Pernahkah kamu bertanya… apa arti sebenarnya dari kesetiaan? Dalam setiap hubungan—cinta, persahabatan, atau keluarga—kesetiaan adalah fondasi yang tak terlihat namun paling menentukan. Ia adalah benang halus yang mengikat dua hati, bahkan saat jarak memisahkan, bahkan ketika kata-kata tak lagi cukup. Kesetiaan adalah diam-diam mendoakan seseorang saat dia tak melihat. Menunggu meski tak diminta. Tetap ada, meski dunia sedang berantakan. Meski hatimu juga sedang patah, pecah, dan nyaris lupa cara sembuh. Dan anehnya, semakin dewasa, kesetiaan terdengar seperti mitos yang disimpan di museum nilai moral. Kalau kamu menyebut "setia" hari ini, orang akan mengangguk sopan lalu kembali swipe Tinder setelah Zoom meeting selesai. Aku tidak pernah bisa mengerti orang-orang yang menyebut cinta, tapi tetap menyisakan celah untuk melarikan diri. "Masih mau liat opsi yang lain" seakan hati manusia itu menu warteg. Bagiku itu adalah sebuah konsep pikiran yang murahan, tak berintergritas dan merendahkan diri sendiri (paket combo komplit dalam menurunkan nilai dirimu 😌) Zaman sekarang, kita diajarkan bahwa “punya banyak opsi” itu keren. Orang-orang bilang mereka ingin bebas... Yang masih memandang sekitar Masih “menjaga peluang” Masih flirting sambil bilang "cuma teman" Masih bermain kode dengan orang lain sambil menyebut pasangannya “hubungan yang belum jelas” Dan inilah ironi terbesar: Kesetiaan memang membatasi pilihanmu, tapi justru di situlah kamu benar-benar bebas. Karena kamu tidak lagi diseret oleh kemungkinan, tapi berdiri dalam kepastian hubungan yang sehat dan tulus. Kesetiaan bukan tentang tidak tergoda. Semua orang tergoda. Bahkan orang yang setia pun bisa mengakui kalau ada yang lebih ‘segar’, lebih seru. Tapi mereka memilih untuk tetap tinggal. Karena di balik godaan itu, mereka tahu: yang mereka punya adalah sesuatu yang dibangun untuk jangka panjang, bukan kesenangan semu. Kadang aku bertanya, apa sebenarnya yang dicari oleh mereka yang terus berpindah hubungan sana sini? Apakah ada yang benar-benar cukup untuk mereka? Atau mereka sudah terbiasa dengan drama dan kekacauan sejak kecil sehingga kenyamanan dan ketenangan adalah sesuatu yang menakutkan? Setia itu seperti nasi putih. Gak heboh, tapi tanpanya, kamu akan kelaparan di tengah semua lauk dunia. Tentu saja, kesetiaan tidak selalu mulus. Karena untuk bertahan, kamu harus mengorbankan ego. Harus belajar mendengarkan. Harus berani jujur. Kita dipaksa untuk berhenti bersembunyi di balik ketakutan dan mulai membangun sesuatu yang nyata. Dan hal yang nyata, tidak pernah mudah. Karena ia menuntut kita untuk berhenti mencari. Membuat kita harus bisa menunjukan sisi vulnerable dan insecurities kita kepada satu orang saja. Kesetiaan bukan kurungan, tapi pelukan hangat yang membuat seseorang ingin pulang sendiri—tanpa paksaan. Cinta yang dewasa tahu: luka bukan alasan untuk pergi, tapi tempat untuk tumbuh bersama. Dan jika kamu pernah merasa tidak cukup hanya karena seseorang tidak bisa memilihmu sepenuhnya—itu bukan tentang kamu. Itu tentang mereka yang belum selesai dengan inner child issuesnya. Jangan percaya pada orang yang masih suka mencari opsi lain. Kamu bukan toko online, dan hatimu bukan barang diskon. Jika kamu menemukan seseorang yang setia, genggam erat dia. Peluk dia. Hargai dia. Balas dengan kesetiaan yang setara. Karena di dunia ini, semua orang ingin dicintai… tapi hanya sedikit yang tahu cara untuk benar-benar tinggal. Sebagai seseorang yang punya intergritas dan harga diri, menurutku kesetiaan bukan konsep kuno. Ia adalah bentuk tertinggi dari cinta yang memilih untuk tinggal, bahkan ketika mudah sekali untuk pergi. Di tengah kehidupan yang sibuk mencari “apa lagi”, kesetiaan adalah keberanian untuk berkata “aku memilih kamu, dan hanya kamu” Dunia memang berubah, tapi ketulusan tidak pernah ketinggalan zaman. What goes around comes around, hati-hati dalam pilihanmu. #katakatabijak #katakatamotivasi - @dailybytediary