@historyandlegends: Один из самых ярких и сильных Лордов, согласны ? #история #играпрестолов #легенда #анимация #мультфильм

Истории и Легенды
Истории и Легенды
Open In TikTok:
Region: IQ
Saturday 04 October 2025 23:01:56 GMT
46311
2893
45
125

Music

Download

Comments

ilis_k
Nomad :
Супер! Заберите все мои лайки и давайте еще видео!!!!
2025-10-05 15:07:03
36
rogean_akillov_44
seyshka :
как интересно
2025-10-05 15:39:24
0
berserkr21
Берсерк :
На етом канале должно быть миллион подписчиков!❤
2025-12-06 20:12:27
0
sperma_s_razymam
sperma_s_razymom :
ждем больше по игре престолов
2025-12-07 06:33:38
0
jglevia
jglevia :
классно
2025-10-11 19:18:23
0
raisa24254
user1628597629250 :
О боже 💯💯💯💯💯
2025-10-05 01:39:52
2
treckler
Татьяна :
ура новое видео🔥
2025-10-05 05:45:23
6
semper.aequum
Semper Paratus :
великолепно, как всегда!!!
2025-10-08 05:51:13
1
user3359144506876
Александр С. :
прикольно видеть игру престолов в таком исполнении
2025-10-20 17:18:00
1
ayvengo2008
ayvengo2008 :
Бро как ты делаешь такую имбу? Что за приложение?
2025-10-17 18:50:27
1
coast_in_twilight
coastwilight :
я молюсь на людей, которые любят и распространяют историю 🛐
2025-10-27 10:49:12
2
vlad_cant_have_tiktok_
vlad :
Обожаю ваши видео, это просто шедевр 😍
2025-10-05 09:50:06
3
kuznetsma
Кузнец :
Благодарю. Изумительный контент. Большой и качественный труд. Классный канал!
2025-10-16 14:28:08
10
leve_ro_n
чекните мемы :
Я бы смотрела ваши видео и смотрела и смотрела и смотрела
2025-10-05 09:53:25
101
medusa66m
Medusa :
Ждём видео про Таргариенов🤍
2025-10-06 15:23:24
45
tanechka_luna
🌹 𝑻𝒂𝒏𝒚𝒖𝒔𝒉𝒂 🌹 :
🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥
2025-10-04 23:38:10
2
krasnov.5
Krasnov_5 :
🔥🔥🔥
2025-12-08 15:29:11
0
user1113912707315
Vadimont :
🥰
2025-11-24 11:13:09
0
rimmav555
Rimma :
👍👍👍
2025-11-10 14:07:06
0
klarkushaa
she :
😻
2025-11-09 07:47:11
0
olga.shevtsova248
Olga Shevtsova248341 :
👍
2025-11-06 10:39:32
0
user3984739861720
user3984739861720 :
🥰
2025-10-27 03:30:22
0
ivan.dubrovka
Ivan Dubrovka :
😂
2025-10-25 20:01:56
0
dayana2913
Dayana :
🥰
2025-10-20 15:06:30
0
dayana2913
Dayana :
😁
2025-10-20 15:06:30
0
To see more videos from user @historyandlegends, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Palembang, 2025  rekayasa dalam kasus kematian siswi SMP bernama Ayu Andriani yang ditemukan tewas di kawasan TPU Kuburan Cina, Palembang, kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Empat anak di bawah umur yang sempat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini mengaku menjadi korban penyiksaan dan tekanan oleh aparat Polrestabes Palembang, yang diduga memaksa mereka untuk mengikuti skenario yang direkayasa.   Kronologi bermula pada 3 September 2024, ketika kepolisian Polrestabes Palembang, dengan mengenakan pakaian preman, melakukan penculikan terhadap empat anak tersebut. Salah satu anak diculik di sekolah saat sedang belajar, sementara tiga anak lainnya ditangkap saat bermain di luar rumah. Setelah penangkapan, tim buser langsung membawa keempat anak itu ke lokasi kejadian perkara (TKP) untuk memperagakan adegan pembunuhan yang diduga mereka lakukan. Selama proses ini, anak-anak tersebut mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh aparat.   Tak berhenti sampai di situ, pada hari yang sama anak-anak tersebut dibawa ke pos penjagaan Satreskrim Polrestabes Palembang yang berlokasi di Jalan Letkol Iskandar, samping Hotel Ibis Palembang. Di sana, mereka kembali mendapatkan penyiksaan dan didesak untuk mengikuti narasi yang telah disusun penyidik. Baru setelah anak-anak menyetujui narasi tersebut, mereka diserahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes tanpa didampingi orang tua.   Keluarga yang panik berupaya mencari keberadaan anak-anaknya dengan bertanya kepada warga dan akhirnya mendapat kabar dari seorang kepala sekolah bahwa anak-anak mereka telah ditangkap oleh polisi. Saat para orang tua mendatangi Polrestabes Palembang, mereka dipaksa menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanpa penjelasan yang memadai dan tanpa kehadiran kuasa hukum.   Dugaan manipulasi proses hukum ini semakin kuat setelah anak-anak menyatakan kepada orang tua mereka bahwa mereka bukanlah pelaku pembunuhan tersebut. Orang tua kemudian berusaha mencari bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang, namun ditolak—yang diduga karena adanya kerja sama antara kepolisian dan LBH untuk menghalangi bantuan hukum bagi anak-anak tersebut.   Pada 5 September 2024, orang tua bertemu dengan seorang aktivis sekaligus pengacara yang bersedia membantu secara cuma-cuma. Namun, saat itu kasus sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Palembang, dan akses pertemuan dengan anak-anak dibatasi ketat oleh pihak kejaksaan. Melalui aksi unjuk rasa di depan kantor kejaksaan, pengacara akhirnya mendapatkan izin menjadi kuasa hukum resmi untuk keempat anak tersebut.   Selama persidangan yang berlangsung tertutup, terungkap fakta mengejutkan bahwa para saksi yang diajukan oleh jaksa dan polisi mencabut kesaksian mereka setelah mengaku mendapat intimidasi serta kekerasan dari aparat penegak hukum untuk memberikan kesaksian palsu demi menjebloskan anak-anak tersebut. Dengan bukti forensik, termasuk sidik jari dan tes DNA yang tidak mengaitkan keempat anak dengan korban atau tempat kejadian, kasus ini jelas merupakan rekayasa.   Namun demikian, vonis bersalah tetap dijatuhkan oleh hakim. Dugaan suap kepada hakim semakin memperkuat spekulasi adanya kolusi antara aparat kepolisian, jaksa, dan hakim demi menutupi kawanan pelaku sebenarnya. Sidang sengaja digelar tertutup untuk menutup-nutupi ketidakadilan ini, meskipun saat vonis hakim membuka sidang untuk umum agar memberi kesan bahwa proses hukum berjalan transparan.   Tim kuasa hukum telah melaporkan dugaan pelanggaran etik oleh hakim ke Komisi Yudisial Palembang dan berkomitmen terus memperjuangkan keempat anak tersebut tanpa menerima imbalan apa pun dari keluarga. Keikhlasan mereka menjadi harapan bagi anak-anak yang tak berdosa ini untuk mendapatkan keadilan, pemulihan nama baik, serta dukungan mental dan psikologis.   Kasus ini menggambarkan bagaimana rekayasa hukum dapat menyasar korban yang sangat rentan, di mana penegak hukum seharusnya melindungi malah
Palembang, 2025 rekayasa dalam kasus kematian siswi SMP bernama Ayu Andriani yang ditemukan tewas di kawasan TPU Kuburan Cina, Palembang, kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Empat anak di bawah umur yang sempat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini mengaku menjadi korban penyiksaan dan tekanan oleh aparat Polrestabes Palembang, yang diduga memaksa mereka untuk mengikuti skenario yang direkayasa.   Kronologi bermula pada 3 September 2024, ketika kepolisian Polrestabes Palembang, dengan mengenakan pakaian preman, melakukan penculikan terhadap empat anak tersebut. Salah satu anak diculik di sekolah saat sedang belajar, sementara tiga anak lainnya ditangkap saat bermain di luar rumah. Setelah penangkapan, tim buser langsung membawa keempat anak itu ke lokasi kejadian perkara (TKP) untuk memperagakan adegan pembunuhan yang diduga mereka lakukan. Selama proses ini, anak-anak tersebut mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh aparat.   Tak berhenti sampai di situ, pada hari yang sama anak-anak tersebut dibawa ke pos penjagaan Satreskrim Polrestabes Palembang yang berlokasi di Jalan Letkol Iskandar, samping Hotel Ibis Palembang. Di sana, mereka kembali mendapatkan penyiksaan dan didesak untuk mengikuti narasi yang telah disusun penyidik. Baru setelah anak-anak menyetujui narasi tersebut, mereka diserahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes tanpa didampingi orang tua.   Keluarga yang panik berupaya mencari keberadaan anak-anaknya dengan bertanya kepada warga dan akhirnya mendapat kabar dari seorang kepala sekolah bahwa anak-anak mereka telah ditangkap oleh polisi. Saat para orang tua mendatangi Polrestabes Palembang, mereka dipaksa menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanpa penjelasan yang memadai dan tanpa kehadiran kuasa hukum.   Dugaan manipulasi proses hukum ini semakin kuat setelah anak-anak menyatakan kepada orang tua mereka bahwa mereka bukanlah pelaku pembunuhan tersebut. Orang tua kemudian berusaha mencari bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang, namun ditolak—yang diduga karena adanya kerja sama antara kepolisian dan LBH untuk menghalangi bantuan hukum bagi anak-anak tersebut.   Pada 5 September 2024, orang tua bertemu dengan seorang aktivis sekaligus pengacara yang bersedia membantu secara cuma-cuma. Namun, saat itu kasus sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Palembang, dan akses pertemuan dengan anak-anak dibatasi ketat oleh pihak kejaksaan. Melalui aksi unjuk rasa di depan kantor kejaksaan, pengacara akhirnya mendapatkan izin menjadi kuasa hukum resmi untuk keempat anak tersebut.   Selama persidangan yang berlangsung tertutup, terungkap fakta mengejutkan bahwa para saksi yang diajukan oleh jaksa dan polisi mencabut kesaksian mereka setelah mengaku mendapat intimidasi serta kekerasan dari aparat penegak hukum untuk memberikan kesaksian palsu demi menjebloskan anak-anak tersebut. Dengan bukti forensik, termasuk sidik jari dan tes DNA yang tidak mengaitkan keempat anak dengan korban atau tempat kejadian, kasus ini jelas merupakan rekayasa.   Namun demikian, vonis bersalah tetap dijatuhkan oleh hakim. Dugaan suap kepada hakim semakin memperkuat spekulasi adanya kolusi antara aparat kepolisian, jaksa, dan hakim demi menutupi kawanan pelaku sebenarnya. Sidang sengaja digelar tertutup untuk menutup-nutupi ketidakadilan ini, meskipun saat vonis hakim membuka sidang untuk umum agar memberi kesan bahwa proses hukum berjalan transparan.   Tim kuasa hukum telah melaporkan dugaan pelanggaran etik oleh hakim ke Komisi Yudisial Palembang dan berkomitmen terus memperjuangkan keempat anak tersebut tanpa menerima imbalan apa pun dari keluarga. Keikhlasan mereka menjadi harapan bagi anak-anak yang tak berdosa ini untuk mendapatkan keadilan, pemulihan nama baik, serta dukungan mental dan psikologis.   Kasus ini menggambarkan bagaimana rekayasa hukum dapat menyasar korban yang sangat rentan, di mana penegak hukum seharusnya melindungi malah

About