@mueidsarkerofficial: Biye লাগলেই Relatives be like

Mueid Sarker
Mueid Sarker
Open In TikTok:
Region: BD
Saturday 22 November 2025 08:30:00 GMT
37074
1492
33
394

Music

Download

Comments

ittffyg
. :
ভুলেও স্টোরি দেখবি না কিন্তু 🙂💔
2025-11-22 15:16:38
2
fatema.akter.omi
পদ্মাবতী 🥰 :
ভাই একটা মিছ হইছে ছাছারে দেন নাই🙂
2025-11-23 06:23:47
3
01903638035nadu
Nadiya :
ai bedar vdo ato vlo lage knnn😂 haste haste Ami sesh 😂😂😂😂🤣🤣
2025-11-22 12:51:01
4
_toufik_amin_minhaj_
Tou⚡Fik 🌸 :
Bah 🙂🫥
2025-11-22 08:48:59
8
_floraa.editz_
Floraa :
bruhhhhhhhhhhh lucky dekhi ami
2025-11-22 08:40:09
1
toma1256667777
❤️‍🩹😅সুহাসীনি :
right 😑😑😑 natok kore 😒
2025-11-22 13:37:36
3
nur.novi790
RaD mAn 🌚 :
!hhaa✌✌✌
2025-11-23 03:18:29
0
farhanasoshe
Shoshe :
Thik thik 🤣
2025-11-22 08:34:34
1
mihirima.mim7
❤️Mihirima mim❤️ :
related 😂😂
2025-11-22 10:02:35
1
anamika.yasmin
Anamika Yasmin :
ঠিক
2025-11-23 05:04:39
0
minhajahanminu
~ît's_excuse_Miñha🌬️ :
Fact 😂
2025-11-23 04:05:20
0
_floraa.editz_
Floraa :
early re vai😭
2025-11-22 08:39:47
1
shilpin239
Nusrat 👰‍♀️👰‍♀️ Prity💫 :
@Nusrat {nabu}🕊️💌 🤣🤣🤣🤣👍👍👍👍
2025-11-22 09:14:17
0
firenexa1
عزمين خان :
😹
2025-11-22 08:36:40
1
sajjad.bijoy1
বোহেমিয়ান 🌂 :
😂😂😂
2025-11-23 08:37:22
0
mdsrotislamking
S R O t❣️ :
♥️♥️♥️
2025-11-23 07:26:40
0
md.riyad.hossen25
Md Riyad Hossen :
😂😂😂
2025-11-23 07:16:41
0
mukty.akter65
Mukty Akter :
😂😂😂
2025-11-23 07:09:58
0
suhasini9085
জামাই এর আহ্লাদী বউ🎀👰‍♀️ :
😂😂😂😂😂
2025-11-23 07:07:39
0
mansura.rimi
🌸Mansura Rimi🌸 :
😂😂😂
2025-11-23 03:25:26
0
yourmitihla3
Who is Mithila? 👍🏻😔 :
🤣🤣🤣
2025-11-23 02:11:53
0
god.go.go1
God go go :
🥰🥰🥰
2025-11-22 13:08:39
0
kawserakond
kawser akond :
😂😂😂
2025-11-22 09:35:00
0
yzframin
Yzf Ramin :
😆😆😆
2025-11-22 09:11:09
0
shaymolbapary
SARA 💕💗😘😚 :
😁
2025-11-22 08:56:19
0
To see more videos from user @mueidsarkerofficial, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Orang alim itu banyak gangguannya. Makin tinggi ilmunya, makin rumit ujiannya. Kadang mereka diuji lewat badan yang sakit-sakitan, padahal masih banyak orang yang menunggu belajar padanya, butuh bimbingannya, namun tubuhnya sering tak sekuat semangatnya. Kadang ujiannya datang dari dunia. Bukan karena mereka rakus, tetapi karena hidup bukan hanya berisi doa dan kitab. Ada dapur yang harus mengepul, ada keluarga yang harus dinafkahi. Lalu datang undangan mengajar dengan bayaran besar, halal, wajar, tak salah sama sekali. Namun di saat yang sama, ada santri-santri di rumah, yang datang jauh-jauh ke pesantren hanya untuk belajar kepada sang guru, menunggu dengan tatapan penuh harap. Di titik itu orang alim lagi-lagi diuji: memilih yang lebih menguntungkan, atau tetap merawat yang lebih membutuhkan. Ada pula yang diuji lewat istrinya: rewel, cerewet, mudah tersinggung, kadang membuat hati sang suami seperti disayat halus setiap hari. Di mata orang luar, orang alim tampak tenang. Namun di balik pintu rumahnya, ia sedang menata sabar yang hampir retak. Ada yang diuji lewat tetangga dan masyarakat sekitar. Orang jauh hormatnya luar biasa, orang dekat justru memandang biasa saja. Bahkan ada yang bercerita buruk, menuduh, memfitnah, menganggap enteng, seakan ilmu bukan lagi cahaya, melainkan alasan untuk dicibir. Maka benarlah: semakin bercahaya seseorang, semakin gelap pula bayangan yang mengejarnya. Ada juga yang diuji melalui orang tuanya. Sebagian diambil Allah terlalu cepat, hingga ia tumbuh tanpa tempat bersandar. Sebagian hidup, tapi menjadi ujian yang besar. Seperti dawuh Syaikh Abdul Qadir al-Jilani: “Allah-lah yang menggantikan peran orang tua mereka.” Belum lagi ujian dari keluarga besar: adik, kakak, paman, bibi, yang seharusnya menjadi barisan terdekat, justru kadang menjadi sumber retak. Sang alim berdakwah, menghidupkan majelis, membenahi umat, namun di lingkar keluarganya sendiri, ada saja yang meremehkan, bahkan menentang. Dan tentu, ada yang diuji dengan keterbatasan ekonomi. Ilmunya tinggi, tafsirnya kuat, sanadnya jelas, namun tetap harus bekerja membanting tulang agar dapur berisi dan rumah menyala. Kadang lelah mengalahkan semangat muthala’ah, kadang kantuk menumbangkan azam mengajar. Di titik itu, orang alim kembali diuji. Pada akhirnya, orang alim bukan hanya diuji lewat kitab, tetapi lewat kehidupan sehari-hari: badan, keluarga, tetangga, dunia, ekonomi, bahkan batinnya sendiri. Dan mungkin ini rahasianya: semakin besar manfaat seorang alim, semakin besar gelombang ujian yang harus ia lewati. Bukan untuk melemahkan, tapi untuk memurnikan. Agar ilmunya bukan sekadar hafalan, melainkan cahaya yang ditempa dari luka, sabar, air mata, dan doa paling sunyi. Di antara rahasia itu, para masyayikh mengingatkan satu kaidah penting yang jarang disebut, tetapi benar-benar terjadi di lapangan ilmu. Imam Abul Hasan asy-Syadzili Radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan : ﻻَ ﻳَﻜْﻤُﻞُ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﻓِﻲ ﻣَﻘَﺎﻡِ ﺍْﻟﻌِﻠْﻢِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺒْﺘَﻠٰﻰ ﺑِﺄﺭْﺑَﻊٍ : ﺷﻤﺎﺗﺔ ﺍﻷﻋﺪﺍﺀ، ﻭﻣﻼﻣﺔ ﺍﻷﺻﺪﻗﺎﺀ، ﻭﻃﻌﻦ ﺍﻟﺠﻬﺎﻝ، ﻭﺣﺴﺪ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ . ﻓﺈﻥ ﺻﺒﺮ ﺟﻌﻠﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻣﺎﻣﺎً ﻳﻘﺘﺪﻯ ﺑﻪ Bahwa seorang alim tidak akan mencapai kematangan ilmunya sebelum diuji dengan empat hal: 1-Musuh yang gembira ketika ia tertimpa cobaan. 2- Sahabat yang mencela.  3-Orang bodoh yang menghina. 4- Ulama yang iri. Jika ia mampu bersabar, Allah akan menjadikannya pemimpin yang diikuti. Begitulah jalan orang alim: dibenturkan, ditempa, diuji dari segala arah. Namun siapa yang berhasil melewatinya, ia akan lahir sebagai cahaya, tempat banyak hati menemukan jalan pulang.
Orang alim itu banyak gangguannya. Makin tinggi ilmunya, makin rumit ujiannya. Kadang mereka diuji lewat badan yang sakit-sakitan, padahal masih banyak orang yang menunggu belajar padanya, butuh bimbingannya, namun tubuhnya sering tak sekuat semangatnya. Kadang ujiannya datang dari dunia. Bukan karena mereka rakus, tetapi karena hidup bukan hanya berisi doa dan kitab. Ada dapur yang harus mengepul, ada keluarga yang harus dinafkahi. Lalu datang undangan mengajar dengan bayaran besar, halal, wajar, tak salah sama sekali. Namun di saat yang sama, ada santri-santri di rumah, yang datang jauh-jauh ke pesantren hanya untuk belajar kepada sang guru, menunggu dengan tatapan penuh harap. Di titik itu orang alim lagi-lagi diuji: memilih yang lebih menguntungkan, atau tetap merawat yang lebih membutuhkan. Ada pula yang diuji lewat istrinya: rewel, cerewet, mudah tersinggung, kadang membuat hati sang suami seperti disayat halus setiap hari. Di mata orang luar, orang alim tampak tenang. Namun di balik pintu rumahnya, ia sedang menata sabar yang hampir retak. Ada yang diuji lewat tetangga dan masyarakat sekitar. Orang jauh hormatnya luar biasa, orang dekat justru memandang biasa saja. Bahkan ada yang bercerita buruk, menuduh, memfitnah, menganggap enteng, seakan ilmu bukan lagi cahaya, melainkan alasan untuk dicibir. Maka benarlah: semakin bercahaya seseorang, semakin gelap pula bayangan yang mengejarnya. Ada juga yang diuji melalui orang tuanya. Sebagian diambil Allah terlalu cepat, hingga ia tumbuh tanpa tempat bersandar. Sebagian hidup, tapi menjadi ujian yang besar. Seperti dawuh Syaikh Abdul Qadir al-Jilani: “Allah-lah yang menggantikan peran orang tua mereka.” Belum lagi ujian dari keluarga besar: adik, kakak, paman, bibi, yang seharusnya menjadi barisan terdekat, justru kadang menjadi sumber retak. Sang alim berdakwah, menghidupkan majelis, membenahi umat, namun di lingkar keluarganya sendiri, ada saja yang meremehkan, bahkan menentang. Dan tentu, ada yang diuji dengan keterbatasan ekonomi. Ilmunya tinggi, tafsirnya kuat, sanadnya jelas, namun tetap harus bekerja membanting tulang agar dapur berisi dan rumah menyala. Kadang lelah mengalahkan semangat muthala’ah, kadang kantuk menumbangkan azam mengajar. Di titik itu, orang alim kembali diuji. Pada akhirnya, orang alim bukan hanya diuji lewat kitab, tetapi lewat kehidupan sehari-hari: badan, keluarga, tetangga, dunia, ekonomi, bahkan batinnya sendiri. Dan mungkin ini rahasianya: semakin besar manfaat seorang alim, semakin besar gelombang ujian yang harus ia lewati. Bukan untuk melemahkan, tapi untuk memurnikan. Agar ilmunya bukan sekadar hafalan, melainkan cahaya yang ditempa dari luka, sabar, air mata, dan doa paling sunyi. Di antara rahasia itu, para masyayikh mengingatkan satu kaidah penting yang jarang disebut, tetapi benar-benar terjadi di lapangan ilmu. Imam Abul Hasan asy-Syadzili Radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan : ﻻَ ﻳَﻜْﻤُﻞُ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﻓِﻲ ﻣَﻘَﺎﻡِ ﺍْﻟﻌِﻠْﻢِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺒْﺘَﻠٰﻰ ﺑِﺄﺭْﺑَﻊٍ : ﺷﻤﺎﺗﺔ ﺍﻷﻋﺪﺍﺀ، ﻭﻣﻼﻣﺔ ﺍﻷﺻﺪﻗﺎﺀ، ﻭﻃﻌﻦ ﺍﻟﺠﻬﺎﻝ، ﻭﺣﺴﺪ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ . ﻓﺈﻥ ﺻﺒﺮ ﺟﻌﻠﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻣﺎﻣﺎً ﻳﻘﺘﺪﻯ ﺑﻪ Bahwa seorang alim tidak akan mencapai kematangan ilmunya sebelum diuji dengan empat hal: 1-Musuh yang gembira ketika ia tertimpa cobaan. 2- Sahabat yang mencela. 3-Orang bodoh yang menghina. 4- Ulama yang iri. Jika ia mampu bersabar, Allah akan menjadikannya pemimpin yang diikuti. Begitulah jalan orang alim: dibenturkan, ditempa, diuji dari segala arah. Namun siapa yang berhasil melewatinya, ia akan lahir sebagai cahaya, tempat banyak hati menemukan jalan pulang.

About