@naosyers: POV | Pagi itu, cahaya matahari menembus tirai tipis, membuat ruangan terasa hangat dan samar. Kau membuka mata perlahan, masih setengah sadar, dan pandanganmu langsung berkeliling ke seluruh ruangan. Hening. Hanya suara detik jam di dinding yang terdengar. Dan seketika, ingatan semalam datang menghantam. Potongan-potongan adegan berputar di kepala. Tatapan Riki, jarak kalian yang terlalu dekat, dan kata-kata yang belum sempat diucapkan. Kau menelan ludah, duduk perlahan. Saat tubuhmu baru saja meregang, matamu menangkap sosok Riki yang sudah duduk di sisi ranjang, menatapmu dengan wajah lugu itu lagi—berbeda jauh dari ekspresi malam tadi yang penuh keberanian dan dorongan aneh yang belum kau pahami. Sekarang, dia terlihat seperti Riki yang kau kenal, polos, tenang, dan sedikit gugup. Kau menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang masih belum stabil—entah karena baru bangun, atau karena kenyataan bahwa Riki benar-benar ada di depanmu sekarang. “Kak…” suaranya pelan, nyaris ragu. “Aku minta maaf soal semalam. Aku nggak bermaksud ngelakuin hal itu.” Hening sejenak. Kau hanya menatapnya tanpa benar-benar tahu harus berkata apa. Riki masih menunduk, jemarinya saling menggenggam di pangkuan, sebelum akhirnya berani mengangkat wajah. Tatapan kalian bertemu dan saat itu juga, ada sesuatu di dadamu yang bergetar tak karuan. Kau berdeham kecil, buru-buru mengalihkan pandangan. Tapi Riki kembali bersuara, lebih pelan dari sebelumnya. “Tapi… setelah aku pikir-pikir, kayaknya aku harus jujur.” Kau menoleh perlahan. “Jujur? Soal apa?” tanyamu, alis terangkat, suaramu terdengar hati-hati. Ia tak langsung menjawab. Ia bangkit dari duduknya, berjalan pelan ke arah meja di sudut kamar, punggungnya membelakangi mu. Beberapa detik hening sebelum akhirnya ia bersuara lagi. “Kak, maaf… sebenarnya semalam aku nggak benar-benar mabuk.” Kau menatapnya lama, dahi sedikit berkerut. “Maksud kamu?” Riki menunduk, suaranya hampir seperti bisikan. “Aku udah liat kakak dari jauh… dan apa yang terjadi semalam—” ia berhenti sejenak, menghela napas berat. “Itu bukan karena aku mabuk. Itu bagian dari rencana aku.” Kata-kata itu membuatmu terpaku. Kau sempat berpikir telingamu salah dengar, tapi tidak—Riki membalikkan tubuhnya dan menatapmu lurus, matanya jujur, nyaris tanpa rasa bersalah. “Kamu bilang… itu bagian dari rencana kamu?” tanyamu pelan, bibirmu menahan senyum samar. Riki mengangguk pelan, tapi wajahnya jelas-jelas menegang. “Aku tahu itu keterlaluan, Kak. Tapi aku cuma pengen Kakak sadar kalau aku nggak selamanya anak kecil yang Kakak suruh-suruh.” Kau menaikkan satu alis, menatapnya dari kepala sampai kaki. “Oh?” suaramu terdengar setengah menggoda, setengah menantang. “Jadi semalam itu kamu nyetel drama biar aku sadar?” Riki menelan ludah, lalu menggaruk tengkuknya pelan. “Ya, semacam itu…” gumamnya pelan, matanya tak berani menatapmu lama. “Aku cuma pengen Kakak tahu, kalau aku—ya, aku beneran suka sama Kakak. Dari dulu.” Kau tak bisa menahan tawa kecil yang lolos dari bibirmu. “Lucu banget, ya. Jadi kamu sengaja pura-pura mabuk cuma biar bisa jujur?” Riki langsung menatapmu, wajahnya memerah. “Bukan gitu, Kak! Aku cuma… aku takut kalau ngomong pas sadar, Kakak bakal ngejauh.” “Dan kamu pikir cara itu lebih baik?” potongmu sambil tersenyum miring, lalu beranjak dari ranjang dan mendekat beberapa langkah. Kini jarak kalian hanya sejengkal. Kau bisa melihat jelas bagaimana matanya berkedip cepat karena gugup. Kau menatapnya lama, lalu mencondongkan sedikit tubuhmu. “Kamu tau nggak, Riki…” bisikmu pelan. “Kamu tuh bener-bener nekat.” Ia menunduk sedikit, tapi senyum kecil mulai muncul di sudut bibirnya. “Tapi Kakak nggak marah, kan?” tanyanya hati-hati. Kau menggeleng pelan, pura-pura serius. “Marah sih… dikit. Soalnya kamu ngelakuin hal itu tanpa izin.” Riki menatapmu cepat, wajahnya panik. “Aku minta maaf, Kak! Aku beneran—” (Lanjut 1-3 di komen) #ni_ki #enhypenpov #enhypen #pov #fyp

syeraa 🍉

Open In TikTok:

Region: ID

Wednesday 22 October 2025 03:21:04 GMT