POV: ⚠️ WARNING. harap bijak ketika mengikuti alur, adegan pada POV ini tidak berkaitan dengan kehidupan asli sang artis (visualisasi yang bersangkutan). SEMUA ADEGAN TIDAK UNTUK DITIRU! Kamu menatapnya, dan detik itu juga bibirnya menutup bibirmu. Ciuman itu lembut di awal, perlahan seperti menguji batasmu, tapi dengan cepat berubah intens. Bibirnya menekan bibirmu penuh gairah, tangannya merengkuh pinggangmu, menarikmu lebih dekat. Kamu bisa merasakan detak jantungnya yang cepat, napasnya yang berat, dan aroma parfumnya yang maskulin bercampur dengan udara dingin dari luar. Kamu tahu ini salah, kalian berada di kantor, di ruang darurat yang sempit. Tapi tubuhmu sama sekali tidak menolak. Sebaliknya, kamu merespons dengan gemetar, membiarkan bibirmu ikut menari bersama bibirnya, matamu terpejam menikmati setiap sentuhannya. “God, you taste so sweet,” gumamnya di sela ciuman, sebelum bibirnya kembali menyerbu bibirmu. Jemarinya menyelip ke rambutmu, meremas lembut di belakang kepala, sementara tangan satunya membelai sisi tubuhmu dengan perlahan, membuatmu bergidik karena panas dan sensasi aneh yang mulai menjalar. “Jeno… please… stop…” suaramu terputus-putus, bukan karena benar-benar ingin dia berhenti, tapi karena kamu kewalahan dengan perasaan yang membuncah. Dia menarik diri sejenak, menatapmu tajam. “Sayang… tell me to stop… and I will. But I can see it in your eyes… you don’t want me to.” Pipi dan lehermu memerah, dada naik turun cepat. Kamu menggigit bibirmu sendiri, mencoba mengatur napas. Tapi Jeno tidak memberi jeda lama. Ia menunduk, mencium lehermu dengan lembut, membuatmu menahan desahan kecil. Ciumannya turun perlahan ke bahumu, membuatmu menggigil karena sensasi dingin ruangan bercampur panas tubuhnya. Tangannya bergerak di punggungmu, menekanmu lebih rapat ke tubuhnya. “You’re mine… and you know it,” bisiknya dengan nada penuh kepemilikan. Kamu hampir kehilangan kendali saat itu, membiarkan dirimu larut dalam pelukannya yang hangat dan aroma maskulinnya yang mendominasi. Dunia luar seakan menghilang; suara-suara kantor tak terdengar lagi. Yang ada hanya kalian berdua, napasnya yang berat di telingamu, dan debaran jantungmu yang tak terkendali. Tangga fire escape yang sempit dan sepi hanya diterangi lampu dinding temaram. Udara sore yang dingin merambat masuk lewat celah pintu besi yang tak tertutup rapat. Suara kota di luar terdengar jauh, teredam oleh dinding beton tinggi di sekitar kalian. Saat punggungmu menyentuh dinginnya tembok, Jeno berdiri sangat dekat, tubuhnya memagari ruang gerakmu. Tatapannya dalam, hitam pekat dan berkilau di bawah cahaya redup—penuh kelaparan dan ketertarikan yang tak bisa ia sembunyikan. Jarum jam di pergelangan tanganmu terus berdetak, tapi waktu seakan berhenti ketika jarinya mulai membuka satu per satu kancing blusmu. Sentuhan jemarinya terasa lambat, sensual, dan penuh penguasaan. Suara napasmu berbaur dengan degupan jantungmu yang semakin keras, membuat atmosfer semakin panas meski udara sekitar begitu dingin. “Sayang…” Suaranya rendah dan serak, hampir terdengar seperti desahan. “Aku sudah menahan diri dari tadi siang… dan sekarang aku tidak bisa lagi.” Nada suaranya yang dalam membuatmu merinding. Kamu hanya bisa menahan bibirmu agar tidak mengeluarkan suara terlalu keras. Tubuhmu menegang ketika bibirnya menempel di kulitmu, menurunkan ciumannya perlahan ke leher, lalu ke bahu, hingga dada. Setiap kecupan yang ia tinggalkan meninggalkan jejak merah samar, tanda betapa ia menikmati setiap inci dirimu. Tangannya yang kuat menahan pinggangmu, menarikmu lebih dekat ke tubuhnya. Kalian berada di ruang sempit, dinding dingin menempel di punggungmu, sementara kehangatan tubuh Jeno membakar setiap inci kulitmu dari depan. Tidak ada seorang pun lewat di tangga itu; fire escape selalu sepi. Kesunyian itu membuat kalian bebas, tapi juga menambah sensasi menegangkan—karena ada sedikit risiko untuk ketahuan. #JENO #fypdongggggggg #povstories #masukberandafyp #masukberandatiktok - @r_e_m__gf1