@rmol.id: Fenomena gelondongan kayu yang berserakan dan terapung saat banjir bandang di Sumatera Utara dan Aceh kembali menjadi sorotan publik. Kementerian Kehutanan sempat menyebut kayu-kayu tersebut tumbang secara alami akibat terjangan banjir, bukan hasil pembalakan liar. Namun penjelasan itu dipertanyakan matematikawan dan penggiat edukasi sains, Alif Towew, lewat video analisis yang ia unggah di Instagram, Minggu, 30 November 2025. Menurut Alif, penampakan fisik kayu yang terapung justru secara ilmiah mengarah pada dugaan bahwa kayu tersebut bukan berasal dari pohon yang baru tumbang. “Kalau baru ditebang atau roboh karena banjir, massa jenis kayunya masih tinggi karena masih banyak air. Harusnya melayang atau sebagian besar tenggelam,” jelas Alif. Kayu baru ditebang, ujar dia, rata-rata tercelup 95 persen karena berat. “Tapi di video, kayu-kayu itu terapung banyak di permukaan. Artinya kemungkinan kayu sudah lama ditebang sehingga massa jenisnya turun,” jelasnya. Tidak berhenti di sana, Alif juga menilai bentuk kayu terlalu seragam untuk diklaim sebagai tumbang alami. Semua batang terlihat bersih, tanpa ranting, kulit kayu terkelupas, dan potongan rapi. “Hutan alami punya pohon dengan bentuk beragam. Tapi ini seperti satu jenis,” ujarnya. Dengan perhitungan kasar, Alif mengasumsikan sedikitnya 3.000 batang kayu hanyut. Dengan diameter rata-rata 70 cm dan panjang 4 meter, total volume mencapai 4.620 meter kubik. Jika merujuk komposisi hutan sekunder di Sumatera yang memiliki 80–200 pohon per hektar, maka area hutan yang harus rusak untuk menghasilkan volume kayu tersebut mencapai 57–231 hektar. “Itu setara lebih dari 80 lapangan sepak bola,” tegasnya. “Pertanyaannya: apakah ada hutan seluas itu yang roboh sekaligus hanya karena banjir?” tantang Alif, menutup analisisnya. Video Editor: Andre Rangga #rmol #republikmerdekaonline #matematika #logika #pohon #banjir #sumatra #aceh

rmol.id

Open In TikTok:

Region: ID

Wednesday 03 December 2025 08:15:47 GMT