@itsriskaaa.h: #lagumandar

Riskahasim
Riskahasim
Open In TikTok:
Region: ID
Tuesday 14 October 2025 10:40:44 GMT
33761
1295
17
48

Music

Download

Comments

nyong.timur0102
ft karim :
monge2 pai Tia lagummu Kandi
2025-10-15 09:59:22
0
vurikiji_
Kikikikikikikikikikikikikikiki :
judulnya Kandi
2025-10-14 11:55:17
0
asadkullink
asadkullink :
masse2ngapa iyaku tori mairrangngi lagummu....👍👍👍
2025-11-25 08:40:06
0
thamrinkpratama
tamrin Pratama :
Galau tenk lagumu kandi 😂
2025-10-15 14:03:50
0
wi_wi_w1
musang blonde :
pura pura tidak tau saja artinya 😭
2025-10-17 11:59:17
0
dany_muhammad364
dany_muhammad :
Rewata'a Menjari Sa'bi dilalanna Tau laeng..
2025-10-17 11:38:40
0
skyyy0915
virgo:) :
😭😭
2025-10-15 08:58:12
1
dany_muhammad364
dany_muhammad :
😭😭😭
2025-10-17 11:37:03
0
mulieaa
mulia ࣪˖ ִ𐙚 :
😌
2025-10-15 09:28:54
0
pajrpjr3
Pajr :
lagu di,ee atau kowi,?🤣
2025-10-21 06:41:32
0
To see more videos from user @itsriskaaa.h, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

POV | Kamu menuruni anak tangga dengan langkah cepat, tanganmu sibuk memastikan isi tas sudah lengkap.  Hoodie sederhana menempel di tubuhmu, rambutmu dicepol asal, jelas belum siap menghadapi dunia pagi ini. Begitu sampai di bawah, kamu bahkan tidak peduli dengan siapa Jay—Ayahmu, sedang berbicara. Fokusmu cuma satu.  Jangan telat kelas hari ini. “Papi, aku bentar lagi telat kelas. Papi jadi anterin aku, kan?” tanyamu panik, napasmu setengah memburu. Jay menoleh, wajahnya penuh rasa bersalah.  “Papi nggak bisa anter. Ada meeting dadakan jam sepuluh. Kalau anter kamu dulu, Papi bisa telat.” Kamu menghela napas kesal, mendengus keras. “Kenapa nggak bilang sih? Yaudah, aku naik gojek aja.” Kamu hendak melangkah menuju pintu, tetapi tangan Jay menahanmu. “Nggak perlu pesan gojek. Sama Om Heeseung aja. Dia sebentar lagi pulang, sekalian kamu ikut.” Kamu terdiam sepersekian detik, baru melirik ke arah pria yang sedari tadi duduk di sofa. Seorang pria dewasa dengan stelan rapih, auranya terlalu tenang, terlalu matang.  Tapi entah mengapa, kamu menatapnya tidak suka. “Nggak usah, Pi. Aku gojek aja,”  ucapmu tegas, kembali ingin pergi. Namun suara pria itu menghentikan langkahmu.  “Boleh banget. Kebetulan kampus kamu dan rumah saya searah. Kita bareng aja.” Kamu panik, mencoba menyela. “Nggak usa—” “Nunggu gojek lama lagi. Kamu bisa telat, Sayang.” Jay menyela cepat, namun lembut. Kamu menatap Jay dengan tatapan ragu dan panik, lalu menatap Heeseung yang sedang menahan senyum sedari tadi. Kamu berdecak. Menyerah. Lalu menghela napas panjang. “Yaudah deh,” gumammu malas, kemudian melangkah keluar lebih dulu. Begitu kamu pergi, Jay menoleh ke Heeseung sambil tersenyum girang dan menepuk bahunya. “Awas ya, jangan lo apa-apain anak gue.” Heeseung terkekeh pelan. “Aman.” ••• Heeseung melangkah santai menuju mobilnya, sementara kamu masih berdiri di depan rumah dengan wajah malas dan enggan bergerak.  Ia membukakan pintu mobil untukmu, menunggu tanpa banyak kata. “Ayo. Kamu sudah telat, kan?” ujarnya dengan senyum tenang. Dengan langkah ragu dan malas, kamu akhirnya masuk. “Makasih, Om.” Suaramu ketus, sengaja menekankan sebutan itu. Heeseung masuk dan duduk dikursi kemudi, lalu menutup pintu. Suasana langsung hening. Hanya aroma parfum maskulinnya yang memenuhi mobil. Mesin mobil menyala, tapi Heeseung belum bergerak. Ia melirikmu sekilas. Kamu mendengus keras. “Kok diem aja? Saya udah telat, Om.” Heeseung tersenyum kecil, nada suaranya rendah dan santai. “Seatbeltnya pake dulu. Atau mau saya pasangin?” Kamu menoleh cepat, tatapan sinismu reflek keluar meski sedikit panik. Dengan gerakan terburu-buru, kamu menarik seatbelt dan memakainya sendiri. “Saya bisa sendiri.” Heeseung menahan tawa, hanya mengangguk pelan. ••• Perjalanan berlangsung dalam hening. Kamu menatap jam tangan berkali-kali, rasa gelisah semakin menjadi. “Bisa cepetan dikit nggak Om, nyetirnya? Saya bisa telat,” protesmu tajam. Heeseung melirik singkat, lalu kembali fokus ke jalan. “Saya udah janji jaga kamu hati-hati. Kalau kamu kenapa-kenapa, saya bisa dibogem Papi kamu.” Kamu mendecak kecil, menatapnya julit dari samping. “Apaan sih,”  gumammu, jelas jijik dan geli. Heeseung tersenyum tipis, seolah menikmati setiap reaksi kesalmu. Kamu masih menatap jalan dengan alis terangkat tinggi, pura-pura fokus sama pemandangan. Padahal sebenarnya, kamu hanya ingin menghindari tatapannya. Jantungmu berdebar tak karuan, dan kamu benci itu. Beberapa detik hening kembali, sampai akhirnya Heeseung berbicara pelan. “Kamu selalu segalak ini tiap hari?” Nada suaranya ringan, sekedar bertanya. Tapi ada selipan cengiran kecil diakhir kalimatnya. Kamu langsung menoleh cepat, refleks menyerang. “Kenapa? Emang nggak boleh?” Heeseung menahan tawa kecil, tersenyum tipis. “Boleh kok.
POV | Kamu menuruni anak tangga dengan langkah cepat, tanganmu sibuk memastikan isi tas sudah lengkap. Hoodie sederhana menempel di tubuhmu, rambutmu dicepol asal, jelas belum siap menghadapi dunia pagi ini. Begitu sampai di bawah, kamu bahkan tidak peduli dengan siapa Jay—Ayahmu, sedang berbicara. Fokusmu cuma satu. Jangan telat kelas hari ini. “Papi, aku bentar lagi telat kelas. Papi jadi anterin aku, kan?” tanyamu panik, napasmu setengah memburu. Jay menoleh, wajahnya penuh rasa bersalah. “Papi nggak bisa anter. Ada meeting dadakan jam sepuluh. Kalau anter kamu dulu, Papi bisa telat.” Kamu menghela napas kesal, mendengus keras. “Kenapa nggak bilang sih? Yaudah, aku naik gojek aja.” Kamu hendak melangkah menuju pintu, tetapi tangan Jay menahanmu. “Nggak perlu pesan gojek. Sama Om Heeseung aja. Dia sebentar lagi pulang, sekalian kamu ikut.” Kamu terdiam sepersekian detik, baru melirik ke arah pria yang sedari tadi duduk di sofa. Seorang pria dewasa dengan stelan rapih, auranya terlalu tenang, terlalu matang. Tapi entah mengapa, kamu menatapnya tidak suka. “Nggak usah, Pi. Aku gojek aja,” ucapmu tegas, kembali ingin pergi. Namun suara pria itu menghentikan langkahmu. “Boleh banget. Kebetulan kampus kamu dan rumah saya searah. Kita bareng aja.” Kamu panik, mencoba menyela. “Nggak usa—” “Nunggu gojek lama lagi. Kamu bisa telat, Sayang.” Jay menyela cepat, namun lembut. Kamu menatap Jay dengan tatapan ragu dan panik, lalu menatap Heeseung yang sedang menahan senyum sedari tadi. Kamu berdecak. Menyerah. Lalu menghela napas panjang. “Yaudah deh,” gumammu malas, kemudian melangkah keluar lebih dulu. Begitu kamu pergi, Jay menoleh ke Heeseung sambil tersenyum girang dan menepuk bahunya. “Awas ya, jangan lo apa-apain anak gue.” Heeseung terkekeh pelan. “Aman.” ••• Heeseung melangkah santai menuju mobilnya, sementara kamu masih berdiri di depan rumah dengan wajah malas dan enggan bergerak. Ia membukakan pintu mobil untukmu, menunggu tanpa banyak kata. “Ayo. Kamu sudah telat, kan?” ujarnya dengan senyum tenang. Dengan langkah ragu dan malas, kamu akhirnya masuk. “Makasih, Om.” Suaramu ketus, sengaja menekankan sebutan itu. Heeseung masuk dan duduk dikursi kemudi, lalu menutup pintu. Suasana langsung hening. Hanya aroma parfum maskulinnya yang memenuhi mobil. Mesin mobil menyala, tapi Heeseung belum bergerak. Ia melirikmu sekilas. Kamu mendengus keras. “Kok diem aja? Saya udah telat, Om.” Heeseung tersenyum kecil, nada suaranya rendah dan santai. “Seatbeltnya pake dulu. Atau mau saya pasangin?” Kamu menoleh cepat, tatapan sinismu reflek keluar meski sedikit panik. Dengan gerakan terburu-buru, kamu menarik seatbelt dan memakainya sendiri. “Saya bisa sendiri.” Heeseung menahan tawa, hanya mengangguk pelan. ••• Perjalanan berlangsung dalam hening. Kamu menatap jam tangan berkali-kali, rasa gelisah semakin menjadi. “Bisa cepetan dikit nggak Om, nyetirnya? Saya bisa telat,” protesmu tajam. Heeseung melirik singkat, lalu kembali fokus ke jalan. “Saya udah janji jaga kamu hati-hati. Kalau kamu kenapa-kenapa, saya bisa dibogem Papi kamu.” Kamu mendecak kecil, menatapnya julit dari samping. “Apaan sih,” gumammu, jelas jijik dan geli. Heeseung tersenyum tipis, seolah menikmati setiap reaksi kesalmu. Kamu masih menatap jalan dengan alis terangkat tinggi, pura-pura fokus sama pemandangan. Padahal sebenarnya, kamu hanya ingin menghindari tatapannya. Jantungmu berdebar tak karuan, dan kamu benci itu. Beberapa detik hening kembali, sampai akhirnya Heeseung berbicara pelan. “Kamu selalu segalak ini tiap hari?” Nada suaranya ringan, sekedar bertanya. Tapi ada selipan cengiran kecil diakhir kalimatnya. Kamu langsung menoleh cepat, refleks menyerang. “Kenapa? Emang nggak boleh?” Heeseung menahan tawa kecil, tersenyum tipis. “Boleh kok." Ia menoleh sebentar, matanya tenang. “Cuma… penasaran aja. Yang kecil-kecil tapi galak gini, seleranya apa. Dan luluhnya pake cara apa.” (+komen ) #pov #heeseung #povheeseung #fypage #heeseungedit

About