasnya.”
[Kewajiban Mendahulukan Dalil Di Atas Akal] 🎙 Syaikh Prof. Dr. Yasser Al-Dosary hafizhahullahu ta'ala (imam & khotib Masjidil Haram Makkah Al-Mukarramah) Agama Islam di bangun atas dasar dalil, bukan akal. Demikianlah prinsip akidah Ahlusunnah wal jamaah. Allah ta’ala berfirman, ‎أَمۡ لَهُمۡ شُرَكَـٰۤؤُا۟ شَرَعُوا۟ لَهُم مِّنَ ٱلدِّینِ مَا لَمۡ یَأۡذَنۢ بِهِ ٱللَّهُۚ “Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang menetapkan (mensyari’atkan) aturan agama bagi mereka yang tidak diizinkan (diridhai) Allah?.” (QS. Asy-Syura: 21) Maka apabila kita dapati ada nash atau dalil yang seakan-akan bertentangan dengan akal (padahal hakikatnya tidak), maka sudah sepatutnya bagi kita untuk mendahulukan dalil dari pada akal, sebab dalil itu bersifat ma’shum (terjaga), adapun akal tidak, ia sifatnya terbatas dan berubah-ubah. Imam Syafi’i rahimahullah berkata, ‎إِنَّ لِلْعَقْلِ حَدَّا يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ كَمَا أَنَّ لِلْبَصَرِ حَدًّا يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ “Sesungguhnya akal memiliki batas, ia berhenti pada batasan tersebut, sebagaimana pandangan juga memiliki batasan yang pandangan berakhir padanya.” (Adab Asy-Syafi’i, hlm. 134) Maka akal haruslah tunduk kepada dalil, bukan dalil yang tunduk kepada akal. Karena itu sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu berkata, ‎لَوْكَانَ الدِّيْنُ بِالرَّأْيِ لكَانَ أَسْفَل الخف أَوْلَى بالمَسْحِ مِنْ أَعْلَاه “Seandainya agama ini (Islam) asasnya adalah akal (logika), maka tentu bagian bawah khuf (sepatu) lebih pantas untuk diusap daripada (bagian) atasnya.”

About