@your.dads.side.ho3: seriously though i haven’t liked my body since i was 8 and it’s been almost 14 years of consistent crying every time i look at myself in the mirror and idk what to do anymore #help

isabel
isabel
Open In TikTok:
Region: US
Monday 27 October 2025 21:40:49 GMT
547
35
9
0

Music

Download

Comments

riceboy233
Jay :
Work out literally that’s pretty much it I was 320lb at some point and was in the same situation of hating my body
2025-10-27 21:56:03
1
toxicxtaya
ToxicxTaya :
You have to remember you are more than just your vessel baby
2025-10-27 21:55:42
3
maryjanedoe77
⊹ ࣪ ˖☾⋆⁺₊ 𝓂𝒶𝓇𝓎 🎮✩°。⁺˖ :
i wish i was in a better place to spill all of my recommendations; acceptance. talk to yourself like you would a friend.
2025-10-28 14:20:20
1
azureablue
leala<3 :
I don’t think you genuinely ever learn to like “stop hating your body” you just learn how to appreciate the small things on it and how unique it is compared to everyone else’s. You’re never going to 100% fully love it, so why not learn to appreciate the small little details about it that make you, you 💕
2025-10-30 17:49:14
1
your.dads.side.ho3
isabel :
and no i do not want to hear the obligatory “but you’re so pretty!” because im fucking not and i’m sick of people saying it when they don’t actually mean it
2025-10-27 21:42:55
1
wigstgapot
wigstgapot :
at some point you’ll learn to not value it as much, and it won’t have much of a difference in your life. you can say that there’s a large difference between being appealing vs unappealing, but those claims are only made in contrast to a life you won’t live. you can either change your mindset or change your body, so do whichever’s easier.
2025-10-28 00:02:14
2
To see more videos from user @your.dads.side.ho3, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Di balik perpisahan itu, aku kembali menjadi orang asing dalam hidupnya, sebuah nama yang dulu akrab, kini hanya bisik pada angin. Aku menerima tempat baruku itu dengan pelan, seperti orang yang menata ulang rumah setelah kebanjiran. Meski demikian, aku berharap dirinya hidup baik, lebih baik daripada saat dulu pertama kali kita bertemu. Bukan karena ada tuntutan yang kutaruh, melainkan karena aku ingin melihat wajahnya tanpa bayang lara. Aku berharap dirinya menikmati setiap napas yang Tuhan titipkan, setiap helaan menjadi matahari kecil yang menengahi hari. Karena yang kuinginkan bukan kembali, melainkan kebahagiaan yang utuh untuk dirinya, sampai abadi. Aku ingin dirinya mencapai cita dan mimpi yang pernah ia bisikkan, melihat daftar harapnya satu per satu menjadi nyata. Aku ingin luka-lukanya menemukan tempat yang meneduhkan, agar jiwanya berdamai, meski bekasnya tak pernah lenyap sepenuhnya. Dirinya tetap manusia favoritku, meski kini dari kejauhan. Namanya masih terurut rapi dalam doa-doaku, bukan agar takdir memaksa bersatu kembali, melainkan agar dirinya diberi tenaga melewati rintangan hidup. Aku menginginkan kebahagiaan untuk dirinya bersama keluarga, agar senyum yang kubayangkan terpatri bukan lagi di angan, melainkan di setiap meja makan, di setiap pesta kecil, di rumah yang menampung tawa tanpa syarat. Memintanya kembali mungkin harapan yang terlalu besar, sebuah kapal yang mustahil kutambatkan lagi pada dermaga lama. Namun melihat dirinya dari kejauhan, saja, cukup menenangkan hatiku yang masih rapuh. Ada ketenteraman aneh ketika tahu dirinya selamat di dunia, sebuah keyakinan kecil yang menebalkan dada, bahwa mencintai tidak selalu menuntut memiliki, bahwa membiarkan pun bisa menjadi bentuk kasih yang paling suci. Jadi aku membiarkan dirinya hidup, berjalan di jalannya sendiri, aku menaruh semua harapan dalam doa yang kususun rapi. Semoga dirinya kuat, semoga dirinya damai, semoga dirinya bahagia, itulah yang selalu kutangisi sekaligus kupanjatkan pada malam. Dan jika suatu hari takdir mempertemukan kami lagi, aku ingin dirinya datang sebagai hadiah yang tak kusangka, bukan karena aku menuntutnya pulang, melainkan karena aku ingin menyaksikan bahwa dirinya benar-benar utuh. Sampai saat itu tiba, atau tak pernah tiba, aku akan tetap menjadi orang yang dari jauh mendoakan, yang menata rindunya menjadi doa, dan merawat harap itu dalam keheningan yang lembut. — Anas. #tulisananas
Di balik perpisahan itu, aku kembali menjadi orang asing dalam hidupnya, sebuah nama yang dulu akrab, kini hanya bisik pada angin. Aku menerima tempat baruku itu dengan pelan, seperti orang yang menata ulang rumah setelah kebanjiran. Meski demikian, aku berharap dirinya hidup baik, lebih baik daripada saat dulu pertama kali kita bertemu. Bukan karena ada tuntutan yang kutaruh, melainkan karena aku ingin melihat wajahnya tanpa bayang lara. Aku berharap dirinya menikmati setiap napas yang Tuhan titipkan, setiap helaan menjadi matahari kecil yang menengahi hari. Karena yang kuinginkan bukan kembali, melainkan kebahagiaan yang utuh untuk dirinya, sampai abadi. Aku ingin dirinya mencapai cita dan mimpi yang pernah ia bisikkan, melihat daftar harapnya satu per satu menjadi nyata. Aku ingin luka-lukanya menemukan tempat yang meneduhkan, agar jiwanya berdamai, meski bekasnya tak pernah lenyap sepenuhnya. Dirinya tetap manusia favoritku, meski kini dari kejauhan. Namanya masih terurut rapi dalam doa-doaku, bukan agar takdir memaksa bersatu kembali, melainkan agar dirinya diberi tenaga melewati rintangan hidup. Aku menginginkan kebahagiaan untuk dirinya bersama keluarga, agar senyum yang kubayangkan terpatri bukan lagi di angan, melainkan di setiap meja makan, di setiap pesta kecil, di rumah yang menampung tawa tanpa syarat. Memintanya kembali mungkin harapan yang terlalu besar, sebuah kapal yang mustahil kutambatkan lagi pada dermaga lama. Namun melihat dirinya dari kejauhan, saja, cukup menenangkan hatiku yang masih rapuh. Ada ketenteraman aneh ketika tahu dirinya selamat di dunia, sebuah keyakinan kecil yang menebalkan dada, bahwa mencintai tidak selalu menuntut memiliki, bahwa membiarkan pun bisa menjadi bentuk kasih yang paling suci. Jadi aku membiarkan dirinya hidup, berjalan di jalannya sendiri, aku menaruh semua harapan dalam doa yang kususun rapi. Semoga dirinya kuat, semoga dirinya damai, semoga dirinya bahagia, itulah yang selalu kutangisi sekaligus kupanjatkan pada malam. Dan jika suatu hari takdir mempertemukan kami lagi, aku ingin dirinya datang sebagai hadiah yang tak kusangka, bukan karena aku menuntutnya pulang, melainkan karena aku ingin menyaksikan bahwa dirinya benar-benar utuh. Sampai saat itu tiba, atau tak pernah tiba, aku akan tetap menjadi orang yang dari jauh mendoakan, yang menata rindunya menjadi doa, dan merawat harap itu dalam keheningan yang lembut. — Anas. #tulisananas

About