@youngstrokerdabodystanch: cause you need to support me and my kid #singlemomlife #singlecatmom #fyp #paratiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii

juicybodygoddess67

Open In TikTok:

Region: US

Sunday 16 November 2025 01:16:11 GMT

403

58

2

4

Music

Download

No Watermark .mp4 (0.86MB) No Watermark(HD) .mp4 (0.86MB) Watermark .mp4 (0.86MB) Music .mp3

Comments

Jordan Two-Three :

I love all pussy equally

2025-11-16 02:43:25

0

ghostbluntz0 :

Thats so real

2025-11-16 02:17:46

0

Marco :

Hey wassup

2025-11-16 02:18:17

0

To see more videos from user @youngstrokerdabodystanch, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

The other days you hmmm can see meritocracy into dancing.#gây ấn tượng yeetalk #philippines🇵🇭tiktok #venezuela🇻🇪 #france🇫🇷 #thailand🇹🇭tiktok.@Jeremiah Custodio

The other days you hmmm can see meritocracy into dancing.#gây ấn tượng yeetalk #philippines🇵🇭tiktok #venezuela🇻🇪 #france🇫🇷 #thailand🇹🇭tiktok.@Jeremiah Custodio

T!ump out here giving dome 😭 #fyp #viral #trump

T!ump out here giving dome 😭 #fyp #viral #trump

#sprint #sprintingmechanics #run #runner #Running #track #tracknation #sprinting #olympics2021 #2021olympics #usain #bolt #usainbolt #200m

#sprint #sprintingmechanics #run #runner #Running #track #tracknation #sprinting #olympics2021 #2021olympics #usain #bolt #usainbolt #200m

வேலுண்டு வினையில்லை, மயிலுண்டு பயமில்லை, குகனுண்டு குறையில்லை…🔥⚜️🦚#kallumalaimurugantemple #kallumalaiyaan #murugan #vel #batumalaiandavaney #thannermalai #palani #palaniandava #thaipusam2023 #nandrikandha #sivasakthi #myworldmyeverything #malaysianindian #tamilpaiyan #viralvideo #onemillonaudition #fypシ゚viral #fyppppppppppppppppppppppp

வேலுண்டு வினையில்லை, மயிலுண்டு பயமில்லை, குகனுண்டு குறையில்லை…🔥⚜️🦚#kallumalaimurugantemple #kallumalaiyaan #murugan #vel #batumalaiandavaney #thannermalai #palani #palaniandava #thaipusam2023 #nandrikandha #sivasakthi #myworldmyeverything #malaysianindian #tamilpaiyan #viralvideo #onemillonaudition #fypシ゚viral #fyppppppppppppppppppppppp

One day again… #ninja #crash #fyp #kawasaki #bike

One day again… #ninja #crash #fyp #kawasaki #bike

Negara yang Rakus Pajak, Tanda Awal Kejatuhan Di setiap zaman, kejatuhan sebuah rezim sering dimulai bukan oleh peluru atau kudeta, tapi oleh rasa muak rakyat terhadap ketidakadilan ekonomi. Pajak—yang seharusnya menjadi sarana gotong royong untuk kesejahteraan bersama—berubah menjadi alat penindasan ketika negara menjadi rakus. Ketika pajak tak lagi dirasakan manfaatnya, rakyat berhenti percaya. Dan ketika kepercayaan hilang, kekuasaan pun kehilangan pijakannya. Lihatlah sejarah. Kekaisaran Romawi, yang pernah menguasai separuh dunia, runtuh bukan semata karena serangan barbar, tapi karena rakyatnya dicekik pajak. Petani kehilangan tanah karena tak sanggup membayar upeti, sementara pejabat dan bangsawan hidup berlimpah. Ketimpangan ini menimbulkan gelombang perlawanan, desersi tentara, dan akhirnya bubarnya sistem yang dulu dianggap abadi. Negara tumbang oleh keserakahannya sendiri. Di Prancis abad ke-18, Raja Louis XVI menaikkan pajak untuk membiayai gaya hidup istana dan perang luar negeri. Yang miskin diperas, yang kaya dilindungi. Ketika rakyat lapar sementara Versailles bersinar gemerlap, bara Revolusi Prancis menyala. Dari sana, lahir seruan legendaris: “Liberté, égalité, fraternité!”—kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan—hasil dari darah rakyat yang muak pada ketimpangan. Bahkan di Nusantara, sejarah mencatat bahwa penindasan pajak menjadi pemantik perlawanan. Pada masa Tanam Paksa (Cultuurstelsel) di bawah kolonial Belanda, rakyat dipaksa menyerahkan hasil bumi dan tenaga demi keuntungan penjajah. Petani kehilangan sawah, kelaparan merebak, dan akhirnya lahir gerakan perlawanan di berbagai daerah. Dari penderitaan itulah kesadaran nasional tumbuh—kesadaran bahwa pajak dan tenaga rakyat tidak boleh menjadi alat perampasan. Kini, ketika negara kembali gemar menarik pajak dari rakyat kecil sementara pengusaha besar mendapat keringanan dan suaka hukum, sejarah seakan berulang. Para aktivis hari ini bertanya: Apakah kita sedang menuju nasib yang sama? Ketika negara lebih sibuk menghitung pemasukan daripada mendengarkan jeritan warganya, ketika kekuasaan lebih percaya pada data kas negara ketimbang kenyataan perut rakyat, maka sesungguhnya tanda-tanda keruntuhan sudah tampak di ujung jalan. Negara yang sehat bukan yang menguras kantong rakyatnya, tetapi yang menghidupkan daya rakyatnya. Pajak seharusnya menjadi bukti cinta rakyat pada negaranya—bukan bukti perampasan yang dibungkus regulasi. Dan ketika cinta rakyat berubah menjadi perlawanan, maka sejarah akan menulis babak baru: bahwa keadilan sosial lebih kuat dari segala bentuk kekuasaan.

Negara yang Rakus Pajak, Tanda Awal Kejatuhan Di setiap zaman, kejatuhan sebuah rezim sering dimulai bukan oleh peluru atau kudeta, tapi oleh rasa muak rakyat terhadap ketidakadilan ekonomi. Pajak—yang seharusnya menjadi sarana gotong royong untuk kesejahteraan bersama—berubah menjadi alat penindasan ketika negara menjadi rakus. Ketika pajak tak lagi dirasakan manfaatnya, rakyat berhenti percaya. Dan ketika kepercayaan hilang, kekuasaan pun kehilangan pijakannya. Lihatlah sejarah. Kekaisaran Romawi, yang pernah menguasai separuh dunia, runtuh bukan semata karena serangan barbar, tapi karena rakyatnya dicekik pajak. Petani kehilangan tanah karena tak sanggup membayar upeti, sementara pejabat dan bangsawan hidup berlimpah. Ketimpangan ini menimbulkan gelombang perlawanan, desersi tentara, dan akhirnya bubarnya sistem yang dulu dianggap abadi. Negara tumbang oleh keserakahannya sendiri. Di Prancis abad ke-18, Raja Louis XVI menaikkan pajak untuk membiayai gaya hidup istana dan perang luar negeri. Yang miskin diperas, yang kaya dilindungi. Ketika rakyat lapar sementara Versailles bersinar gemerlap, bara Revolusi Prancis menyala. Dari sana, lahir seruan legendaris: “Liberté, égalité, fraternité!”—kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan—hasil dari darah rakyat yang muak pada ketimpangan. Bahkan di Nusantara, sejarah mencatat bahwa penindasan pajak menjadi pemantik perlawanan. Pada masa Tanam Paksa (Cultuurstelsel) di bawah kolonial Belanda, rakyat dipaksa menyerahkan hasil bumi dan tenaga demi keuntungan penjajah. Petani kehilangan sawah, kelaparan merebak, dan akhirnya lahir gerakan perlawanan di berbagai daerah. Dari penderitaan itulah kesadaran nasional tumbuh—kesadaran bahwa pajak dan tenaga rakyat tidak boleh menjadi alat perampasan. Kini, ketika negara kembali gemar menarik pajak dari rakyat kecil sementara pengusaha besar mendapat keringanan dan suaka hukum, sejarah seakan berulang. Para aktivis hari ini bertanya: Apakah kita sedang menuju nasib yang sama? Ketika negara lebih sibuk menghitung pemasukan daripada mendengarkan jeritan warganya, ketika kekuasaan lebih percaya pada data kas negara ketimbang kenyataan perut rakyat, maka sesungguhnya tanda-tanda keruntuhan sudah tampak di ujung jalan. Negara yang sehat bukan yang menguras kantong rakyatnya, tetapi yang menghidupkan daya rakyatnya. Pajak seharusnya menjadi bukti cinta rakyat pada negaranya—bukan bukti perampasan yang dibungkus regulasi. Dan ketika cinta rakyat berubah menjadi perlawanan, maka sejarah akan menulis babak baru: bahwa keadilan sosial lebih kuat dari segala bentuk kekuasaan.

About

Robot

Legal

Privacy Policy