@laoceats: 📍 @thekaylascake 1311 S Gilbert Street Fullerton, CA 92833 #orangecounty #food #Foodie

L.A | O.C Eats
L.A | O.C Eats
Open In TikTok:
Region: US
Thursday 25 September 2025 01:34:31 GMT
16317
478
2
300

Music

Download

Comments

kerrybear696
ChronicWarriorWoman :
OMG. Yes please. These look so good
2025-09-28 00:57:41
0
bbk5683
BBK5683 :
🥰🥰🥰
2025-09-26 14:24:09
0
To see more videos from user @laoceats, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

“DPRD Bekasi Sibuk Bela Pejabat Tertidur, Bukan Bela Kepentingan Rakyat” Pantas saja air kita selalu keruh, tagihan melonjak, dan tekanan air cuma kuat saat tengah malam. Ternyata bukan pipa yang mampet—tapi Bos PDAM tirta Patriot yang tersedot ke alam mimpi. Siapkan kopi pahit, Tuan. Bukan untuk rakyat… tapi untuk pejabat yang mengantuk saat membahas uang rakyat”. Di negeri yang katanya menjunjung profesionalisme, kita baru saja menyaksikan momen monumental: Dirut PDAM Tirta Patriot “Ali Imam Faryadi” resmi memperagakan jurus “Sleeping Beauty” di tengah rapat ekspose penyertaan modal. Tanpa perlu soundtrack Disney-dengkurannya sudah cukup jadi backsound resmi. Dan seperti biasa, ketika adegan absurd muncul, bukannya alarm yang berbunyi. Yang muncul malah program baru: Operasi Penyelamatan Reputasi Pejabat Tertidur (didukung penuh oleh anggaran solidaritas dan teh hangat ruangan rapat). Tokoh utamanya? Siapa lagi kalau bukan Misbah, Sekretaris Pansus 8 dari Gerindra—yang tampaknya lebih cekatan membantah publik daripada membangunkan Dirut yang sedang reboot system. Publik bertanya polos: “Loh, kok bisa Dirut tidur saat rapat Raperda penyertaan modal BUMD?” Jawaban yang muncul: “Narasi sesat!” “Fitnah keji!” Padahal rakyat cuma ingin tahu: “Ini rapat anggaran atau ruang spa dengan fasilitas power nap?” Masalahnya bukan soal kelopak mata yang redup. Masalahnya: kenapa fungsi pengawasan berubah menjadi fungsi pembelaan? Bukannya menegur Dirut, DPRD malah seperti sibuk merapikan bantal anggarannya. Kalau kritik publik saja dianggap dosa besar, mungkin DPRD perlu menerbitkan buku baru: “Tata Cara Membela Pejabat Tertidur dalam Rapat Penting: Teori dan Praktik.” Dan di balik semua drama itu, muncul pertanyaan berbaris rapi—lebih rapi daripada laporan proyek: Kenapa pembelaan begitu agresif? Apa karena ada paket penyertaan modal Rp 90 miliar yang sedang diajukan PDAM Patriot? Integritas yang dijaga atau modal politik yang diselamatkan? Mana yang lebih penting: uang rakyat atau rasa kantuk pejabat? Sebab dalam tata kelola yang sehat, DPRD bukan karpet merah BUMD. Tugas DPRD itu mengawasi anggaran—bukan mengawal kenyamanan pejabat yang mengajukan anggaran?  Dan ketika pembahasan Raperda penyertaan modal berubah jadi jam istirahat siang, wajar publik bertanya: “Yang mau dibangun itu BUMD atau bantal empuk pengantar mimpi?” Terlebih lagi, DPRD mestinya fokus pada temuan BPK: penyertaan modal Rp 43 miliar yang diberikan tanpa dasar hukum Perda. Ini bukan sekadar “lupa bikin dokumen.” Ini pelanggaran tata kelola yang menabrak UU 23/2014 dan Permendagri 52/2012—yang jelas mewajibkan Perda sebagai dasar penyertaan modal. Pertanyaan besarnya: Bagaimana uang rakyat bisa mengalir lancar tanpa Perda, tanpa filter hukum, tanpa lampu kuning, namun dengan lampu tidur menyala terang? Karena ketika fungsi pengawasan berubah menjadi fungsi pembelaan, yang runtuh bukan hanya marwah rapat, tapi marwah lembaga yang seharusnya menjaga akuntabilitas. Dan pada akhirnya, rakyat pun cuma bisa berkata: “Kalau rapat saja bisa tertidur, jangan heran kalau air keruh… dan kebijakan jauh lebih keruh daripada air itu sendiri.”#kotabekasi#jawabarat
“DPRD Bekasi Sibuk Bela Pejabat Tertidur, Bukan Bela Kepentingan Rakyat” Pantas saja air kita selalu keruh, tagihan melonjak, dan tekanan air cuma kuat saat tengah malam. Ternyata bukan pipa yang mampet—tapi Bos PDAM tirta Patriot yang tersedot ke alam mimpi. Siapkan kopi pahit, Tuan. Bukan untuk rakyat… tapi untuk pejabat yang mengantuk saat membahas uang rakyat”. Di negeri yang katanya menjunjung profesionalisme, kita baru saja menyaksikan momen monumental: Dirut PDAM Tirta Patriot “Ali Imam Faryadi” resmi memperagakan jurus “Sleeping Beauty” di tengah rapat ekspose penyertaan modal. Tanpa perlu soundtrack Disney-dengkurannya sudah cukup jadi backsound resmi. Dan seperti biasa, ketika adegan absurd muncul, bukannya alarm yang berbunyi. Yang muncul malah program baru: Operasi Penyelamatan Reputasi Pejabat Tertidur (didukung penuh oleh anggaran solidaritas dan teh hangat ruangan rapat). Tokoh utamanya? Siapa lagi kalau bukan Misbah, Sekretaris Pansus 8 dari Gerindra—yang tampaknya lebih cekatan membantah publik daripada membangunkan Dirut yang sedang reboot system. Publik bertanya polos: “Loh, kok bisa Dirut tidur saat rapat Raperda penyertaan modal BUMD?” Jawaban yang muncul: “Narasi sesat!” “Fitnah keji!” Padahal rakyat cuma ingin tahu: “Ini rapat anggaran atau ruang spa dengan fasilitas power nap?” Masalahnya bukan soal kelopak mata yang redup. Masalahnya: kenapa fungsi pengawasan berubah menjadi fungsi pembelaan? Bukannya menegur Dirut, DPRD malah seperti sibuk merapikan bantal anggarannya. Kalau kritik publik saja dianggap dosa besar, mungkin DPRD perlu menerbitkan buku baru: “Tata Cara Membela Pejabat Tertidur dalam Rapat Penting: Teori dan Praktik.” Dan di balik semua drama itu, muncul pertanyaan berbaris rapi—lebih rapi daripada laporan proyek: Kenapa pembelaan begitu agresif? Apa karena ada paket penyertaan modal Rp 90 miliar yang sedang diajukan PDAM Patriot? Integritas yang dijaga atau modal politik yang diselamatkan? Mana yang lebih penting: uang rakyat atau rasa kantuk pejabat? Sebab dalam tata kelola yang sehat, DPRD bukan karpet merah BUMD. Tugas DPRD itu mengawasi anggaran—bukan mengawal kenyamanan pejabat yang mengajukan anggaran? Dan ketika pembahasan Raperda penyertaan modal berubah jadi jam istirahat siang, wajar publik bertanya: “Yang mau dibangun itu BUMD atau bantal empuk pengantar mimpi?” Terlebih lagi, DPRD mestinya fokus pada temuan BPK: penyertaan modal Rp 43 miliar yang diberikan tanpa dasar hukum Perda. Ini bukan sekadar “lupa bikin dokumen.” Ini pelanggaran tata kelola yang menabrak UU 23/2014 dan Permendagri 52/2012—yang jelas mewajibkan Perda sebagai dasar penyertaan modal. Pertanyaan besarnya: Bagaimana uang rakyat bisa mengalir lancar tanpa Perda, tanpa filter hukum, tanpa lampu kuning, namun dengan lampu tidur menyala terang? Karena ketika fungsi pengawasan berubah menjadi fungsi pembelaan, yang runtuh bukan hanya marwah rapat, tapi marwah lembaga yang seharusnya menjaga akuntabilitas. Dan pada akhirnya, rakyat pun cuma bisa berkata: “Kalau rapat saja bisa tertidur, jangan heran kalau air keruh… dan kebijakan jauh lebih keruh daripada air itu sendiri.”#kotabekasi#jawabarat

About