@abscbn: Akala mo tulog na, nakipagkita pala sa ibang babae. 🙄 #TheLegalWife #Kapamilya #KapamilyaRelate #AngelLocsin #JerichoRosales #MajaSalvador

ABS-CBN
ABS-CBN
Open In TikTok:
Region: PH
Friday 07 November 2025 02:10:06 GMT
166136
3028
19
49

Music

Download

Comments

yhn826
️ :
uyy
2025-11-07 02:12:16
2
kailani.belen
kailani Belen 🌹🍃🌵🧿 :
cómo se llama la novela en español
2025-11-07 16:44:00
1
zzzzzzzzz20com0
DPWH ( pag-asa ng bayan) :
pangarap ko din tan
2025-11-07 04:47:51
1
recca20250
Recca_Clint :
Nagpaparinig kayo ahh
2025-11-07 02:12:38
2
febei9
Fe | Affiliate :
haha
2025-11-07 13:32:02
0
zoeyelijahquimzon
Zoey Elijah Quimzon :
never again 🥴
2025-11-07 11:34:28
0
kiyakangog
zachaizen :
SANAOL
2025-11-07 05:01:51
0
jhen360219
J H E N :
😂
2025-11-07 17:59:28
1
laillahsigh
♥️🇵🇭🛒📟lailah🙂‍↔️😙😚😙 :
🥰🥰🥰
2025-11-07 09:41:07
1
jenjofernandez
jennifer fernandez :
😅
2025-11-07 06:00:55
1
jocelyn.bagabaldo1
Jocelyn Bagabaldo :
🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
2025-11-07 05:16:20
1
kitz1991
sacristana✝️ :
😁😁😁
2025-11-07 03:03:52
1
medrano0815
Medrano💖 :
😳
2025-11-08 12:23:48
0
jamsiangggg
jaja :
🥰
2025-11-08 06:33:56
0
evelynescaret
Evelynescaret🌹 :
😳😳😳
2025-11-07 09:40:23
0
musika13
Musika13 :
😳
2025-11-07 05:29:01
0
joypayadan0
selena :
😂😂😂
2025-11-07 03:19:24
0
aileensales201
aiden :
😳😳😳
2025-11-07 02:56:54
0
To see more videos from user @abscbn, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Kadang Tragedi tak lahir dari Kebencian, Tapi dari Cinta yang Gagal menemukan cara untuk Tenang. —   Tak ada satu pun jiwa yang siap menyaksikan darah menggenang diantara dinding rumahnya sendiri. Tak ada hati yang mampu menanggung beban ketika tangan yang seharusnya melindungi justru menjadi alat mencabut nyawa.  Namun, begitulah tragedi yang mengoyak tenang pagi di Desa Talang Empat, Kecamatan Karang Tinggi, Bengkulu Tengah — sebuah kisah getir yang menelanjangi sisi paling gelap dari amarah manusia. Rabu pagi (5/11/2025), di rumah sederhana seorang petani bernama Sa (52), kehidupan berubah menjadi duka abadi. Pertengkaran sepele — hanya tentang ponsel, teguran, dan rasa kesal — menjelma menjadi tragedi berdarah antara ayah tiri dan anak sambungnya sendiri.  Sebilah parang yang mestinya untuk bekerja di ladang, kini menjadi saksi bisu betapa mudahnya batas antara kasih dan benci runtuh dalam sekejap. Korban, yang masih muda dan keras kepala, sempat menyerang terlebih dahulu. Namun, dalam amarah yang membutakan, Sa membalas dengan satu tebasan yang mengakhiri hidup anak sambung yang seharusnya ia rawat dan bimbing. Leher yang terluka, tubuh yang tersungkur, dan isak seorang ibu yang memecah sunyi—semuanya menjadi puing-puing penyesalan yang tak bisa ditarik kembali. Kini, rumah itu tak lagi sama. Dindingnya menyimpan gema pertengkaran terakhir yang tak akan pernah usai. Polisi telah datang, barang bukti telah diamankan, dan hukum mulai bekerja dalam jalannya yang pasti: pasal demi pasal, berkas demi berkas, menuju meja pengadilan. Pelaku kini menjadi tersangka, dan proses hukum harus ditegakkan. Karena di hadapan hukum, darah tetaplah darah — entah mengalir dari musuh, anak, atau saudara sendiri. Namun dibalik pasal-pasal dingin itu, tersisa pertanyaan yang tak mudah dijawab: Keadilan seperti apakah yang akan menebus luka ini? Apakah keadilan cukup dengan hukuman, ketika penyesalan telah membunuh lebih dalam dari vonis itu sendiri? Tragedi Talang Empat bukan sekadar perkara pidana. Ia adalah cermin tentang rapuhnya kendali manusia terhadap amarah, tentang keluarga yang gagal berdialog, dan tentang kasih sayang yang berubah menjadi bencana. Kini, para wakil Tuhan di ruang sidang kelak akan dihadapkan pada dilema yang sunyi: menegakkan hukum, atau menimbang rasa. Sebab di balik semua itu, ada jiwa yang kehilangan arah, ada seorang ibu yang kehilangan dua orang yang ia cintai sekaligus—anak di liang, suami di penjara. Dan kita, sebagai manusia, hanya bisa menunduk, menyadari bahwa kadang tragedi tak lahir dari kebencian, tapi dari cinta yang gagal menemukan cara untuk tenang. (Cik)  #tragediayahtiri #tragediayahsambung #bengkulutengah #subandi #polresbengkulutengah
Kadang Tragedi tak lahir dari Kebencian, Tapi dari Cinta yang Gagal menemukan cara untuk Tenang. — Tak ada satu pun jiwa yang siap menyaksikan darah menggenang diantara dinding rumahnya sendiri. Tak ada hati yang mampu menanggung beban ketika tangan yang seharusnya melindungi justru menjadi alat mencabut nyawa. Namun, begitulah tragedi yang mengoyak tenang pagi di Desa Talang Empat, Kecamatan Karang Tinggi, Bengkulu Tengah — sebuah kisah getir yang menelanjangi sisi paling gelap dari amarah manusia. Rabu pagi (5/11/2025), di rumah sederhana seorang petani bernama Sa (52), kehidupan berubah menjadi duka abadi. Pertengkaran sepele — hanya tentang ponsel, teguran, dan rasa kesal — menjelma menjadi tragedi berdarah antara ayah tiri dan anak sambungnya sendiri. Sebilah parang yang mestinya untuk bekerja di ladang, kini menjadi saksi bisu betapa mudahnya batas antara kasih dan benci runtuh dalam sekejap. Korban, yang masih muda dan keras kepala, sempat menyerang terlebih dahulu. Namun, dalam amarah yang membutakan, Sa membalas dengan satu tebasan yang mengakhiri hidup anak sambung yang seharusnya ia rawat dan bimbing. Leher yang terluka, tubuh yang tersungkur, dan isak seorang ibu yang memecah sunyi—semuanya menjadi puing-puing penyesalan yang tak bisa ditarik kembali. Kini, rumah itu tak lagi sama. Dindingnya menyimpan gema pertengkaran terakhir yang tak akan pernah usai. Polisi telah datang, barang bukti telah diamankan, dan hukum mulai bekerja dalam jalannya yang pasti: pasal demi pasal, berkas demi berkas, menuju meja pengadilan. Pelaku kini menjadi tersangka, dan proses hukum harus ditegakkan. Karena di hadapan hukum, darah tetaplah darah — entah mengalir dari musuh, anak, atau saudara sendiri. Namun dibalik pasal-pasal dingin itu, tersisa pertanyaan yang tak mudah dijawab: Keadilan seperti apakah yang akan menebus luka ini? Apakah keadilan cukup dengan hukuman, ketika penyesalan telah membunuh lebih dalam dari vonis itu sendiri? Tragedi Talang Empat bukan sekadar perkara pidana. Ia adalah cermin tentang rapuhnya kendali manusia terhadap amarah, tentang keluarga yang gagal berdialog, dan tentang kasih sayang yang berubah menjadi bencana. Kini, para wakil Tuhan di ruang sidang kelak akan dihadapkan pada dilema yang sunyi: menegakkan hukum, atau menimbang rasa. Sebab di balik semua itu, ada jiwa yang kehilangan arah, ada seorang ibu yang kehilangan dua orang yang ia cintai sekaligus—anak di liang, suami di penjara. Dan kita, sebagai manusia, hanya bisa menunduk, menyadari bahwa kadang tragedi tak lahir dari kebencian, tapi dari cinta yang gagal menemukan cara untuk tenang. (Cik) #tragediayahtiri #tragediayahsambung #bengkulutengah #subandi #polresbengkulutengah

About