@ig_h4s_nita: Selama ga ngasih aku makan, diam aj ya___👊🏻🤪#hiduplagicapekcapeknya #fyppppppppppppppppppppppp #fypage #foryoupage #quotes

Hamzah ita
Hamzah ita
Open In TikTok:
Region: ID
Saturday 04 October 2025 04:41:16 GMT
104222
7703
27
697

Music

Download

Comments

leogiirll20
MamaMuda🫶 :
izin post kk
2025-11-30 14:26:29
0
nadiavri20
hii_ininadia💢 :
izin post kak
2025-11-30 10:05:37
1
rahmawatiamha0
Amha✨ :
menyalaaa gatuhhhh🔥🔥🔥🔥🤣🤣
2025-11-28 04:31:08
0
nasywahanif7
@virgo28 :
bentar...bentar... mau Tek jadiin sw😅
2025-11-29 09:20:50
0
yhati436
Moy❤️ :
izin buat sw ya kak🤣
2025-11-29 09:53:54
0
libraaa_15oktober
Jie MildhaaSahar :
gacorrr..🤣🤣🔥
2025-11-30 04:34:44
0
elwinsyg2
elwin syg :
ijin post🙏
2025-11-25 02:26:06
0
sayechaca
Panggil Aja Chaca🐝 :
izin posting kk
2025-11-21 04:14:00
0
dyanmaria6
dinda :
izin repost kak🙏
2025-11-29 10:23:26
0
xx_illa7
dilla🎀 :
izin post kk
2025-12-01 03:24:58
0
fitrizalukhhu
Fitri zalukhu :
gatal tangnku mau posting takut nnty ada yg tersinggung🤣🤣🤣
2025-11-27 06:07:12
0
rahmarif18
Queen rahma :
Post ulang ahh.klo ada yg tersinggung itu urusan mu🤣🤣
2025-11-30 12:27:43
0
sucy_mercy_auliya0w___
matchalattee🫧 :
@Liv🦋 mnyala kata”eh ketua🔥
2025-11-30 05:30:48
1
noviangraini14
Cimbrutt 💅. :
@23.08.10 @paa_0221 @xxzdaa06, jangan lupa nyalakan🔥🤪🤙
2025-11-30 03:20:32
1
selindo06
SELINDO :
🤣
2025-12-01 08:14:40
0
mygemini0852
Matchaa001 :
@Mita Prianti mit kasih faham miy
2025-11-29 15:18:36
0
anindyta.zoya7
Anindyta Zoya :
🤣
2025-11-23 00:35:06
0
ida_2884
ida_ :
👍👍👍
2025-11-19 06:42:09
0
To see more videos from user @ig_h4s_nita, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

POV (7): Malam itu sunyi. Hanya suara jangkrik yang terdengar di luar bilikmu. Lampu minyak di sudut ruangan redup, cahayanya bergetar tiap kali angin malam menyusup dari celah jendela. Kamu duduk bersila di lantai, sedang menata kain-kain bersih hasil cucian siang tadi. Tok… tok… tok… Suara ketukan pelan tapi tegas membuatmu menoleh cepat. Kamu berdiri, langkahmu gugup menuju pintu. Saat pintu dibuka, dua sosok prajurit berdiri tegap di depanmu. Raut wajah mereka asing, tidak seperti prajurit keraton yang biasa kamu kenal. “Mbak Y/n to?” salah satu dari mereka bertanya datar. Kamu menelan ludah sebelum menjawab, “Nggeh, saya Y/n. Ada apa to? Dan kalian siapa?” “Kita prajurit Eyang Dewi,” jawabnya cepat. “Beliau meminta sampeyan untuk mengemas barang-barang sampeyan dari sini.” Aliran darahmu serasa berhenti seketika, “A… apa maksudnya?” Belum sempat prajurit itu menjawab, terdengar langkah kaki berat mendekat dari arah lorong. Tok… tok… tok… Suara tongkat kayu beradu dengan lantai batu. Aura itu begitu kuat dan dingin—kamu tahu, itu Eyang Dewi. Kamu segera menunduk dalam, tanganmu gemetar di sisi tubuh. “Kemas barang-barangmu,” ucapnya, suaranya tajam seperti pisau. Kamu mendongak sedikit, matamu mulai berkaca. “Tapi kenapa, Eyang?” suaramu lirih, bergetar di antara isak yang kamu tahan. Eyang menatapmu lama, matanya menusuk seperti sedang membaca isi hatimu. “Koe sayang to sama Riki?” tanyanya datar. Kamu diam. Hening beberapa detik, hanya suara detak jantungmu sendiri yang terdengar keras di telingamu. Lalu kamu mengangguk pelan. “Nggeh, Eyang… saya sayang karo Raden Mas,” jawabmu jujur, meski air matamu mulai menetes. Eyang menarik napas panjang, wajahnya tetap datar. “Eyang tahu koe gadis baik. Tapi demi nama baik keraton iki, Eyang minta koe pergi. Lebih tepatnya… koe bakal tak asingkan ke desa terpencil, jauh dari keraton iki.” Ucapan itu seperti petir yang menyambar dadamu. Dunia seolah berhenti. Nafasmu tercekat, bibirmu bergetar. “E-Eyang… saya…” “Pergi sekarang, opo orang tuamu seng pergi?” potongnya keras. Suara tongkatnya menghentak lantai, membuatmu tersentak. Kamu menunduk, bahumu mulai bergetar menahan tangis. Air matamu jatuh membasahi lantai. “Nggeh, Eyang… biar saya saja yang pergi. Tapi… apa sampeyan mengizinkan saya buat berpamitan sama Raden Mas?” tanyamu dengan suara parau, nyaris tak terdengar. “Ora usah!” bentaknya. Sorot matanya dingin dan tanpa ampun. Kamu terdiam. Tangismu pecah dalam diam. Malam itu juga, tanpa sempat berpamitan, kamu dibawa pergi oleh dua prajurit itu. ——— Keesokan paginya. Langit keraton cerah, tapi bagi Riki, hari itu terasa suram. Ia berjalan cepat melewati lorong panjang keraton, matanya mencari-cari sosokmu di antara para abdi dalem yang berlalu-lalang. Tapi kamu tak terlihat. Ia menghampiri Mbok Raras, abdi dalem senior yang sedang menata bunga di pendopo. “Mbok,” suaranya berat, “dari tadi Riki gak liat Y/n. Dia ke mana?” Mbok Raras menunduk dalam. Ia terdiam cukup lama, jemarinya gemetar. Ia tahu jawabannya bisa mengguncang Riki, tapi ia juga tahu perintah Eyang Dewi—siapa pun yang tanya soal kamu, harus diam. “Mbok?” suara Riki meninggi. “Riki nanya kok malah diem aja? Di mana Y/n!?” “Anu, Raden…” suaranya bergetar. “Mbok… ndak tahu di mana…” Riki menatapnya tajam, matanya menelusuri wajah wanita tua itu, mencari kebohongan. Tapi Mbok Raras menunduk makin dalam. Tanpa berkata lagi, Riki langsung berlari ke arah bilik para abdi dalem. Langkahnya tergesa, napasnya memburu, setiap langkah seperti dihantam rasa cemas. Pintu bilikmu didorong keras,Ruangan itu kosong. Sunyi. Sepi. Tak ada lagi bekasmu di sana—hanya kain lipatan yang tertinggal dan selembar kertas kecil di lantai. Riki menatapnya, lalu berjongkok perlahan. Tangannya bergetar saat mengambil kertas itu. Setelah dibuka, terlihat tulisan tanganmu yang halus tapi sedikit bergetar. ‘Raden Mas… kalau sampeyan menemukan surat ini, Y/n minta maaf nggeh. Y/n ndak bisa ada di samping Raden Mas selamanya.’ #ni_ki #enhypen #pov #foryoupage
POV (7): Malam itu sunyi. Hanya suara jangkrik yang terdengar di luar bilikmu. Lampu minyak di sudut ruangan redup, cahayanya bergetar tiap kali angin malam menyusup dari celah jendela. Kamu duduk bersila di lantai, sedang menata kain-kain bersih hasil cucian siang tadi. Tok… tok… tok… Suara ketukan pelan tapi tegas membuatmu menoleh cepat. Kamu berdiri, langkahmu gugup menuju pintu. Saat pintu dibuka, dua sosok prajurit berdiri tegap di depanmu. Raut wajah mereka asing, tidak seperti prajurit keraton yang biasa kamu kenal. “Mbak Y/n to?” salah satu dari mereka bertanya datar. Kamu menelan ludah sebelum menjawab, “Nggeh, saya Y/n. Ada apa to? Dan kalian siapa?” “Kita prajurit Eyang Dewi,” jawabnya cepat. “Beliau meminta sampeyan untuk mengemas barang-barang sampeyan dari sini.” Aliran darahmu serasa berhenti seketika, “A… apa maksudnya?” Belum sempat prajurit itu menjawab, terdengar langkah kaki berat mendekat dari arah lorong. Tok… tok… tok… Suara tongkat kayu beradu dengan lantai batu. Aura itu begitu kuat dan dingin—kamu tahu, itu Eyang Dewi. Kamu segera menunduk dalam, tanganmu gemetar di sisi tubuh. “Kemas barang-barangmu,” ucapnya, suaranya tajam seperti pisau. Kamu mendongak sedikit, matamu mulai berkaca. “Tapi kenapa, Eyang?” suaramu lirih, bergetar di antara isak yang kamu tahan. Eyang menatapmu lama, matanya menusuk seperti sedang membaca isi hatimu. “Koe sayang to sama Riki?” tanyanya datar. Kamu diam. Hening beberapa detik, hanya suara detak jantungmu sendiri yang terdengar keras di telingamu. Lalu kamu mengangguk pelan. “Nggeh, Eyang… saya sayang karo Raden Mas,” jawabmu jujur, meski air matamu mulai menetes. Eyang menarik napas panjang, wajahnya tetap datar. “Eyang tahu koe gadis baik. Tapi demi nama baik keraton iki, Eyang minta koe pergi. Lebih tepatnya… koe bakal tak asingkan ke desa terpencil, jauh dari keraton iki.” Ucapan itu seperti petir yang menyambar dadamu. Dunia seolah berhenti. Nafasmu tercekat, bibirmu bergetar. “E-Eyang… saya…” “Pergi sekarang, opo orang tuamu seng pergi?” potongnya keras. Suara tongkatnya menghentak lantai, membuatmu tersentak. Kamu menunduk, bahumu mulai bergetar menahan tangis. Air matamu jatuh membasahi lantai. “Nggeh, Eyang… biar saya saja yang pergi. Tapi… apa sampeyan mengizinkan saya buat berpamitan sama Raden Mas?” tanyamu dengan suara parau, nyaris tak terdengar. “Ora usah!” bentaknya. Sorot matanya dingin dan tanpa ampun. Kamu terdiam. Tangismu pecah dalam diam. Malam itu juga, tanpa sempat berpamitan, kamu dibawa pergi oleh dua prajurit itu. ——— Keesokan paginya. Langit keraton cerah, tapi bagi Riki, hari itu terasa suram. Ia berjalan cepat melewati lorong panjang keraton, matanya mencari-cari sosokmu di antara para abdi dalem yang berlalu-lalang. Tapi kamu tak terlihat. Ia menghampiri Mbok Raras, abdi dalem senior yang sedang menata bunga di pendopo. “Mbok,” suaranya berat, “dari tadi Riki gak liat Y/n. Dia ke mana?” Mbok Raras menunduk dalam. Ia terdiam cukup lama, jemarinya gemetar. Ia tahu jawabannya bisa mengguncang Riki, tapi ia juga tahu perintah Eyang Dewi—siapa pun yang tanya soal kamu, harus diam. “Mbok?” suara Riki meninggi. “Riki nanya kok malah diem aja? Di mana Y/n!?” “Anu, Raden…” suaranya bergetar. “Mbok… ndak tahu di mana…” Riki menatapnya tajam, matanya menelusuri wajah wanita tua itu, mencari kebohongan. Tapi Mbok Raras menunduk makin dalam. Tanpa berkata lagi, Riki langsung berlari ke arah bilik para abdi dalem. Langkahnya tergesa, napasnya memburu, setiap langkah seperti dihantam rasa cemas. Pintu bilikmu didorong keras,Ruangan itu kosong. Sunyi. Sepi. Tak ada lagi bekasmu di sana—hanya kain lipatan yang tertinggal dan selembar kertas kecil di lantai. Riki menatapnya, lalu berjongkok perlahan. Tangannya bergetar saat mengambil kertas itu. Setelah dibuka, terlihat tulisan tanganmu yang halus tapi sedikit bergetar. ‘Raden Mas… kalau sampeyan menemukan surat ini, Y/n minta maaf nggeh. Y/n ndak bisa ada di samping Raden Mas selamanya.’ #ni_ki #enhypen #pov #foryoupage

About