@tongkhoabg2: Kệ Ông mặt trời đi ngủ, e vẫn bán áo gữi nhiệt nam ạ 😬#xuhuong #abgclothes #aogiunhietnam

ABG Clothes
ABG Clothes
Open In TikTok:
Region: VN
Sunday 26 October 2025 03:41:55 GMT
191867
454
10
26

Music

Download

Comments

thanh29665
Thanh29 :
khi ông mt đì ngụ😢
2025-11-30 06:31:34
2
shopreview93
shopmebim95 :
Áo đẹp quá ạ
2025-11-27 14:07:59
1
ngocbang.89
Ngọc Băngg :
Áo đẹp lắm
2025-11-22 23:17:43
1
dy0r1iny5xr6
Phan Quang Huệ :
Cao 1m60 nặng 60kg size nào ạ
2025-11-24 03:14:33
1
thmhpp4
𝙩𝙝𝙤̛𝙢 🎀 :
Màu shop quay là màu gì ạ
2025-11-03 15:24:13
1
kunsmons42
⋆.𐙚 ̊🫧˚໋✧˚Kim nè.༘⋆ᡣ𐭩🌷˚𐙚 :
ck mình 1m60 75kg size mấy ạ
2025-11-24 06:25:01
0
ducmanh89bn
Mannh Bn⁹⁹ :
😳😳😳
2025-11-21 00:35:20
1
To see more videos from user @tongkhoabg2, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

DRAMA SENYAP DI PBNU: SIAPA SESUNGGUHNYA MENGGERAKKAN BIDAK? Kisruh di PBNU beberapa hari ini bukan sekadar soal undangan ceramah atau evaluasi lembaga. Ada sesuatu yang bergerak di bawah permukaan—sunyi, rapi, dan terlatih. Publik hanya melihat riak, sementara gelombangnya digerakkan dari ruang-ruang kecil yang tak banyak orang punya akses. Di tengah itu, muncul segitiga baru: Rais Aam, Sekjen, dan Bendum. Dua nama terakhir tiba-tiba terlihat lebih sering mengitari Rais Aam ketimbang Ketua Umum. Seperti orbit yang pelan-pelan bergeser, namun terasa sangat terencana. Ketua Umum? Ia masih punya kunci, tapi seakan pintunya sudah diganti tanpa pemberitahuan. Isu paling krusial adalah AUP—dokumen audit yang konon datang “jadi” kepada Rais Aam, tanpa rapat, tanpa paraf, tanpa keterlibatan Ketua Umum. Narasinya pecah dua: Rais Aam jadi korban permainan administratif, atau justru ikut menghendaki manuver itu. Dua versi, dua kepentingan, dan satu kebenaran yang belum muncul ke permukaan. Kabarnya, skenario berikutnya adalah penunjukan Sekjen sebagai Plt Ketua Umum. Langkah yang terasa seperti menyalip dalam gelap—tidak lazim untuk tradisi NU, dan jelas bukan watak organisasi yang dibangun para muassis. Bahaya sebenarnya ada di preseden: jika Ketua Umum bisa digeser tanpa Muktamar, maka siapa pun kelak bisa diperlakukan sama. NU akan berubah dari jam’iyyah ulama menjadi lembaga yang arah anginnya bisa ditentukan segelintir orang yang lihai menata dokumen. Yang membuat semuanya janggal adalah waktu: Muktamar sudah dekat. Mengapa tergesa? Mengapa mengambil jalan pintas ketika garis finis hanya tinggal beberapa langkah?  Ada yang bertanya: siapa sebenarnya otak di balik semua ini? Yang jelas, langkah-langkahnya terlalu teratur untuk dianggap spontan. Terlalu presisi untuk disebut kebetulan. Seakan ada kekuatan besar yang mengatur bidak dari balik layar—dan bisik-bisik yang berkembang selalu kembali pada satu poros sensitif: polemik nasab yang selama ini menjadi bara senyap, namun cukup panas untuk menggerakkan permainan pada saat yang paling menentukan. Pada akhirnya, ini bukan soal siapa melawan siapa, atau siapa otaknya. Ini tentang menjaga rumah besar agar tidak diseret ke lorong yang tidak pernah digariskan para pendirinya. NU terlalu besar untuk dipertaruhkan oleh ambisi yang terlalu kecil. Dalam bahasa kiai-kiai terdahulu: “Marwah jam’iyyah dijaga dengan akhlak, bukan intrik.” ~alkemi #gusyahya  #roisampbnu  #nu
DRAMA SENYAP DI PBNU: SIAPA SESUNGGUHNYA MENGGERAKKAN BIDAK? Kisruh di PBNU beberapa hari ini bukan sekadar soal undangan ceramah atau evaluasi lembaga. Ada sesuatu yang bergerak di bawah permukaan—sunyi, rapi, dan terlatih. Publik hanya melihat riak, sementara gelombangnya digerakkan dari ruang-ruang kecil yang tak banyak orang punya akses. Di tengah itu, muncul segitiga baru: Rais Aam, Sekjen, dan Bendum. Dua nama terakhir tiba-tiba terlihat lebih sering mengitari Rais Aam ketimbang Ketua Umum. Seperti orbit yang pelan-pelan bergeser, namun terasa sangat terencana. Ketua Umum? Ia masih punya kunci, tapi seakan pintunya sudah diganti tanpa pemberitahuan. Isu paling krusial adalah AUP—dokumen audit yang konon datang “jadi” kepada Rais Aam, tanpa rapat, tanpa paraf, tanpa keterlibatan Ketua Umum. Narasinya pecah dua: Rais Aam jadi korban permainan administratif, atau justru ikut menghendaki manuver itu. Dua versi, dua kepentingan, dan satu kebenaran yang belum muncul ke permukaan. Kabarnya, skenario berikutnya adalah penunjukan Sekjen sebagai Plt Ketua Umum. Langkah yang terasa seperti menyalip dalam gelap—tidak lazim untuk tradisi NU, dan jelas bukan watak organisasi yang dibangun para muassis. Bahaya sebenarnya ada di preseden: jika Ketua Umum bisa digeser tanpa Muktamar, maka siapa pun kelak bisa diperlakukan sama. NU akan berubah dari jam’iyyah ulama menjadi lembaga yang arah anginnya bisa ditentukan segelintir orang yang lihai menata dokumen. Yang membuat semuanya janggal adalah waktu: Muktamar sudah dekat. Mengapa tergesa? Mengapa mengambil jalan pintas ketika garis finis hanya tinggal beberapa langkah? Ada yang bertanya: siapa sebenarnya otak di balik semua ini? Yang jelas, langkah-langkahnya terlalu teratur untuk dianggap spontan. Terlalu presisi untuk disebut kebetulan. Seakan ada kekuatan besar yang mengatur bidak dari balik layar—dan bisik-bisik yang berkembang selalu kembali pada satu poros sensitif: polemik nasab yang selama ini menjadi bara senyap, namun cukup panas untuk menggerakkan permainan pada saat yang paling menentukan. Pada akhirnya, ini bukan soal siapa melawan siapa, atau siapa otaknya. Ini tentang menjaga rumah besar agar tidak diseret ke lorong yang tidak pernah digariskan para pendirinya. NU terlalu besar untuk dipertaruhkan oleh ambisi yang terlalu kecil. Dalam bahasa kiai-kiai terdahulu: “Marwah jam’iyyah dijaga dengan akhlak, bukan intrik.” ~alkemi #gusyahya #roisampbnu #nu

About