@voidotid: Komunikasi publik para pejabat dalam menanggapi kasus keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai blunder dan terkesan meremehkan. Misalnya pernyataan Gubernur Jateng Ahmad Luthfi yang mengatakan perut para siswa ‘kaget’. Dia juga meminta agar masyarakat tidak perlu membesar-besarkan masalah ini. Diketahui kasus keracunan MBG di Jawa Tengah tembus 2.700 kasus per 6 Oktober. Sementara jumlah kasus keracunan MBG se-Indonesia tembus 10.482 kasus berdasarkan data JPPI per 4 Oktober. Pada 1 Oktober, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyebut jumlah kasus keracunan yang terjadi masih dalam batas wajar. Sebelumnya pada 29 September, Presiden Prabowo mengatakan bahwa jumlah penerima manfaat MBG jauh lebih banyak dibandingkan jumlah korban keracunan. Kasus keracunan MBG hanya 0,00017 persen dibandingkan jumlah penerima MBG. Sementara Anggota DPR dari PDIP Edy Wuryanto mengatakan, keracunan MBG tak bisa dibandingkan dengan statistik. Dia menyuruh para petinggi BGN untuk lebih empati dalam menyampaikan komunikasi publik. Jangan membuat pernyataan yang melukai hati masyarakat. Menko Polhukam Mahfud MD yang cucu-cucunya juga menjadi korban keracunan MBG mengatakan bahwa keselamatan atau nyawa anak-anak tidak bisa dipandang hanya sebagai angka statistik seperti kata Presiden Prabowo. Pertanyaannya, seperti apa komunikasi yang tepat yang harus disampaikan pemerintah? Pakar Ilmu Komunikasi, Dr. Abdul Rahman menilai, komunikasi publik para pejabat harus diperbaiki. Para pejabat seharusnya lebih empati dalam menyampaikan suatu hal yang menyangkut dengan nyawa manusia. Dia juga berharap, para pejabat bisa menganggap diri mereka setara dengan anak-anak yang menerima MBG. Sehingga tak akan muncul lagi pernyataan yang terkesan meremehkan jumlah korban.

VOI.id

Open In TikTok:

Region: ID

Thursday 09 October 2025 09:17:14 GMT